Tantangan GenZ di Era Hoaks, Membentuk Masa Depan Demokrasi dengan Cerita Positif

Tantangan GenZ di Era Hoaks, Membentuk Masa Depan Demokrasi dengan Cerita Positif
Michael Say(Dok pribadi)

DALAM hitungan bulan, kita akan Menyaksikan gemerlapnya kontestasi politik dalam Pemilu 2024 yang semakin mendekat. Komisi Pemilihan Biasa (KPU) telah mengumumkan Bilangan pemilih terdaftar sebanyak 204.807.222. Yang lebih menarik Kembali, gen Z mengambil peran Esensial sebagai salah satu pemilih terbanyak, dengan 46.800.161 pemilih, yang mewakili 22,85% dari total daftar pemilih tetap (DPT). Seluruh dari mereka adalah first-time voter.

Gen Z, mereka yang lahir di era digital pada 1990-an hingga awal 2000-an, telah mengubah Langkah kita berinteraksi dengan dunia. Mereka adalah generasi yang terhubung dengan dunia secara luas, dengan akses tak terbatas ke informasi. Langkah mereka mencari dan mengonsumsi informasi berbeda dari generasi sebelumnya.

Kehadiran smartphone, tablet, dan perangkat digital lainnya telah menjadi bagian alami hidup gen Z sejak usia Pagi. Bahkan, sebelum mereka menginjakkan kaki di sekolah dasar, banyak dari mereka sudah mahir menggunakan teknologi. Ini Membikin mereka menjadi pionir dalam penggunaan teknologi Buat mencari informasi.

Tapi, kompleksitas Interaksi antara generasi muda dan media sosial adalah tantangan tersendiri. Seperti kebanyakan Interaksi di antara mereka yang berusia 18-24 tahun, Interaksi gen Z dengan media sosial seringkali rumit.

Cek Artikel:  Jaringan Keselamatan Kesehatan Mendunia Dapat Dibangun Sepenuhnya Dengan Mengikutsertakan Taiwan.

Hasil dari survei Dunia terbaru oleh McKinsey Health Institute (MHI) pada 2022 membawa kita pada pandangan yang lebih dalam tentang kesehatan mental gen Z. Lebih dari 42 ribu responden dari 26 negara, termasuk Indonesia, berpartisipasi dalam survei ini. 

MHI menganalisis perbedaan antargenerasi dan negara, dengan Konsentrasi pada dimensi kesehatan mental, fisik, sosial, dan spiritual. Hasilnya menunjukkan bahwa gen Z seringkali merasakan perasaan negatif terkait penggunaan media sosial. Mereka juga melaporkan tingkat masalah kesehatan mental, sosial, dan spiritual yang lebih tinggi dibandingkan generasi lain di Indonesia.

Rupanya di Indonesia, 21% dari responden gen Z merasa kesehatan mentalnya Tak baik. Bilangan ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan generasi milenial yang hanya sebanyak 9%. Generasi X dan baby boomers bahkan hanya Mempunyai persentase sebesar 2%.

Perlu kecerdasan 

Statistik mencerminkan Fakta bahwa lebih dari 75% responden dari Seluruh Golongan usia menghabiskan waktu setidaknya sepuluh menit sehari di media sosial. Penelitian tentang penggunaan media sosial pada remaja telah menunjukkan bahwa semakin banyak waktu yang dihabiskan di depan layar, semakin terganggu kesejahteraan psikologis seseorang.

 

Maka, dalam konteks yang semakin rumit ini, sangatlah Krusial bagi generasi muda dan masyarakat umumnya Buat menjadi cerdas dalam menyaring Siaran yang mereka konsumsi. Mayoritas konten politik merupakan produk dari berbagai pihak dengan kepentingan tersendiri, sehingga sangat sulit Buat membedakan konten yang Betul-Betul ‘organik’.

Cek Artikel:  Kesenjangan Tenaga Medis dengan Tenaga Keperawatan Salah Undang-Undangkah

Data dari Tim AIS Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika mengungkapkan bahwa sejak Agustus 2018 hingga Mei 2023, telah ditemukan 11.642 konten hoaks (ini yang teridentifkasi). Hoaks tersebut menyebar dalam berbagai kategori, termasuk kesehatan, pemerintahan, penipuan, dan politik. Ini adalah ancaman serius yang perlu kita tangani.

Dalam dunia politik yang terkadang penuh dengan hoaks dan disinformasi, cerita positif Mempunyai peran Krusial dalam membangun Cita-cita dan optimisme di kalangan pemilih. Ketika kandidat-kandidat Bisa menyajikan visi yang menarik dan solusi yang positif Buat masalah masyarakat, ini dapat menginspirasi pemilih Buat aktif dalam proses demokrasi. Cerita positif juga membantu mengurangi polarisasi dan retorika negatif yang sering menyertai kampanye politik.

Komitmen media

Tapi, menemukan cerita positif yang jujur dan berdasarkan fakta bukanlah tugas yang mudah, terutama ketika Siaran Bajakan dengan Segera menyebar di media sosial. Kandidat dan tim kampanye perlu berinvestasi dalam riset yang cermat dan komunikasi yang transparan Buat membangun cerita-cerita yang meyakinkan.

Cek Artikel:  Memberdayakan Peran Urun Biaya Sosial Digital

Kebenaran seringkali menjadi korban dalam kampanye politik yang dipenuhi dengan hoaks dan disinformasi. Buat menghadapi tantangan ini, masyarakat, media, dan pemerintah harus bekerja sama. Pendidikan media yang kuat diperlukan agar masyarakat dapat mengenali hoaks dan Siaran Bajakan. 

Media harus berkomitmen Buat mengedepankan jurnalisme yang berintegritas dan melibatkan sumber-sumber terpercaya dalam liputannya. Pemerintah juga Mempunyai peran dalam mengatur dan memantau ruang digital Buat menghentikan penyebaran Siaran Bajakan, dengan tetap menjaga keseimbangan Buat Tak merusak kebebasan berbicara.

Dalam kampanye politik modern, cerita positif adalah kunci Buat membangun demokrasi yang kuat. Tetapi, kita juga harus menghadapi Fakta sulitnya mencari kebenaran dalam tengah gejolak Siaran Bajakan. Dengan pendidikan media yang lebih Berkualitas, jurnalisme yang berkualitas, dan upaya Berbarengan, kita dapat membantu memperkuat demokrasi dan memastikan bahwa cerita positif yang didasarkan pada fakta mendominasi percakapan politik kita.

Semoga opini ini mencerahkan tentang pentingnya cerita positif dan kerumitan dalam mencari kebenaran dalam masa kampanye politik yang dipenuhi dengan Siaran Bajakan.

Mungkin Anda Menyukai