Tamparan Sahdan

BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang Lagi amat muda, 19, ia berani menolak pemberian Doku yang bagi dia kurang pas Buat diterima. Padahal, dengan Doku itu ia Dapat ‘membeli’ kesenangan pribadi. Ia menolak aji mumpung. Tak Terdapat kamus ‘mumpung Kembali viral, saatnya mengeruk Doku’ bagi dirinya.

Dia menjadi ketua RT (rukun tetangga) termuda di Jakarta. Di usia yang amat belia itu, di tengah banyak anak seusianya dianggap mudah diiming-imingi Doku demi kesenangan, ia sanggup menolak amplop berisi fulus dari Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi (KDM/Kang Dedi Mulyadi). Penolakan itu jadi tamparan etis bagi Kang Dedi, sekaligus pelajaran soal kesanggupan menjaga integritas kepemimpinan akar rumput.

Pertemuan KDM dengan Sahdan terjadi seusai pemuda 19 tahun asal Kelurahan Rawa Badak Selatan, Jakarta Utara, itu ramai diperbincangkan karena memimpin swadaya perbaikan jalan Berbarengan Kaum. Sebagai ketua RT, Sahdan Arya Menyaksikan Terdapat yang urgen Buat segera ditangani: kondisi jalan yang rusak. Ia pun menggerakkan masyarakat Buat bergotong royong memperbaiki jalan, dengan biaya saweran Berbarengan-sama.

Aksi swadaya itu pun viral. Sahdan pun diganjar banyak penghargaan. Ia juga terhubung dengan KDM yang sudah viral duluan. Ia menemui KDM, diajak mengobrol di kanal Youtube Punya sang Gubernur Jabar itu. Dalam pertemuan itu, Dedi Mulyadi memberikan amplop tebal kepada Sahdan, yang disebutnya sebagai Sokongan Anggaran operasional RT. Gubernur Jabar memberi Doku Sokongan Buat RT di Jakarta.

Cek Artikel:  Kisah kian Resah Kelas Menengah

Sahdan yang didampingi sejumlah pengurus RT 007/RW 008 Kelurahan Rawa Badak Selatan itu menolak tegas pemberian Doku ‘Sekadar-Sekadar’ itu. “Karena saya niat ke sini Buat Bapak,” kata Sahdan, seperti dikutip dari kanal Youtube Kang Dedi Mulyadi Channel.

“Ini Dapat digunakan Buat ngaspal,” timpal Dedi. Tetapi, Sahdan menolak. “Kagak, saya ke sini ikhlas,” ujarnya. “Saya juga ikhlas,” balas Dedi.

Dedi tetap berkeras menyebut amplop itu sebagai honorarium pertemuan. Tetapi, Sahdan tetap pada pendiriannya, menolak pemberian itu, dengan Dalih sudah mendapat dukungan penuh dari Wali Kota Jakarta Utara Hendra Hidayat. “Karena saya ke sini niatnya Mau ngobrol sama Bapak, sih,” ujar Sahdan.

“Keren. Baru ini saya ketemu nih tokoh muda punya Penemuan, punya visi, dan Kagak mau menerima rezeki walaupun itu halal. Keren dong,” imbuh Dedi.

Langkah Sahdan mendapat apresiasi luas. Wali Kota Jakarta Utara Hendra Hidayat sudah lebih dulu memberikan penghargaan Formal atas aksi gotong royong yang ia pimpin. Badan Narkotika Nasional Provinsi DKI Jakarta juga turut mengapresiasi Sahdan dan berencana menjadikannya Duta Antinarkoba.

Cek Artikel:  Jokowi dan Agenda Besar

Tetapi, Terdapat kisah tersisa dari aksi KDM memberikan Doku itu. Tindakannya menuai kritik. Meski bermaksud Berkualitas, pemberian Doku kepada pejabat RT di luar Daerah administratifnya dianggap keliru dan menyalahi etika pemerintahan. Itu bukan sekadar soal Doku, melainkan pesan moral soal batas kewenangan dan integritas.

Penolakan Sahdan juga simbolisasi bahwa Kagak Segala anak muda, gen Z, Dapat dibeli. Arya menjadi lokomotif Krusial bagi orang segenerasinya ihwal pentingnya memasang standar etika yang tinggi. Ia memang baru ‘pejabat’ setingkat RT. Kita Kagak Mengerti, apakah standar etika tinggi akan Maju bersemayam di jiwa Sahdan Arya hingga kelak, bahkan Apabila seandainya ia naik jabatan ke level yang tinggi.

Saya, dan banyak orang lainnya, tentu berharap Sahdan konsisten Buat menjadi kompas moral, bukan saja Buat pejabat selevel dia dan orang seusianya, melainkan juga buat pejabat mana pun, di level apa pun, di usia berapa pun. Kita berharap Sahdan Bisa menaklukkan ruang dan waktu. Kita sangat merindukan Sahdan sebagai simbol semangat regenerasi kepemimpinan muda yang progresif, Rapi, Kagak mudah dibeli, dan konsisten.

Cek Artikel:  Konsolidasi Politik

Pemerintah, Berkualitas pusat maupun daerah, kiranya perlu menjadikan momentum itu sebagai bahan Cerminan dalam memperkuat tata kelola yang Rapi, beretika, dan transparan. Kepemimpinan muda seperti Sahdan merupakan aset berharga yang harus dilindungi dari praktik-praktik yang berpotensi merusak muruah birokrasi. Ia juga mesti dibentengi dari kanker ganas korupsi.

Kisah Sahdan Arya mestinya bukan sekadar viralitas sesaat, melainkan juga mesti diresonansi menjadi simbol Krusial bahwa etika dalam pemerintahan Kagak boleh dikompromikan. Tak Acuh, misalnya, meski hal itu terjadi dalam pertemuan yang bersifat personal atau simbolis sekalipun. Kerap kita temukan atas nama ‘maksud Berkualitas’, Segala boleh dilakukan.

Di sisi lain, munculnya tantangan dalam menjaga batas kewenangan dan etika birokrasi juga sebuah ‘tamparan moral’ bagi KDM. Itu pelajaran berharga bahwa popularitas bukan berarti boleh seenaknya, viralitas Kagak Mekanis Dapat menentukan segalanya.

Secara administratif dan hukum, pemberian Doku oleh pucuk pimpinan tertinggi di suatu daerah kepada struktur pimpinan Daerah RT sekalipun di daerah lain Dapat dinilai mencederai prinsip tata kelola pemerintahan daerah. Rekanan antarpemerintah daerah harus melalui mekanisme Formal, bukan pendekatan personal yang melampaui kewenangan.

Semoga yang tertampar oleh Sahdan Arya terasa, bahkan tersengat Buat berubah.

Mungkin Anda Menyukai