Tangani Aduan, Komnas HAM Keselamatan Korban Jadi Prioritas

Tangani Aduan, Komnas HAM: Keselamatan Korban Jadi Prioritas
Sosialisasi Peraturan Komnas HAM No 1 Mengertin 2024 Tentang Layanan Pengaduan Komnas HAM, di Jakarta .(MI/Devi Harahap)

SETIAP tahun, Komisi Nasional Hak Asasi Insan (Komnas HAM) menerima pengaduan yang jumlahnya mencapai ribuan kasus tentang dugaan pelanggaran HAM. Sepanjang 2024, Komnas telah menerima 1.964 aduan.

Komisioner Komnas HAM Bidang Pengaduan Hari Kurniawan menyatakan setiap pengaduan yang masuk, akan dilayani oleh Bagian Pelayanan Pengaduan untuk dilakukan pemeriksaan dan penelaahan sebelum ditindaklanjuti oleh Bagian Pemantauan/Penyelidikan dan Bagian Mediasi.

“Kepada tidak lanjut pengaduan kasus dugaan pelanggaran HAM yang akan masuk ke pemantauan dan mediasi maksimal harus diselesaikan 7×24 jam. Itu harus sudah didistribusikan ke pihak pemantauan maupun mediasi,” ujarnya saat ditemui Media Indonesia di Jakarta, Kamis (11/10).

Baca juga : Kuasa Hukum 6 Terpidana Kasus Vina Mengadu ke Komnas HAM

Hari menegaskan pihaknya memiliki target waktu dalam penyelesaian berbagai aduan kasus pelanggaran HAM yakni maksimal 3 bulan setelah dilaporkan. Pola penyelesaian kasus ini akan melewati berbagai tahap mulai dari mekanisme pra-mediasi, mediasi hingga pemeriksaan dan pemberian rekomendasi.

“Pada bagian pemantauan dan mediasi, maksimal 3 bulan sudah harus bisa menyelesaikan kasus itu karena memang ada mekanisme pra-mediasi kemudian dilanjutkan mediasi. Pra-mediasi itu adalah penyelesaian keterangan terhadap para pihak baik pihak pengadu, dan pihak-pihak lain yang ada hubungannya dengan materi aduan,”

Cek Artikel:  Penggunaan Jet Pribadi Dipermasalahkan, Kaesang Disebut Siap Bayar Rp360 Juta ke Negara

Waktu penyelesaian 3 bulan itu, lanjut Hari, juga berlaku pada kasus-kasus pengaduan terbanyak seperti konflik agraria yang umumnya menimpa masyarakat adat dan marginal.

Baca juga : Komnas HAM Dorong Pemerintah Hapus Hukuman Tewas di Berbagai Kasus

“Kepada kasus agraria penyelesaian kasusnya itu maksimal 3 bulan. Apabila kemudian ada rekomendasi tapi masih ada potensi-potensi kekerasan, kita akan memantau hasil rekomendasi yang pertama, kemudian mencegah terjadinya keterulangan konflik yang terakhir,” tuturnya.

Kepada sampai tahap pemberian rekomendasi dalam menyelesaikan kasus pengaduan, Hari menjelaskan pihaknya juga akan mendatangkan para ahli hukum dan HAM untuk melihat seberapa besar potensi adanya pelanggaran HAM dalam pengaduan tersebut.

“Kalau di pemantauan sendiri seperti hanya dimediasi, mereka ada permintaan keterangan ke para pihak baik itu pengadu dan teradu, kemudian pemeriksaan turun ke lapangan, termasuk bagaimana mengidentifikasi pemeriksa teradu, lalu baru setelah itu dibuat rekomendasi,” imbuhnya.  

Cek Artikel:  Nusron Wahid jadi ketua Pansus Angket Haji DPR

Baca juga : Kasus Agraria Mendominasi Pelaporan Komnas HAM

Maju berinovasi
Sebagai garda terdepan dalam melayani pengaduan masyarakat yang merasa hak-hak asasinya telah dilanggar, pelayanan pengaduan Komnas HAM menjadi wajah terdepan publik. Atas dasar itu, Komnas HAM terus berinovasi melakukan pembenahan secara berkala, salah satunya dengan menghadirkan layanan pengaduan yang ramah bagi kelompok rentan lewat Peraturan Komnas HAM No 1 Mengertin 2024.

Hari menuturkan lewat Perkomnas tersebut, pihaknya telah melakukan pembaharuan bagi korban dan pelapor dugaan pelanggaran HAM dengan memberikan jaminan keselamatan lewat surat perlindungan khusus.

“Ketika pengadu dan/atau korban merasa dan ada potensi ancaman kekerasan dan kriminalisasi yang dilakukan oleh aparat maupun pihak-pihak yang merasa jadi teradu, kami memberikan surat perlindungan sehingga seluruh pengadu bisa mendapatkan keselamatan perlindungan agar tidak terjadi kekerasan dan pemaksaan yang potensi mengarah pada kejahatan,” imbuhnya.

Baca juga : Komnas HAM Pengusutan Kasus Pembubaran Paksa Obrolan di Kemang Jaksel

Hari menjelaskan surat perlindungan tersebut merupakan bentuk nyata untuk melindungi para korban selama proses pengaduan dan penyelesaian konflik berjalan. Menurutnya, surat ini sangat dibutuhkan bagi pengadu atau korban yang mengalami pelanggaran HAM seperti pada kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), kriminalisasi penggusuran dan perampasan lahan, hingga kejahatan yang bersifat mengancam nyawa.

Cek Artikel:  Bahlil Jokowi Belum Minta Gabung ke Partai Golkar

“Para korban atau pelapor juga bisa mendapatkan upaya perlindungan dalam bentuk surat perlindungan, untuk tidak dilakukan intimidasi dan kekerasan. Bukan hanya untuk korban KDRT, untuk seluruh korban yang berpotensi mengancam nyawa,” jelasnya.

Selain itu, layanan pengaduan Komnas HAM juga dibentuk dengan fitur aksesibilitas yang ramah bagi kelompok rentan seperti disabilitas.

“Kita bangun untuk teman-teman disabilitas melalui profil asesmen untuk menentukan bagaimana kebutuhan teman-teman kelompok rentan termasuk disabilitas dan para masyarakat adat,” jelasnya.

Begitu ini, Komnas HAM memiliki beberapa kanal aduan yang bisa diakses melalui surat, email, www.pengaduan.komnasham.go.id, dan bisa datang langsung ke kantor Komnas HAM pusat serta 6 kantor perwakilan yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia. (J-2)

 

Mungkin Anda Menyukai