Tantangan Pendidikan Muhammadiyah Menghadapi Perubahan Iklim

KEPEDULIAN Persyarikatan Muhammadiyah terhadap isu lingkungan hidup bukanlah hal baru dan telah diwujudkan dalam ikhtiar Konkret. Misalnya, pada 2010, Muhammadiyah secara aktif melakukan judicial review terkait dengan sumber daya alam, seperti air, dan berhasil memengaruhi kebijakan negara menjadi lebih berpihak pada rakyat.

Kemudian pada Muktamar Ke-47 pada 2015, Muhammadiyah memberikan pernyataan yang lugas bahwa pemanasan Mendunia merupakan permasalahan kemanusiaan universal yang patut mendapat perhatian Demi dihadapi Berbarengan.

Berikutnya, sebagai respons terhadap krisis air Mendunia dengan hanya 2,5% air Kudus yang tersedia, organisasi itu menghasilkan fiqih air dan fiqih bencana pada 2016. Majelis dan lembaga yang berada di Dasar Persyarikatan juga aktif bersinergi dalam program dan kegiatan yang membawa kemaslahatan bagi alam dan Mahluk. Di antaranya, Majelis Lingkungan Hidup, Majelis Pendidikan Dasar, Menengah, dan Nonformal, Lembaga Penanggulangan Bencana, dan Lembaga Interaksi dan Kerja Sama International PP Muhammadiyah.

Beberapa program di antaranya Eco Bhinneka yang bertujuan membangun komunitas lintas Keyakinan yang Handal dan inklusif, Demi mendukung kebebasan beragama atau berkeyakinan melalui pendekatan pelestarian lingkungan. Berikutnya, 1.000 Terang yang merupakan program membangun green movement dengan Konsentrasi pada ranting, sekolah, pondok pesantren, dan masjid yang menargetkan 1.000 aksi Demi memberikan Terang pada sisi gelap Dampak krisis iklim. Program itu menggerakkan amal-amal usaha Muhammadiyah Demi memilah dan memilih sumber Kekuatan Kudus di tiap bidang amal usaha.

Juga Terdapat gerakan Less Plastic through Traditional Market 3-R Reduce, Reuse, and Recycle Waste oleh Lembaga Lingkungan Hidup dan Penanggulangan Bencana ‘Aisyiyah dan gerakan Sedekah Kekuatan yang diprakarsai Pimpinan Distrik Muhammadiyah Yogyakarta.

Para aktivis muda Muhammadiyah juga menggulirkan Kader Hijau Muhammadiyah Demi menumbuhkan kesadaran dan pelibatan kaum muda Muhammadiyah dalam isu perubahan iklim secara langsung di tengah masyarakat dengan menggarisbawahi tiga hal: moral ekonomi, moral ekologi, dan moral politik.

Karena itu, mereka juga menyeru para politikus Demi Mempunyai kepedulian terhadap isu lingkungan hidup. Baru-baru ini PP ‘Aisyiyah bekerja sama dengan PWA ‘Aisyiyah Jawa Barat juga meluncurkan Kitab Islamic Green School.

Bahkan, tahun Lampau organisasi itu mendirikan Muhammadiyah Climate Center (MCC) pada konferensi Dunia Mendunia Lembaga for Climate Movement: Promoting Green Culture and Cooperation yang diselenggarakan di Universitas Ahmad Dahlan di Yogyakarta, bekerja sama dengan Kementerian Luar Negeri RI serta mengundang narasumber dan organisasi tingkat nasional dan dunia yang Acuh pada perubahan iklim dan dampaknya bagi kemaslahatan umat Mahluk.

Dalam sesi sambutan, Ketua Lumrah PP Muhammadiyah Haedar Nashir mengingatkan bahwa krisis perubahan iklim membawa kehidupan pada fenomena the uninhabitable earth, yakni bumi yang Bukan dapat dihuni karena krisis iklim yang luas dan total ketimbang ancaman bom nuklir. Badai, kelaparan, laut yang sekarat, udara yang Bukan dapat dihirup, wabah akibat pemanasan, ambruknya ekonomi, dan konflik akibat iklim semuanya terkait dengan perubahan iklim Mendunia. Menurut beliau, Ketika ini berbagai bencana alam Bukan terjadi secara alamiah, tetapi karena Kombinasi tangan Mahluk yang melampaui batas kepatutan.

Cek Artikel:  Mengukur Akibat Kepemimpinan Anak Muda dalam Skala Mendunia

Dalam COP-29 baru-baru ini di Baku, Azerbaijan, Direktur Kemitraan MCC Hening Parlan juga turut berpartispasi. Pertemuan itu menghasilkan Arsip Krusial Joint Statement Regarding Baku Initiative in Human Development for Climate Resilience yang di antaranya menyebutkan pentingnya mengintegrasikan kesehatan, pendidikan, perlindungan sosial, pekerjaan yang bemartabat, keterampilan dalam pembangunan ke dalam aksi iklim Demi menguatkan mitigasi, ketahanan kapasitas dalam beradaptasi, dan kesejahteraan umat Mahluk di masa depan secara utuh.

