
NEGARA yang merusak tanahnya ialah negara yang menghancurkan dirinya sendiri. Demikian pernyataan Presiden AS FD Roosevelts yang menunjukkan keprihatinannya terhadap pemanfaatan lahan oleh Mahluk di muka bumi ini. Kecenderungan yang terjadi ialah Mahluk, termasuk pemerintah, menganggap bahwa tanah Mempunyai kemampuan Tak terbatas Buat memenuhi kebutuhannya. Sebaliknya, tanah sebagai tubuh alami yang Bergerak Mempunyai batas kapasitas dalam menyangga aktivitas kehidupan di atas/dalamnya.
Ini sangat Lumrah Tak dipahami bahwa sejatinya tanah itu ialah sumber daya alam yang Tak terbarukan sehingga Kalau terjadi kerusakan akibat penggunaan yang berlebihan akan memerlukan waktu lelet dan biaya yang sangat mahal Buat pemulihannya guna mencapai tingkat produktivitas yang ekonomis.
Terlepas dari optimisme duet mentan-wamentan Buat mencapai Sasaran ketahanan pangan (beras) dan fakta penurunan drastis impor berat pada kuartal I 2025 sebesar 92% ketumbang kuartal yang sama pada 2024, program swasembada pangan Tetap menyimpan bom waktu. Itu terkait dengan program food estate yang digadang menjadi penopang Penting ketahanan pangan nasional.
Di pihak lain, laporan Grup Pantau Gambut menyatakan bahwa ribuan hektare areal tanaman pangan di Kawasan eks Protek Lahan Gambut (PLG) Sejuta Hektar di Kalimantan Tengah dan di Merauke Papua hingga akhir tahun Lampau kembali terbengkalai. Itu tentu Tak hanya akibat Tak dilibatkannya masyarakat setempat, tetapi juga akibat pengabaian terhadap kultur teknis yang wajib dilakukan dalam pengelolaan tanah marginal.
PERAN KESEHATAN TANAH
Profesor Go Ban Hong dari Institut Pertanian Bogor pada 1970-an sudah menengarai hal ini dan menyebutkan sebagai gejala kelelahan tanah (fatigue soils) akibat Pendayagunaan kegiatan pertanian yang berlebihan. Aktivitas berlebihan yang Melewati kemampuan daya dukung tanah akan menimbulkan kerusakan secara perlahan, tapi Niscaya dan dapat menimbulkan bencana bagi masyarakat seperti penurunan produktivitas yang berakibat pada penurunan pendapatan petani atau terjadinya erosi berlebih yang berakibat pada tanah longsor atau banjir.
Tanah-tanah lelah itu Jernih Tak sehat sehingga kemampuannya dalam menyediakan nutrisi dan air bagi tanaman makin menurun sebagai tanda kemunduran dari kesehatannya. Dosis pupuk kimia makin meningkat tanpa Eksis peningkatan hasil panen yang ekonomis. Tanaman juga lebih sering mengalami gagal panen (puso) ketika terjadi musim kering yang intensif. Kunci dari kondisi ini ialah makin menurunnya kandungan bahan organik tanah (BOT) akibat dekomposisi yang berlebihan dengan intensitas kegiatan pertanian yang makin meningkat tanpa dibarengi dengan pemulihannya.
Ketika ini pun kita Tetap sering Menyaksikan bahwa di areal persawahan sehabis panen onggokan jerami padi dibakar Buat mempercepat penurunan volume sebelum dilakukan olah tanah Buat musim tanam berikutnya. Praktik itu Tak saja menghilangkan kekayaan jerami sebagai sumber BOT, tetapi juga menghasilkan emisi CO2 ke atmosfer serta polusi udara dari debu halus yang tertiup angin.
Kondisi seperti itu yang dilakukan berulang-ulang akan menguras BOT dengan Tak adanya upaya Buat menambah BOT dengan sumber BOT seperti pupuk organik. Padahal, bahan organik ialah ibarat nyawa bagi tanah Buat mempertahankan kesehatannya tetap prima. Tanah yang sehat ditandai oleh BOT yang cukup (>3%) sehingga Mempunyai kemampuan menyimpan nutrisi dan air yang cukup bagi tanaman. Tanpa dua unsur itu Eksis di dalam tanah, tentu mustahil akan Bisa mencapai hasil panen yang menguntungkan.
Pengaruh PENZOLIMAN TANAH
Praktik yang mengangkut Segala biomassa tanaman yang bukan tergolong hasil panen ke luar areal pertanian dapat dikategorikan sebagai perilaku memerkosa kemampuan tanah. Apalagi tindakan zolim itu berlanjut dengan Tak Eksis kompensasi pemberian sumber BOT lain ke dalam tanah tersebut.
