Taman Makam Koruptor

PANTASKAH koruptor disebut pahlawan? Anak kecil saja tahu, jawabannya tentu tidak. Kalau begitu, kenapa ada koruptor yang dimakamkan di taman makam pahlawan atau TMP? Buat pertanyaan yang satu ini, kepala profesor pun bisa pening karena memikirkan jawabannya.

Koruptor jelas bukan pahlawan. Keduanya bertolak belakang. Ibarat bumi dan langit. Bak utara dan selatan, timur dan barat. Dalam Andas Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pahlawan dimaknai sebagai orang yang berjuang dengan gagah berani dalam membela kebenaran. Pahlawan bangsa ialah pejuang yang bahkan sampai mengorbankan jiwa dan raga untuk membela bangsanya. Ia mulia, sangat mulia. Ia terhormat, amat terhormat.

Koruptor sebaliknya. Ia diartikan sebagai orang yang melakukan korupsi; orang yang menyelewengkan (menggelapkan) uang negara atau (perusahaan) tempat kerjanya. Ia tercela, amat tercela. Ia dianggap laknat, sangat laknat.

Akan tetapi, di negeri ini, negeri yang penuh anomali, koruptor bisa diperlakukan sebagai pahlawan. Tak cuma saat masih hidup, yang sudah meninggal pun sampai perlu dikubur di taman makam pahlawan. Keanehan luar biasa itulah yang baru saja terjadi pada Eddy Rumpoko.

Eddy adalah mantan Wali Kota Batu, Jawa Timur. Dia meninggal pada Kamis, 30 November 2023, setelah sakit diare. Dia mengembuskan napas terakhir dalam statusnya sebagai terpidana kasus korupsi.

Cek Artikel:  Kemerdekaan dan Peradaban

Terdapat dua kasus rasuah yang menjerat Eddy. Pertama, dia kena operasi tangkap tangan KPK pada 2017. Di persidangan kemudian, majelis hakim menyatakan dia terbukti menerima suap Rp295 juta dan satu unit Toyota Alphard dari pengusaha. Eddy divonis 3 tahun penjara di pengadilan tingkat pertama, lalu diperberat menjadi 5 tahun 6 bulan di kasasi.

Pada Mei 2022, Eddy yang karib disapa Sam (Mas) ER itu kembali tersangkut perkara korupsi, terkait gratifikasi. Dia pun kembali divonis 7 tahun penjara oleh majelis hakim PN Surabaya. Durasi hukuman ini tak berubah di tingkat banding dan kasasi. Dalam putusannya, hakim juga mewajibkan Eddy membayar uang pengganti kerugian negara Rp45,9 miliar. Nyaris Rp50 miliar. Jumlah yang tidak sedikit, amat banyak.

Sebagai koruptor, Sam ER semestinya tak diperlakuan istimewa. Tetapi, lain kata beda fakta. Dia justru dianggap sebagai pahlawan dan mendapat kaveling 2×1 meter di TMP Kota Batu.

Prosesi pemakaman ER juga layaknya pahlawan-pahlawan lain. Peti matinya diselimuti bendera merah putih dan dipanggul beberapa anggota TNI. Pokoknya mendiang diperlakukan sangat terhormat seolah tokoh yang sangat berjasa bagi kehormatan bangsa dan negara.

Cek Artikel:  Tentang Rp271 Triliun

Sebagai manusia, kita, termasuk saya, ikut berduka atas meninggalnya ER. Akan tetapi, tak berlebihan pula banyak yang kecewa, kesal, geram dengan realitas aneh bin ajaib itu. Mereka mengkritik, mengecam perlakuan luar biasa kepada seorang koruptor. KPK pun terheran-heran. Istri aktivis HAM almarhum Munir, Kuduswati, bahkan menyebut moral semakin bejat.

Dinas Sosial Kota Batu berdalih, ER dikubur di TMP berawal dari inisiatif Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI). Dasarnya, almarhum pernah mendapat penghargaan dari LVRI pada 2015 di Jakarta. Singkat cerita, jasad ER yang semasa hidupnya koruptor kini bertetangga dengan jasad para pahlawan yang benar-benar pahlawan di taman makam pahlawan.

Taman makam pahlawan identik dengan peristirahatan orang-orang yang berjasa kepada bangsa ini. Kagak semua orang bisa dimakamkan di sana. Syarat-syaratnya terbilang ketat. Kagak sembarangan, bukan obralan.

Undang-Undang No 20 Mengertin 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan, yang diperjelas dengan Peraturan Pemerintah No 35 Mengertin 2010, menyebutkan siapa saja yang berhak dimakamkan di TMP. Mereka antara lain WNI yang bergelar pahlawan nasional, juga WNI yang memiliki Tanda Kehormatan Bintang Republik dan pemilik Tanda Kehormatan Bintang Mahaputera. Penerima tanda kehormatan sebagai veteran dan empunya Bintang Gerilya juga boleh beristirahat selamanya di TMP.

Cek Artikel:  Profesor Autentik

Sebagai penerima tanda kehormatan LVRI, Sam ER memang memenuhi salah satu kriteria itu. Tapi, kalau sebagai koruptor dia akhirnya bisa berbaring di TMP, itulah keanehan Indonesia yang tak ada di negara lain. Keanehan yang menjungkirbalikkan kewarasan.

TMP memang incaran banyak orang sebagai rumah terakhir. Ia berarti kehormatan, meski yang dimakamkan di sana belum tentu terhormat.

Cocok kiranya proklamator Bung Hatta yang menolak dimakamkan di TMP Kalibata. “Apabila saya meninggal dunia, saya ingin dikuburkan di Jakarta, tempat diproklamasikan Indonesia Merdeka. Saya tidak ingin dikubur di Makam Pahlawan (Kalibata). Saya ingin dikuburkan di tempat kuburan rakyat biasa yang nasibnya saya perjuangkan seumur hidup saya,” begitu surat wasiat yang ditulisnya pada 10 Februari 1975.

Bung Hatta barangkali tahu ada yang tak patut menjadi pahlawan, tapi dimakamkan di taman makam pahlawan. Hal itu pun terkonfirmasi kini. Jangan sampai TMP nanti bersulih nama menjadi TMK, taman makam koruptor. Genting betul kalau begitu.

Mungkin Anda Menyukai