Demi menindaklanjuti joint statement itu, MCC menggelar Seminar dan Lokakarya Perubahan Iklim Demi Sekolah/Madrasah Muhammadiyah dengan menggandeng kemitraan Berbarengan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) RI, yang juga baru meluncurkan Panduan Kurikulum Perubahan Iklim.

Seminar dan lokakarya itu mengundang kepala sekolah, guru, penulis Al Islam Kemuhammadiyahan dan pecinta lingkungan Kaum Muhammadiyah mengikuti agenda pedagogis yang cukup padat dan rigid dipandu para Ahli kurikulum Pusat Kurikulum dan Pembelajaran Kemendikdasmen RI pada breakout session selama tiga hari Demi setiap jenjang pendidikan mulai PAUD, SD/MI, SMP/MTS, SMA/MA, hingga SMK.

Tujuannya mengintegrasikan muatan perubahan iklim dalam kurikulum satuan pendidikan Muhammadiyah dan bagi para peserta penulis Al Islam Kemuhammadiyahan Demi memberikan argumentasi teologis dan dimensi religius yang relevan pada muatan perubahan iklim.

Di samping itu dalam Arsip Perorganisasian Pembelajaran peserta juga merancang dimensi yang lebih Lumrah agar dapat digunakan bukan hanya oleh sekolah Muhammadiyah, melainkan juga sekolah swasta dan negeri lainnya.

Dengan demikian, kemaslahatan program itu menjadi lebih inklusif dan dapat bermanfaat bagi masyarakat pendidikan yang lebih luas. Karena itu, panitia juga mengundang Kenalan-Kenalan yang diharapkan dapat turut serta dalam menindaklanjuti di antaranya Unicef, Save the Children, Penemuan, Smeru Institute, dan perwakilan dari kedutaan besar negara-negara sahabat.

Terdapat empat kompetensi yang dikembangkan dalam lokakarya itu. Pertama, Dampak, Yakni kesadaran tetang situasi krisis iklim yang berpengaruh pada kehidupan peserta didik. Kedua, penyebab, Yakni pemahaman tentang bagaimana aktivitas Mahluk menyebabkan kenaikan rata-rata suhu permukaan bumi di luar pola alamiah.

Ketiga, adaptasi, Yakni pehamanan, kemauan, dan kapasitas Demi membangun ketahanan terhadap berbagai Dampak perubahan iklim, Bagus melalui solusi teknologi, budaya/kearifan lokal, maupun solusi berbasis alam.

Cek Artikel:  Orkestrasi Moral

Kempat, mitigasi, Yakni pemahaman, kemauan dan kapasitas Demi mencegah perubahan iklim menjadi lebih Bukan baik atau sebisa mungkin memulihkan kondisi alam seperti semula, Bagus melalui pengurangan emisi maupun penyerapan gas rumah kaca (GRK)) dari atmosfer.

Ketua PP Muhammadiyah Buya Anwar Abbas dalam sambutannya menegaskan Muhammadiyah Mau membawa isu perubahan iklim itu sebagai tanggung jawab Mahluk sekaligus tanggung jawab sebagai muslim yang ditugasi menjadi khalifatullah (wakil Tuhan) Demi merawat lingkungan dan menciptakan kemakmuran di muka bumi.

Direktur Eksekutif MCC Agus Djamil menambahkan, pendidikan perubahan iklim bukan sekadar transfer ilmu, melainkan pengajaran yang mendorong siswa Demi berpikir kritis, bertindak Konkret, dan hidup Serasi dengan alam. Menurutnya, inti hal itu bukan hanya tentang teori, melainkan juga aksi konkret Demi menjaga bumi sebagai amanah dari Allah SWT.

Pendidikan perubahan iklim Bukan akan menghasilkan kurikulum baru, tetapi terintegrasi dalam kegiatan intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler di setiap jenjang pendidikan. Kegiatan intrakurikuler mencakup mengidentifikasi capaian kompetensi yang sesuai dengan fase peserta dan menentukan pada mata pelajaran apa saja Pandai disisipkan.

Kokurikuler terdiri dari kunjungan edukatif ke pusat konservasi atau Letak lainnya termasuk modul projek isu iklim, beberapa Teladan modul di antaranya Kami Pejuang Iklim dan Mencintai Bumi dengan Kearifan Lokal.

Sementara itu, ekstrakurikuler diorientasikan melalui kepanduan seperti Hisbul Wathan Demi sekolah/madrasah Muhammadiiyah atau Pramuka Demi sekolah lainnya, serta menyisipkannya juga pada kegiatan keagamaan, karya ilmiah remaja (KIR) dan Palang Merah Remaja (PMR), termasuk olahraga seperti Tapak Kudus Demi sekolah/madrasah Muhammadiyah atau cabang olahraga lainnya yang sesuai dengan minat sekolah dengan aktivitas berbasis konservasi alam.