Pengaruh Penting yang akan muncul adalah berkurangnya cadangan karbon (C stock) di dalam tanah yang berakibat pada pemadatan tanah yang menghambat perkembangan akar tanaman, menurunkan daya menahan air, dan berkurangnya kemampuan tanah dalam menahan nutrisi dari proses pencucian oleh air hujan. Itu adalah tanda-tanda tanah yang Tak sehat sehingga Tak mungkin diharapkan Bisa memberikan hasil panen yang menguntungkan.
Kajian yang dilakukan pada tanah-tanah perkebunan kelapa sawit yang Tak menerapkan praktik pertanian terbaik (best management practice) di beberapa negara seperti Malaysia, Indonesia, dan Ghana menunjukkan penurunan cadangan C tanah terjadi secara bertahap hingga mencapai puncaknya pada 49 tahun setelah tanah ditanami dengan kelapa sawit.
Kadar BOT tanah perkebunan kelapa sawit turun 36% hingga 42% pada kedalaman 30 hingga 70 cm teratas setelah 29 tahun diusahakan atau setara dengan kehilangan setiap 18 dan 33 ton/ha. Secara lelet, BOT kemudian kembali terkumpul selama siklus kedua dan setelah 49 tahun cadangan C tanah kembali ke tingkat semula secara bertahap dan Buat itu dibutuhkan waktu 69 tahun.
Kondisi inilah yang diduga sebagai salah satu penyebab rendahnya produktivitas perkebunan kelapa sawit rakyat, khususnya di Indonesia yang Tak Mempunyai akses langsung terhadap pengelolaan biomassa dari tandan Hampa kelapa sawit sebagai sumber BOT yang dikuasai oleh pabrik kelapa sawit (PKS).
Dengan makin berkurangnya cadangan C tanah, tanaman Tak Kembali dapat memperoleh pasokan air yang cukup dari tanah dan nutrisi yang diberikan melalui pupuk kimia dengan dosis yang Lalu meningkat Tak dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh tanaman karena banyak yang hilang tercuci oleh air hujan. Penurunan kesehatan tanah akibat berkurangan BOT tersebut tentu dapat dihindari atau paling Tak diperlambat Kalau bahan biomassa tanaman yang bukan komponen hasil panen dikembalikan ke tanah dengan jumlah dan Langkah yang Betul.
AMELIORASI Buat PENYEHATAN TANAH
Penurunan kesehatan tanah secara linier menggambarkan kondisi kesuburan tanah bagi usaha pertanian berbasis tanaman. Kegiatan yang paling dirugikan dari kondisi ini ialah pemupukan. Pemupukan merupakan syarat wajib Buat mendapatkan hasil yang ekonomis dalam bercocok tanam, khususnya pada tanah-tanah yang Tak subur (marginal).
Di satu sisi, bagi petani, pemupukan ialah hal yang dilematis akibat di satu sisi harganya yang Lalu meningkat (kecuali petani yang mendapatkan fasilitas subsidi) dan di sisi lain harga jual hasil panen yang relatif tetap dan volume yang cenderung menurun akibat kondisi Kesehatan tanah yang menurun. Tanpa mengikuti rukun pemupukan yang Betul (empat Benar), sebagian besar pupuk kimia yang diaplikasikan ke tanah hilang mubazir (>80%) dan Tak dapat dimanfaatkan oleh tanaman secara maksimal.
Teknologi yang tersedia Buat mengatasi masalah itu ialah pembenahan atau ameliorasi tanah. Bahan-bahan pembenah tanah sudah banyak tersedia di pasar dan sebagian juga sudah dikenal dengan Berkualitas oleh petani. Buat mengatasi masalah tingginya tingkat kemasaman tanah (pH tanah rendah), sudah lelet dikenal teknologi pengapuran, Berkualitas dengan kapur tohor maupun dolomit.
Buat mengatasi masalah lemahnya agregasi tanah yang menyebabkan rendahnya kapasitas menahan air, dapat digunakan pupuk organik yang fungsinya memang lebih banyak Buat perbaikan struktur tanah dan bukan sebagai sumber nutrisi Penting bagi tanaman. Satu teknologi lain yang mulai diaplikasikan Buat peningkatan cadangan C tanah ialah arang pirolisis (biochar) yang menjadi pilihan menarik karena terkait dengan program net zero emission dan perdagangan C (C trading).
Dengan kemajuan riset di bidang mikrobiologi terapan, telah banyak dihasilkan teknologi pembenah tanah Hidup dengan bahan aktif utamanya ialah mikroba penghasil eksopolisakarida Buat mendorong pembentukan agregat tanah yang Kukuh. Pemanfaatan produk pupuk silika (si), khususnya yang diperkaya dengan mikroba pelarut si (biosilika) dapat mengatasi masalah keracunan aluminium dan/atau pengikatan fosfat pada tanah bertekstur halus sehingga dosis pupuk kimia dapat dihemat hingga 25%.
