Ilustrasi aktivitas ekspor impor di pelabuhan. Foto: dok MI.
Jakarta: Ketua Standar (Ketum) Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani meramalkan, nilai Ganti rupiah akan semakin tertekan akibat kebijakan Presiden Amerika Perkumpulan (AS) Donald Trump yang memberlakukan penaikan tarif perdagangan terhadap sejumlah negara.
Di awal pemerintahannya, Trump memberlakukan Seluruh impor produk perdagangan dari Kanada dan Meksiko dikenakan kenaikan tarif sebesar 25 persen, sementara dari Tiongkok sebesar 10 persen.
“Kebijakan ekonomi Trump akan Mempunyai Akibat terhadap nilai Ganti, yang mana rupiah akan cenderung semakin melemah,” ujarnya kepada Media Indonesia, Sabtu, 8 Februari 2025.
Selain itu, Shinta juga memperkirakan Akibat dari kebijakan tarif AS yang tinggi bakal memperlambat kinerja ekspor Indonesia. Pasalnya, Tiongkok menjadi salah satu negara Kawan dagang Istimewa Indonesia selama ini.
“Kinerja ekspor juga akan terganggu dan diperkirakan akan semakin memperparah posisi current account atau neraca transaksi berjalan dan pelemahan nilai Ganti,” ucapnya.
Dengan rupiah semakin melemah dan neraca dagang terganggu, inflasi dalam negeri pun diperkirakan bakal lebih tinggi. Terlebih, Indonesia dihadapkan pada cuaca ekstrem yang berpotensi mengganggu produksi pertanian dan Membangun harga-harga pangan melonjak.
“Masalah ini ditambah dengan cuaca ekstrem yang terjadi. Harga pangan akan meningkat dan memicu tingginya inflasi,” terang Shinta.
Kendati demikian, ia menekankan Seluruh skenario tersebut amat tergantung pada respons kebijakan pemerintahan Prabowo Subianto. Pemerintah mesti melakukan intervensi-intervensi kebijakan yang Dapat menciptakan stabilitas nilai Ganti rupiah sesuai Sasaran APBN, Lampau meningkatkan produktivitas ekspor dan meningkatkan produksi pangan nasional.
“Jadi, ini Seluruh tergantung pemerintah mengenai Akibat ekonomi negatif yang dapat terjadi akibat kebijakan Trump. Apakah Dapat diatasi atau dikendalikan, agar Enggak terlalu membebani pertumbuhan ekonomi nasional,” Jernih Shinta.
(Ilustrasi resesi ekonomi Mendunia. Foto: Freepik)
Cari pasar ekspor baru
Dihubungi terpisah, Direktur EInstitute for Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti menyampaikan, Pemerintah Indonesia perlu mencari alternatif ekspor baru Kepada membuka Kesempatan pasar.
Pasalnya, Apabila ekonomi Tiongkok terganggu, kinerja perdagangan Indonesia dengan Negeri Layar Bambu juga ikut terdampak. Berdasarkan data terbaru Badan Pusat Statistik (BPS), nilai perdagangan Indonesia-Tiongkok naik 5,7 persen pada 2024.
Total perdagangan ekspor ke Negeri Layar Bambu mencapai USD62,4 miliar. Adapun komoditas ekspor Istimewa di antaranya besi dan baja, bahan bakar mineral berupa batu bara, serta nikel.
“Indonesia harus memikirkan alternatif destinasi pasar ekspor yang baru. Ini supaya Indonesia Enggak terlalu tergantung oleh Tiongkok, atau negara lain yang terdampak kebijakan tarif AS,” imbuh dia.
Selain itu, pemerintah juga diminta menekan volume impor terhadap Kawan dagang yang dikenakan tarif tinggi oleh AS. Ketergantungan ekonomi Indonesia terhadap impor dari Tiongkok dinilai Mempunyai implikasi yang luas, seperti memicu fluktuasi nilai Ganti rupiah.