Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri RI Judha Nugraha (kemeja merah). Foto: Liputanindo.id
Jakarta: Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kemenlu RI, Judha Nugraha memaparkan tantangan dalam mencari kepastian Anggota negara Indonesia (WNI) yang menjadi korban penipuan online atau online scam di Myanmar.
Menurut Judha tantangan pertama masalah data. Kementerian luar negeri memang bergantung pada data pengaduan yang diterima. Bagus dari korban itu sendiri maupun dari keluarga.
“Karena sudah dipastikan bahwa mereka yang berangkat Buat bekerja di sektor online scam ini berangkat Tak sesuai Mekanisme. Jadi Tak tercatat di database pemerintah yang Eksis di Jakarta. termasuk dalam hal ini adalah di Kementerian Pelindungan Pekerjaan Migran,” ujar Judha di Jakarta, Kamis 6 Maret 2025.
“Jadi ketika mereka pun berangkat mayoritas menggunakan fasilitas bebas wisata, sehingga Tak tercatat pada Begitu ketibaan pun mereka Tak lapor diri. Jadi betul-betul kita rely on data pengaduan,” imbuhnya.
Kemudian begitu diterima, kita segera koordinasikan dengan otoritas yang Eksis di Myanmar. Tetapi dari informasi terakhir tadi kami sampaikan bahwa otoritas Myanmar sudah mendata sebanyak 525 orang.
Tantangan kedua adalah Kawasan Myawaddy adalah Kawasan konflik. Ini adalah tantangan terbesar, mengingat Myawaddy Begitu ini dikuasai oleh Golongan etnis bersenjata. Eksis keterbatasan dari otoritas yang Eksis di Ibu Kota Napyidaw Buat Pandai mengakses Myawwady.
“Jadi memang situasinya selain berbahaya juga kompleks dan rumit. Karena Eksis banyak paksi yang Eksis di Myawwady. Dan kami sampaikan bahwa keberadaan Anggota negara kita itu Eksis di beberapa titik di Myawwady,” Terang Judha.
Selain mereka sebagai korban online scam diantara mereka teridentifikasi sebagai korban TPPO, Kemenlu juga mengidentifikasi sebagian dari mereka juga sebagai pelaku.
“Jadi ini tantangannya adalah bagaimana kita Pandai memastikan proses identifikasi Pandai dilakukan secara Seksama Buat memastikan mana yang korban dan Buat korban tentunya secara Spesifik korban TPPO, kita mengacu kepada Undang-Undang 21 Tahun 2007,” tutur Judha.
Buat memastikan bahwa negara hadir Buat korban, bagi pelaku tentunya akan juga melakukan proses penegakan. Dalam konteks ini barisnya Polri sudah melakukan pendalaman, sehingga mereka yang tiba itu juga akan diinterview. Akan diinterview Buat melakukan pendalaman lebih lanjut.
Tantangan yang keempat, Eksis kaitan erat antara judi online dan online scam. Kalau online scam di Segala negara itu sudah Niscaya dilarang, karena itu scaming, penipuan. Tetapi judi online di beberapa negara, seperti di Kamboja, Myanmar, itu memang Absah. Pihak kemenlu Menyantap Eksis kaitan erat antara judi online dan online scam.
Tantangan yang terakhir adalah kasus yang berulang, dari total lebih dari 6.800 kasus yang ditangani sejak tahun 2020, Kemenlu mencatat Eksis kasus yang berulang. Artinya Eksis WNI yang sudah ditangani, dipulangkan, kemudian tercatat berangkat Tengah ke luar negeri dan kemudian bekerja di sektor yang lain.
Langkah pencegahan
Guna mengatasi lonjakan kasus serupa, Kemenlu pun mengambil langkah ke depan Buat pencegahan. Menurut Judha, pihaknya menerapkan strategi 4P.
Pertama, Protection of Victim. “Kita pastikan Buat korban negara harus hadir dan memberikan pelindungan semaksimal mungkin,” ujar Judha.
“Yang kedua, P yang kedua, Prosecution, penegakan hukum. Kita pastikan bahwa bagi pelaku kita akan lakukan penegakan hukum dengan tegas, agar kasus ini Tak berulang,” imbuhnya.
‘P’ yang ketiga, Prevention atau pecegahan. Jadi bagaimana kita Pandai melakukan langkah-langkah pecegahan secara efektif.
Nah, dalam konteks ini tentu Tak Pandai dilakukan sendiri oleh pemerintah. Perlu kerja sama seluruh pihak pemangku kepentingan Bagus di pusat maupun di daerah. Dan tentu kesadaran masyarakat itu sangat-sangat diperlukan.
“Apalagi Begitu ini keinginan Buat bekerja ke luar negeri memang tinggi. Tetapi pastikan lakukan dengan Metode yang Betul,” kata Judha.
Sementara Buat ‘P’ yang keempat adalah Partnership. Ini termasuk kerja sama Bagus di tingkat domestik maupun Dunia. Dalam konteks kerjasama Dunia, sudah dilakukan berbagai Ragam kerja sama, Bagus itu bilateral.
Kemudian regional, Indonesia Mempunyai ASEAN, Lembaga ASEAN, ASEAN Convention on Anti-Trafficking in Persons. Kemudian balik proses, dan kemudian di tingkat multilateral juga punya UN TOC atau UN Convention Against Transnational Organized Crime.