BERDASARKAN hasil survei State of Artificial Intelligence (AI) 2024 yang dirilis perusahaan konsultan teknologi modern, Searce, mengungkapkan sebanyak 33% perusahaan menyatakan Argumen Penting menggunakan kecerdasan buatan atau AI Demi meningkatkan pendapatan usaha mereka dan mencari Kesempatan bisnis baru.
Survei dilakukan terhadap 300 eksekutif teknologi senior dan c-suite atau jabatan eksekutif seperti chief AI officer, chief data & analytics officer, chief transformation officer, dan chief digital officer dari berbagai organisasi di Amerika Perkumpulan (AS) dan Inggris yang Mempunyai pendapatan usaha minimal US$500 juta atau Sekeliling Rp7,9 triliun (kurs Rp15.813).
“33% responden merasa adopsi AI Demi meningkatkan revenue bisnis mereka, serta Menonton adanya Kesempatan bisnis baru,” ungkap Country Director Searce Indonesia Benedikta Satya dalam pemaparan hasil survei State of AI 2024 di Jakarta, Selasa (19/11).
Ia menegaskan banyak perusahaan Dunia berlomba-lomba meningkatkan pendapatan usaha dengan Penemuan produk baru. Ketika ditanya kepada responden Demi area bisnis apa saja mereka menggunakan generatif AI, jawabannya adalah Demi mendukung layanan pelanggan dengan presentase 68%, 60% Demi penelitian internal dan 53% diperuntukan pembuatan konten.
“Misalnya, Eksis perusahaan yang sebelumnya hanya menjual kopi saja, tapi sekarang sudah berjualan kopi dengan roti. Jadi, mereka berinovasi dan Bukan terjebak di satu produk saja,” ujar Benedikta.
Selain Demi mendongkrak pendapatan perusahaan, hasil survei State of AI 2024 juga menyebutkan 23% responden mengadopsi AI Demi otomatisasi bisnis guna penghematan atau efisiensi operasional perusahaan. Benedikta menegaskan meski responden yang terlibat berasal dari AS dan Inggris, Tetapi hasil survei tersebut diyakini Bukan berbeda jauh dengan pandangan perusahaan yang Eksis di Indonesia.
“23% responden itu merasa dengan AI mereka Pandai menekan biaya operasional,” ucapnya.
Kemudian, ketika ditanya berapa banyak pendapatan perusahaan yang dialokasikan Demi inisiatif AI di 2024, seperempat responden menyatakan mereka akan membelanjakan Sekeliling US$11-25 juta atau setara Rp174 miliar Tiba Rp396 miliar, dengan 7% tambahan mengatakan perusahaan mereka akan membelanjakan lebih dari US$25 juta pendapatan Demi inisiatif AI di tahun ini.
Di satu sisi, Benedikta menekankan Krusial bagi perusahaan menemukan Kenalan yang dapat membantu mereka mengidentifikasi dan memberikan konsultasi Demi berinovasi dengan AI. Apakah itu berkolaborasi dengan para pemangku kepentingan Demi mengurangi kekhawatiran seputar privasi data, atau mengusulkan solusi kreatif Demi masalah teknologi sebelumnya. Hal ini, katanya, memungkinkan perusahaan Demi mengetahui inti permasalahan terbesar yang mereka hadapi.
Hasil survei State of AI 2024 pun mengemukakan Nyaris dua pertiga atau 63% responden mengaku melakukan pembelian solusi yang sudah Eksis di pasar Demi membantu mereka memenuhi kebutuhan akan teknologi AI, dibandingkan membangunnya secara internal.
Selain itu, 54% mengatakan bahwa mereka telah membeli solusi yang telah tersedia di pasar Tetapi juga bermitra dengan pihak lain Demi layanan yang terkait dengan solusi tersebut. Sementara, hanya 9% yang mengatakan bahwa mereka telah membeli solusi yang tersedia Tetapi tetap mengandalkan sumber daya internal mereka Demi menjalankan bisnis.
“Ketika mereka mau masuk ke AI teknologi, apakah tim mereka sudah siap atau sudah mempunyai pengetahuan tentang AI. Oleh karena itu, banyak responden yang menggunakan pihak ketiga Demi mengelola teknologi AI,” pungkas Benedikta. (J-3)