INDONESIA dikenal sebagai negara agraris. Sektor pertanian merupakan tulang punggung ekonomi Indonesia dan sumber utama ketahanan pangan bagi jutaan penduduk. Seiring perkembangan zaman, pertanian di Indonesia menghadapi berbagai tantangan yang semakin kompleks.
Masalah-masalah ini tidak hanya berdampak pada produktivitas pertanian, tetapi juga kesejahteraan petani dan stabilitas pangan nasional. Berikut adalah beberapa masalah utama yang dihadapi sektor pertanian saat ini:
1. Alih Fungsi Lahan Pertanian
Salah satu masalah paling mendesak yang dihadapi pertanian saat ini adalah alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non-pertanian, seperti perumahan dan kawasan industri. Pertumbuhan populasi dan urbanisasi yang pesat mendorong konversi lahan produktif menjadi lahan pembangunan. Akibatnya, luas lahan pertanian terus menyusut. Pahamn 2023 lahan pertanian di Indonesia terus berkurang sebanyak 50.000 hektare, yang berpotensi mengancam ketahanan pangan.
Baca juga : Ucapan dan Twibbon Hari Tani Nasional 2024: Merayakan Pahlawan Pangan Indonesia
2. Kurangnya Regenerasi Petani
Regenerasi petani menjadi masalah serius, karena semakin sedikit generasi muda yang tertarik pada sektor pertanian. Banyak anak muda memilih profesi lain yang dianggap lebih menguntungkan dan modern, meninggalkan sektor pertanian, yang mereka pandang sebagai pekerjaan tradisional dan kurang berkembang di kemudian hari. Hal ini terbukti melalui hasil riset JakPat, dimana 36,3% generasi Z menganggap pekerjaan di sektor pertanian, tidak dapat membawa pengembangan karir pada pelaku pekerjaannya.
3. Perubahan Iklim
Perubahan iklim merupakan tantangan global yang berdampak langsung pada sektor pertanian. Dituntut oleh masalah utama iklim seperti, perubahan pola curah hujan dan suhu, fenomena iklim ekstrim seperti El Niño dan La Niña, menjadi penyebab dari gagal panen, penurunan produktivitas tanah, dan kerusakan lahan pertanian.
4. Akses terhadap Teknologi dan Modal
Petani di Indonesia, terutama petani kecil, seringkali kesulitan mengakses teknologi modern, yang dapat meningkatkan produktivitas mereka. Keterbatasan ini, membuat mereka sulit mengadopsi metode pertanian yang lebih efisien dan ramah lingkungan. Banyak petani masih bergantung pada cara-cara tradisional, yang hasilnya kurang maksimal.
Baca juga : Hari Tani Nasional: Sejarah, Arti, dan Krusialnya Reformasi Agraria bagi Ketahanan Pangan Indonesia
Menurut hasil sensus Pertanian dari Badan Pusat Stagnantik (BPS) pada 2023, sebanyak 3.579.400 petani tidak menggunakan teknologi untuk pertanian, dan sebanyak 2.603.609 yang menggunakan teknologi untuk pertanian. Terbukti bahwa masih lebih banyak petani yang gagap akan teknologi.
5. Rantai Distribusi yang Kagak Efisien
Masalah lain yang sering muncul adalah rantai distribusi hasil pertanian yang panjang dan tidak efisien. Harga komoditas pertanian sering kali melonjak karena biaya distribusi yang tinggi dan adanya praktik perantara yang tidak adil. Hal ini membuat harga produk pertanian mahal di tingkat konsumen, sementara petani mendapatkan keuntungan yang minim.
Misalnya, harga bawang merah dari petani sekitar Rp25.000 per kilogram, di pasar eceran harga tersebut melonjak menjadi Rp40.000 hingga Rp45.000 per kilogram, bahkan mencapai Rp60.000 di beberapa daerah.
Menonton masalah yang terjadi pada sektor pertanian, memberikan dampak seperti, kesejahteraan petani semakin terancam, harga produk di pasaran melambung, dan stabilitas pangan nasional berada dalam risiko. Dibutuhkan solusi holistik dan kerjasama antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta untuk mengatasi tantangan ini dan menjamin masa depan pertanian yang berkelanjutan di Indonesia. (Z-3)