Seminar dan lokakarya itu juga mengundang Kaum sekolah Muhammadiyah yang sudah Mempunyai praktik Bagus agar dapat berbagi dan mengispirasi peserta lain. SD Muhammadiyah 3 Denpasar dengan dukungan Majelis Dikdasmen PNF Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Denpasar telah meluncurkan program sedekah sampah plastik Save the Ocean, Stop Plastic Pollution yang dapat dijadikan percontohan bagi sekolah-sekolah lain di pesisir pantai. Juga SMA Muhammadiyah 4 Bengkulu telah berinisiatif memasang solar panel dengan menggalang dukungan dari orangtua murid dan organisasi lingkungan hidup, dengan kepala sekolah akan diundang ke konferensi lingkungan di Brasil Demi berbagai praktik baiknya. Di samping itu beberapa SMK Muhammadiyah telah merintis konversi mesin berbasis fosil ke berbasis listrik.

Insiatif-inisiatif grassroot yang Tetap bersifat sporadis itu perlu didukung dan didesain agar menjadi program nasional yang lebih terencana, luas dan terukur bagi sekolah dan madrasah Muhammadiyah. Tetapi, ikhtiar itu Bukan lepas dari tantangan. Demi pendidikan dasar dan menengah, Sarabrwal et al (2024) dari Bank Dunia berpendapat bahwa foundatioinal skills seperti literasi dan numerasi sangat Krusial bagi siswa Demi dapat memahami tantangan perubahan iklim dan Kesempatan apa yang dapat ditawarkan transisi hijau kepada mereka dan masyarakat. Dalam hal itu, seiring dengan turunnya skor Programme for International Student Assessment (PISA) Indonesia, tantangannya ialah meningkatkan foundational skills ini sejak Awal. Oleh karena itu, pengarusutamaan pendidikan perubahan iklim ke dalam kurikulum yang Terdapat perlu dilakukan dengan cermat agar secara simultan juga menguatkan aspek ini.

Cek Artikel:  Organisasi Masyarakat dan Tuberkulosis

Peluncuran Panduan Kurikulum Perubahan Iklim oleh Kemendikdasmen RI perlu mendapatkan apresasi, tetapi Bank Dunia mengingatkan agar para pendidik dan orangtua juga memberikan perhatian besar pada foundational skills dan menggunakannya sebagai katalis Demi memperkenalkan kesadaran iklim kepada peserta didik.

Selain itu, kapasitas guru perlu ditingkatkan. Menurut survei Bank Dunia baru-baru ini di enam negara berpendapatan menengah seperti Bangladesh, Chad, Yordania, Nigeria, Pakistan, dan Tajikistan yang melibatkan 2.547 guru, 71% menjawab setidaknya satu pertanyaan dasar tentang iklim dengan salah, padahal 87% mengira telah memasukkan isu perubahan iklim ke pengajaran mereka.

Dalam konteks Indonesia, pada sesi awal seminar dan lokakarya ini meskipun para peserta memahami pentingnya kesadaran iklim dimiliki peserta didik, mereka Tetap belum Mempunyai gambaran yang konkret bagaimana memulainya dan output apa yang akan dihasilkan. Hal itu menunjukkan perlunya isu iklim masuk secara tematik-pedagogis dalam pendidikan guru Bagus pre-service maupun in-service training, Bagus di tingkat perguruan tinggi Muhammadiyah maupun dalam pengembangan profesionalisme guru berkelanjutan.

Terkait dengan pendidikan vokasi di SMK, balai latihan keterampilan kursus, politeknik, dan perguruan tinggi Muhammadiyah perlu penekanan Tertentu dalam pembaruan kurikulum yang relevan dengan kebutuhan DUDI (dunia usaha dan dunia industri), dalam hal ini misalnya teknologi kendaraan listrik dan Kekuatan terbarukan serta pelatihan guru produktif di bidang teknologi terkini berbasis artificial intelligence. Kemitraan dalam bentuk public-private partnership melibatkan industri lokal, nasional dan Mendunia Demi memastikan magang, penempatan kerja dan kewirausahaan akan meningkatkan relevansi kurikulum perubahan iklim pada bidang pendidikan dan pelatihan vokasi itu menjadi lebih konkret.

Dalam waktu yang Bukan terlalu Pelan diprediksi ikhtiar transisi Kekuatan, audit Kekuatan, dan kebutuhan Kekuatan terbarukan akan semakin menjadi keniscayaan bukan hanya di sektor industri, melainkan juga kehidupan masyarakat sehari-hari. Dengan demikian, tantangan itu dapat diubah dan dimanfaatkan menjadi Kesempatan besar bagi amal usaha pendidikan dan pelatihan Muhammadiyah.

Akhirulkalam, seminar dan lokakarya itu diharapkan menjadi pemantik awal upaya pendidikan dan pelatihan perubahan ikim yang lebih holistis Demi amal-amal usaha pendidikan Muhammadiyah bukan hanya jenjang dasar, menengah, nonformal, melainkan juga perguruan tinggi agar dapat menjawab urgensi climate action dan kebutuhan masyarakat yang semakin kompleks dan berkembang.

Mungkin Anda Menyukai