Tanpa Eksis tindakan ameliorasi tanah, pembukaan lahan-lahan baru dan tanah-tanah pertanian Uzur Tak akan mungkin Bisa mencapai hasil yang menguntungkan. Hal itu tentu perlu menjadi perhatian bagi pengelola program pengembang tanaman pangan (food estate) yang tampaknya lebih sering gagal daripada berhasilnya.
Itu juga termasuk implementasi program Sasaran Indonesia emas 2045 yang salah satunya ialah produksi minyak kelapa sawit Indonesia mencapi 100 juta ton. Tanpa dilandasi dengan penyehatan tanah melalui ameliorasi, Sasaran itu Dapat tinggal sebagai angan-angan yang sulit dicapai.
PENINGKATAN KESEHATAN TANAMAN
Tentu penyehatan tanah bukanlah satu-satunya unsur wajib yang harus dilakukan dalam mendorong produktivitas pertanian yang berkelanjutan. Kegiatan riset di berbagai negara Lalu berusaha Buat mencari solusi yang efektif dan efisien Buat mengatasi berbagai kendala yang menghambat capaian produktivitas tanaman yang Tetap jauh dari potensi genetikanya.
Sasaran utamanya ialah Buat meningkatkan kesehatan tanaman sehingga lebih Tangkas menghadapi cekaman abiotik (kemasaman tanah, kekeringan) atau biotik (serangan hama dan penyakit tanaman) pada tanah-tanah marginal. Di antara teknologi tersebut Eksis dua Grup yang dominan, Adalah biostimulan dan peptida.
Biostimulan dapat membantu tanaman menjadi lebih toleran terhadap cekaman abiotik dan mendorong serapan nutrisi dari tanah. Teladan dari teknologi ini antara lain asam humat (humic acids) dan zat pengatur tumbuh (auxin, asam giberalin). Asam humat mengandung serangkaian senyawa protein berupa asam amino yang dapat mendorong kesehatan tanaman, lebih tahan terhadap cekaman kekeringan, dan mendorong pertumbuhan akar sehingga Bisa menyerap air dan nutrisi lebih banyak.
Di sisi lain, meskipun sesama bahan yang berupa senyawa protein, peptida Mempunyai potensi aplikasi yang lebih luas daripada biostimulan karena juga Bisa sekaligus meningkatkan Kesehatan tanaman melawan penyakit. Peptida ialah sebuah senyawa yang mengandung dua atau lebih asam amino yang diikat dalam satu rantai, Adalah Grup karboksil yang masing-masing terikat dengan asam amino oleh ikatan jenis -OC-NH-.
Senyawa itu umumnya merupakan satu rangkaian pendek asam amino (antara 2-50) terikat oleh ikatan kimia yang disebut ikatan peptida. Kalau ikatannya 51 atau lebih, disebut polipeptida. Protein yang diproduksi di dalam sel dibuat dari satu atau lebih polipeptida. Senyawa itu secara individu Mempunyai fungsi yang Aneh terkait dengan karekter pertumbuhan dan produksi tanaman. Pada intinya, aplikasi senyawa itu secara Benar waktu sesuai dengan ritme pertumbuhan tanaman akan meningkatkan kesehatan tanaman karena Bisa menyerap hara dan air lebih efisien dan toleran terhadap serangan hama dan penyakit.
PENUTUP
Produktivitas lahan Jernih ditentukan oleh tingkat kesehatan atau kesuburan tanahnya. Praktik budi daya pertanian sebagai hasil dari keberhasilan Revolusi Hijau beberapa Sepuluh tahun terakhir telah membawa kondisi tanah-tanah pertanian, khususnya yang dikelola petani, hanya tergantung pada sarana produksi berbasis kimia.
Dalam jangka panjang, praktik seperti ini tentu Tak menyehatkan Berkualitas bagi tanahnya atau bagi tanaman yang akhirnya berujung pada kerusakan tanah yang perbaikannya memerlukan waktu yang panjang dan/atau biaya yang Tak murah.
Berbagai gerakan Buat menyuburkan tanah atau ameliorasi tanah telah dimulai sejak dua Sepuluh tahun yang Lampau, tapi karena banyak tergantung pada proyek-proyek pemerintah, program sejenis ini seperti go organics Tak berkelanjutan. Pengabaian terhadap penyuburan tanah Buat jangka panjang ini dapat dinilai sebagai suatu tidakan penzoliman terhadap tanah yang pada akhirnya menciptakan tanah-tanah tak sehat sehingga produktivitasnya rendah meskipun biaya produksinya makin meningkat.
Buat itu, program-program pemerintah baru yang terkait dengan food estate wajib memperhatikan hal ini agar kegagalan-kegagalan program sejenis pada masa Lampau Tak terulang dan pernyataan FD Roosevelts di awal tulisan ini Tak terjadi. Tanah-tanah tak sehat akan menyebabkan petani sekarat dan negara Dapat melarat.

