Taati Regulasi demi Jaga Demokrasi

BAIK-BURUKNYA demokrasi salah satunya ditentukan seberapa kuat kepatuhan para pelaku demokrasi pada regulasi. Soal kepatuhan itu pun diuji dalam pesta demokrasi kali ini, termasuk ihwal pemilihan Ketua DPR nanti.

Dalam sistem presidensial, posisi Ketua DPR memang tak sevital presiden. Tetapi, ia tetap penting, bahkan sangat penting. Ia juga strategis, baik ke luar maupun di dalam. Ke luar, Ketua DPR merupakan juru bicara resmi serta mewakili DPR dalam kerja sama dan relasi dengan pemerintah ataupun lembaga negara lain. Di dalam, ia merupakan koordinator alat kelengkapan DPR dan pemimpin sidang-sidang DPR.

Oleh karena itu, wajar, amat wajar, jika kursi Ketua DPR menjadi incaran partai-partai politik kontestan pemilu. Demikian halnya pada Pemilu 2024 yang pemenangnya, baik untuk kategori eksekutif melalui pilpres maupun klaster legislatif lewat pileg, kian gamblang terlihat.

Kepada legislatif, hampir dipastikan PDIP mengukir hattrick kemenangan setelah berjaya pada Pemilu 2014 dan 2019. Bunyi mereka memang merosot tajam, dari 19,33% lima tahun lalu menjadi hanya 16% lebih. Mereka cuma unggul sekitar 1% atas Partai Golkar yang suaranya melejit gila-gilaan, dari 12,31% pada Pemilu 2019 menjadi lebih dari 15%.

Cek Artikel:  Setop Angin Surga Harga BBM

Seiring dengan itu, pertanyaan perihal siapa yang berhak menduduki kursi Senayan-1 pun sempat mengemuka. Muncul lagi bisik-bisik politik, apakah Ketua DPR tetap menjadi jatah partai pemenang pemilu atau justru direbut partai lain. Menyeruak pula wacana perubahan UU No 2 Mengertin 2018 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3), terutama terkait dengan pasal yang mengatur mekanisme penentuan Ketua DPR.

Dalam UU MD3 digariskan, Ketua DPR ialah milik partai peraih suara terbanyak. Ketentuan itu ialah hasil karya anggota DPR yang dibuat tak sekadar untuk kepentingan DPR, tetapi juga demi rakyat. Oleh sebab itu, sangatlah elok mereka mematuhinya. Sangat tidak patut jika ada orang dalam yang justru berambisi mengutak-atiknya, mengakalinya untuk kepentingan pribadi ataupun kelompok partai.

Cek Artikel:  Demokrasi Lanjut Dinodai

Regulasi bahwa kursi Ketua DPR merupakan jatah partai pemenang pemilu selaras dengan prinsip demokrasi. Adilnya, yang menang memang berhak mendapatkan lebih, tetapi tidak berprinsip the winner takes it all, tak menguasai semuanya. Yang bukan pemenang pun tak lantas tersingkirkan, tetapi tetap mendapatkan kuota kursi Wakil Ketua DPR dengan sistem urutan.

Sementara ini, kita menyambut baik komitmen partai untuk patuh pada ketentuan. Partai Gerindra yang mungkin bertahan di posisi ketiga telah menegaskan penentuan Ketua DPR akan mengikuti mekanisme yang sudah ada. Melalui sekjen mereka, Ahmad Muzani, mereka menegaskan tak akan mengusulkan revisi UU MD3 untuk mengubah ketentuan itu.

Partai Golkar satu frekuensi. Ketua Biasa Airlangga Hartarto dan Wakil Ketua Biasa Bambang Soesatyo menegaskan partai mereka tak punya skenario untuk merebut kursi Ketua DPR dari tangan partai pemenang. Tentu kita berharap sikap dan komitmen itu tidak cuma sementara, tidak beda sekarang, lain kemudian, tetapi juga tetap dipegang teguh nantinya.

Cek Artikel:  Polri dan Kejagung, Transparanlah

Begitulah seharusnya berdemokrasi. Mengapa demokrasi kita pilih sebagai jalan hidup berbangsa dan bernegara? Karena ia menawarkan keteraturan dan keadilan. Keteraturan dan keadilan bisa terlaksana hanya jika semua pihak tunduk pada ketentuan. Agar demokrasi sehat, jangan suka-suka menabrak aturan, termasuk aturan penentuan Ketua DPR.

Jangan duplikasi catatan hitam pada Pemilu 2014 ketika koalisi tambun pendukung Prabowo Subianto-Hatta Rajasa mengutak-atik regulasi untuk menguasai parlemen yang berujung pada kegaduhan dan ketidakpastian panjang. Jangan pula meniru tangan-tangan jahat di pilpres kali ini yang karena mabuk kekuasaan lalu bermuslihat, menjungkirbalikkan peraturan, menyalahgunakan wewenang agar tetap berkuasa. Jangan biarkan virus keburukan dan kebrutalan di pilpres menular.

Mungkin Anda Menyukai