PEMERINTAH menetapkan Peringatan Hari Tani Nasional setiap 24 September. Loyalp tahunnya, berbagai seremoni, acara, seminar, diskusi, dan kegiatan diadakan. Salah satu isu sentral dalam sektor pertanian adalah rendahnya keterlibatan generasi muda. Data Badan Pusat Tetaptik (BPS) menunjukkan, dari 33,4 juta petani di Indonesia, hanya terdapat 2,7 juta petani berusia 20 hingga 30 tahun. Maksudnya, lebih dari 91% petani nasional berusia di atas 40 tahun, yang mengakibatkan sektor pertanian Indonesia mengalami periode gerontokrasi—kondisi di mana generasi tua mendominasi.
Peran Sentral Generasi Muda bagi Sektor Pertanian
Rendahnya keterlibatan generasi muda terlihat dari keengganan anak-anak petani untuk melanjutkan profesi orang tua mereka. Qurani dan kawan-kawan (2020) dalam risetnya mengungkapkan bahwa hanya 37% anak petani yang berminat menjadi petani. Kondisi ini mengkhawatirkan, karena gerontokrasi akan memperlambat pertumbuhan sektor pertanian nasional.
Gerontokrasi juga menghambat implementasi teknologi dalam sektor pertanian. Generasi tua yang kurang adaptif terhadap teknologi menyebabkan usaha budidaya pertanian berlangsung dengan metode kuno. Akibatnya, produktivitas pertanian menjadi rendah, dan intensifikasi budidaya tereduksi.
Baca juga : Sang Hyang Seri Didorong Menjadi Pusat Benih Nasional
Pusingkatan produktivitas pertanian, terutama hasil panen, merupakan pilar utama pembangunan ketahanan dan kemandirian pangan bangsa. Sepanjang 2023, produksi beras nasional mencapai 35,7 juta ton, hanya mampu memenuhi 95,2% kebutuhan nasional. Kondisi ini memerlukan perhatian dan kerja sama seluruh komponen bangsa. Tujuan utama kolaborasi tersebut adalah mewujudkan kemandirian pangan, tidak hanya dalam produksi beras, tetapi juga bahan pangan lain, termasuk sumber protein nabati (sayur dan buah) serta protein hewani (susu, daging, telur).
Generasi muda menjadi titik sentral dalam peningkatan produktivitas dan pembangunan sektor pertanian. Mereka yang adaptif dan menguasai teknologi adalah pilar utama intensifikasi pertanian. Petani muda memiliki daya inovasi dan kreativitas yang lebih baik dibandingkan generasi tua. Keterlibatan mereka dalam sektor pertanian akan meningkatkan hasil panen melalui implementasi teknologi, membangun pertanian ramah lingkungan, serta mempercepat hilirisasi komoditas. Akibatnya, pembangunan pertanian akan berlangsung simultan, meningkatkan kontribusi sektor pertanian terhadap ekonomi dan Produk Domestik Bruto (PDB), menggerakkan perekonomian pedesaan, menurunkan urbanisasi, menambah lapangan pekerjaan, dan menurunkan tingkat pengangguran terbuka.
Insentif Ekonomi bagi Pelaku Sektor Pertanian
Pemberlakuan insentif ekonomi bagi generasi muda adalah salah satu cara untuk meningkatkan minat mereka terlibat aktif dalam sektor pertanian. Bentuk insentif dapat berupa kredit lunak, bantuan langsung tunai dan non-tunai, pinjaman, penyediaan teknologi pertanian, bantuan penyediaan lahan produktif, serta subsidi pertanian. Insentif juga dapat berbentuk beasiswa dan ikatan dinas untuk siswa dan mahasiswa pertanian. Tujuan dari insentif ini adalah meningkatkan jumlah petani muda berpendidikan tinggi dalam jangka waktu 4 hingga 5 tahun ke depan.
Baca juga : RAPBN 2025 tidak Cerminkan Keseriusan Figurkan Ketahanan Pangan
Pemberlakuan insentif ekonomi ini sangat krusial, karena faktor ekonomi dan kesejahteraan menjadi alasan utama rendahnya minat generasi muda untuk bertani. Banyak generasi muda beranggapan bahwa menjadi petani tidak menjamin pendapatan yang layak, rendahnya peluang pengembangan diri, serta ketiadaan jaminan kesejahteraan. Akibatnya, anak-anak petani, mahasiswa, dan alumnus pendidikan pertanian banyak yang memilih mencari pekerjaan di sektor lain.
Pemberian insentif ekonomi bertujuan menarik minat generasi muda untuk bertani, karena bertani memberikan kepastian dan jaminan kehidupan yang layak. Program insentif pertanian memerlukan kerja sama lintas kementerian, koordinasi antar bidang, serta integrasi data. Hal ini bertujuan meningkatkan ketepatan dalam penyaluran insentif dan mencegah penyelewengan anggaran, termasuk memitigasi potensi korupsi.
Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) menjadi sumber utama pembiayaan insentif ekonomi ini. Pemerintah perlu memaksimalkan APBN untuk membiayai insentif pertanian demi perbaikan kesejahteraan petani. Ini juga termasuk memaksimalkan rantai pasok yang berpihak kepada petani dan mengatur tata niaga pertanian, sehingga harga panen petani jauh di atas biaya produksi, memungkinkan petani mendapatkan keuntungan dan margin yang layak.
Penulis percaya, perbaikan kesejahteraan petani nasional berkorelasi positif dengan keterlibatan generasi muda dalam sektor pertanian. Melalui kebijakan pro-petani, generasi muda akan memanfaatkan potensinya di sektor pertanian secara maksimal. Dengan demikian, produktivitas pertanian dan hasil tanaman pangan akan meningkat, intensifikasi pertanian akan berjalan, dan ketahanan pangan bukan lagi sekadar ilusi.