Syarat Absah Perjanjian yang Wajib Diketahui

Liputanindo.id – Eksis banyak jenis perjanjian yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya perjanjian kerja, perjanjian sewa rumah, perjanjian utang piutang, perjanjian kerja sama, dan sebagainya. Sedangkan terkait pembuatannya, ada beberapa syarat sah perjanjian yang wajib dilengkapi agar perjanjian tersebut berstatus sah di mata hukum. Simak syarat sah perjanjian yang dijelaskan di bawah ini.

Definisi Perjanjian

Sebelum membahas syarat sah perjanjian, kita harus memahami definisi perjanjian. Heningbil dari KBBI, perjanjian adalah persetujuan (tertulis atau dengan lisan) yang dibuat oleh dua belah pihak atau lebih, masing-masing bersepakat akan menaati apa yang tersebut dalam persetujuan tersebut.

Dilansir dari artikel Perbedaan antara Perikatan dan Perjanjian, pada intinya perjanjian dan persetujuan memiliki makna yang sama. Apabila didefinisikan, perjanjian dan persetujuan merupakan peristiwa hukum di mana dua pihak atau lebih saling mengikatkan diri untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang memunculkan adanya hubungan hukum.

Eksispun mengenai perjanjian atau persetujuan, ketentuan Pasal 1338 KUH Perdata menjelaskan bahwa semua persetujuan yang disepakati sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan tersebut tidak dapat ditarik kembali kecuali dengan kesepakatan kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang disebutkan dalam undang-undang. Persetujuan harus dijalankan dengan iktikad baik.

Cek Artikel:  Pencernaan Sehat Bantu Optimalkan Tumbuh Kembang Anak dan Hindari Stunting
Ilustrasi perjanjian. (Pixabay)

Syarat Absah Perjanjian

Menurut Pasal 1320 KUH Perdata, ada empat syarat sah perjanjian yang harus diketahui, antara lain:

Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya

Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya disederhanakan menjadi kesepakatan para pihak. Dalam pengertian ini, kesepakatan berarti terdapat penyesuaian kehendak yang bebas antara para pihak terkait hal-hal pokok yang diinginkan dalam perjanjian.

Dalam hal ini, setiap pihak harus mempunyai kemauan yang bebas (sukarela) untuk mengikatkan diri, di mana kesepakatan tersebut bisa dinyatakan secara tegas ataupun diam-diam. Sedangkan makna dari bebas yaitu lepas dari kekhilafan, paksaan, dan penipuan.

Apabila terdapat unsur kekhilafan, paksaan, atau penipuan, berarti hal ini melanggar syarat sah perjanjian. Ketentuan tersebut seperti yang sudah diatur dalam Pasal 1321 KUH Perdata yang menjelaskan bahwa tidak ada suatu persetujuan pun memiliki kekuatan jika diberikan karena kekhilafan atau didapatkan dengan paksaan atau penipuan.

Cek Artikel:  Gaya Hidup Sehat Bantu Menjaga Penularan Virus HPV

Kecakapan untuk membuat suatu perikatan

Dalam konteks kecakapan untuk membuat suatu perikatan, yang menjadi subjek yaitu pihak-pihak yang dilibatkan dalam perjanjian tersebut. Pasal 1329 KUH Perdata menjelaskan bahwa tiap orang memiliki kewenangan untuk membuat perikatan, kecuali ia dinyatakan tidak memiliki kecakapan untuk hal tersebut.

Mengenai siapa yang dinyatakan tidak cakap, Pasal 1330 KUH Perdata menjelaskan bahwa yang tidak cakap untuk membuat persetujuan antara lain anak yang belum dewasa; orang yang ditaruh di bawah pengampuan; dan perempuan yang sudah kawin dalam hal yang ditentukan undang-undang dan pada umumnya semua orang yang menurut undang-undang dilarang untuk membuat persetujuan tertentu.

Suatu sebab yang tidak terlarang

Hal ini berhubungan dengan isi perjanjiannya atau tujuan yang akan dicapai oleh para pihak yang terlibat. Isi dari sebuah perjanjian tidak diperbolehkan bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, ataupun dengan ketertiban umum.

Hal ini ditetapkan sesuai dengan ketentuan Pasal 1337 KUH Perdata yang menjelaskan bahwa suatu sebab adalah terlarang, jika sebab itu dilarang oleh undang-undang atau bila sebab itu bertentangan dengan kesusilaan atau dengan ketertiban umum.

Cek Artikel:  Parfum dengan Aroma Teh Aneh Dapat Jadi Pilihan untuk Dapatkan Sensasi Menenangkan

Suatu pokok persoalan tertentu

Mengenai suatu pokok persoalan atau hal tertentu maksudnya adalah apa yang menjadi perjanjian atau diperjanjikan oleh kedua belah pihak. Pada intinya, barang yang dimaksud dalam perjanjian ditentukan oleh jenisnya, yaitu barang yang dapat diperdagangkan. Hal ini dilandaskan pada ketentuan Pasal 1332 KUH Perdata yang mengungkapkan bahwa hanya barang yang bisa diperdagangkan saja yang dapat menjadi pokok persetujuan.

Selanjutnya, Pasal 1333 KUH Perdata menjelaskan bahwa suatu persetujuan harus memiliki pokok berupa suatu barang yang sekurang-kurangnya ditentukan jenisnya. Jumlah barang tersebut tidak perlu pasti, asalkan jumlah tersebut selanjutnya dapat ditentukan atau dihitung.

Demikianlah ulasan tentang syarat sah perjanjian yang ditetapkan sesuai dengan undang-undang. Semoga informasi ini bermanfaat.

Ikuti artikel-artikel menarik lainnya juga ya. Kalo kamu mau tahu informasi menarik lainnya, jangan ketinggalan pantau terus kabar terupdate dari ERA dan follow semua akun sosial medianya! Bikin Paham, Bikin Nyaman…

Mungkin Anda Menyukai