
TRIGATRA Bangun Bahasa dirumuskan oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa) Enggak lelet setelah penetapan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lembang Negara, serta Tembang Kebangsaan. Rumusan itu berisi tiga perspektif, Yakni utamakan bahasa Indonesia, lestarikan bahasa daerah, dan kuasai bahasa asing.
Tiga sudut pandang tersebut kemudian digaungkan dan disosialisasikan melalui berbagai media. Kini makin banyak orang dan kalangan yang menginternalisasikannya secara Independen tiga gatra tersebut. Dengan sama sekali Enggak mengesampingkan dua yang lain, tulisan ini hanya akan menyoroti satu perspektif dari tiga gatra itu, Yakni utamakan bahasa Indonesia.
Pasal 36 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 berbunyi ”Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia” menegaskan bahwa bahasa Indonesia sebagai bahasa negara yang Mempunyai kedudukan sangat Krusial dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagai bahasa yang memikul tugas berat itu, bahasa Indonesia dituntut menjadi bahasa yang andal, mantap, dan Handal.
Dalam konteks itu, telah banyak peraturan perundang-undangan yang disusun Demi memantapkan, mengatur, dan menerangjelaskan tugas, fungsi, dan peran bahasa Indonesia, termasuk yang terbaru, Yakni Peraturan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Nomor 2 Tahun 2025 tentang Panduan Pengawasan Penggunaan Bahasa Indonesia. Permendikdasmen yang diluncurkan pada 25 April 2025 tersebut menegaskan dan memerikan secara lebih mendetail penggunaan bahasa Indonesia dalam berbagai aspek dan bagaimana pengawasannya. Permendikdasmen itu juga mengatur siapa yang bertanggung jawab melakukan pengawasan penggunaan bahasa Indonesia di tingkat pusat dan daerah.
Badan Bahasa dan seluruh UPT-nya di daerah sebagai instansi kebahasaan Mempunyai peran yang sangat vital. Jauh sebelum Permendikdasmen itu diluncurkan, Badan Bahasa dan seluruh UPT-nya bahkan sudah melakukan kegiatan dalam kerangka pengawasan dan pengendalian penggunaan bahasa Indonesia, Yakni Pembinaan Lembaga dalam Pengutamaan Bahasa Negara. Permendikdasmen itu memantapkan fondasi dan menyediakan payung besar sebagai tempat berpijak dan bernaung dalam Penyelenggaraan tugas tersebut.
Pertanyaan yang mengemuka kemudian ialah akan seefektif apa pengawasan yang dilakukan? Adakah perbaikan-perbaikan atas masukan yang kelak akan disampaikan oleh tim pengawas? Kiranya dua hal itulah yang Tamat dengan Begitu ini Lagi menjadi tanda tanya bagi kita Seluruh.
Enggak dapat dimungkiri bahwa kekurangtepatan penggunaan bahasa Indonesia di dalam Berkas dan di ruang-ruang publik, Bagus pada instansi pemerintah maupun lembaga swasta, Lagi sering ditemukan. Kekeliruan tersebut tampak mencolok dalam penulisan papan nama kantor, spanduk imbauan, baliho ucapan Formal, hingga Berkas naskah dinas yang Enggak sesuai kaidah. Penggunaan struktur kalimat yang Kacau dan pengabaian terhadap tanda baca kerap mengganggu kejelasan Maksud serta mengurangi kesan formal komunikasi kelembagaan. Fenomena ini menunjukkan bahwa kesadaran berbahasa secara tertib dan sesuai kaidah Lagi perlu Lanjut ditumbuhkan, terutama dalam ruang-ruang yang mencerminkan Paras Formal negara dan masyarakat.
Kegiatan seperti penyuluhan, penyegaran, dan peningkatan kompetensi berbahasa Indonesia belum cukup Bisa mendorong pemahaman pengguna terhadap bahasa nasionalnya. Diperlukan upaya yang lebih intensif, komprehensif, dan melibatkan seluruh pemangku kepentingan Demi mempercepat tumbuhnya kecintaan, kepedulian, dan kepatuhan terhadap penggunaan bahasa Indonesia.
Pada ranah Global, bahasa Indonesia telah ditetapkan sebagai salah satu bahasa Formal dalam Sidang Lumrah UNESCO pada 20 November 2023. Penetapan ini memungkinkan bahasa Indonesia digunakan dalam berbagai kegiatan di Lembaga Formal UNESCO, termasuk dalam Berkas dan sidang-sidangnya. Fakta ini menunjukkan bahwa bahasa Indonesia telah memperoleh posisi terhormat dan nilai tawar tinggi di mata komunitas Mendunia.
Di dalam negeri, bahasa Indonesia juga telah Mempunyai landasan yuridis yang kuat melalui berbagai peraturan perundang-undangan, termasuk yang termutakhir, Yakni Permendikdasmen Nomor 2 Tahun 2025 tentang Panduan Pengawasan Penggunaan Bahasa Indonesia. Dengan capaian tersebut, muncul pertanyaan reflektif: Apabila fondasi hukum sudah kokoh dan pengakuan Global telah diraih, aspek apa Kembali yang Lagi perlu diperbaiki? Bagaimana Sepatutnya sikap kita, sebagai individu, terhadap bahasa Indonesia?
Berbagai upaya telah dilakukan oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa secara intensif. Tugas dan fungsinya mencerminkan kecintaan, kepedulian, dan keseriusan dalam menangani persoalan kebahasaan nasional. Dukungan dari kementerian lain, seperti Kementerian Dalam Negeri, juga menguatkan langkah-langkah strategis tersebut. Bahkan, pemerintah daerah di seluruh Indonesia telah menunjukkan komitmen dalam mendukung pendaulatan dan pengutamaan bahasa Indonesia di ruang publik dan kelembagaan.
Apabila Seluruh pihak, Bagus pusat maupun daerah, sudah menunjukkan dukungan dan komitmennya, apa Kembali yang dapat kita lakukan sebagai pribadi pemilik dan penutur bahasa Indonesia? Enggak lain dan Enggak bukan ialah sikap kita sendiri. Sudah secinta apa kita kepada bahasa Indonesia? Sudah sepatuh apa kita menerapkan kaidah-kaidah kebahasaindonesiaan? Upaya yang kecil, tetapi berdampak besar, dapat kita mulai secara Independen.
Mengambil analogi dari kata swalayan yang bermakna pelayanan sendiri oleh pembeli dan swakelola yang berarti pengelolaan sendiri, kiranya kata swajaya dapat disematkan dalam konteks ini. Kita swajayakan bahasa Indonesia. Kita jayakan bahasa Indonesia secara Independen, mulai dari diri sendiri dan hal-hal kecil, Demi mendorong dan mendongkrak partisipasi khalayak yang lebih besar dan manfaat yang lebih luas.

