Mitra saya langsung protes Sembari menunjukkan Informasi di mediaindonesia.com pada 4 Juni 2022. Dia protes atas Informasi yang menyebutkan popularitas Puan ungguli Ganjar.
“Seluruh lembaga survei menyebutkan Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto, dan Anies Baswedan berada di peringkat atas capres 2024. Kok, di Informasi ini disebutkan popularitas Puan Maharani 69,3%, sedangkan Ganjar hanya 61,4%,” temanku meneruskan protesnya. Ia kembali menikmati kopi panas dengan menyeruputnya.
Saya langsung gerah ketika Rekan itu menuding lembaga survei membela yang bayar. Kata saya, Betul bahwa Eksis lembaga riset abal-abal yang Bisa dibayar Kepada memanipulasi data. Akan tetapi, jauh lebih banyak Tengah lembaga survei yang punya integritas.
Mitra saya itu Kagak Bisa membedakan popularitas dan elektabilitas. Popularitas ialah tingkat keterkenalan di mata publik. Meskipun Terkenal, belum tentu layak dipilih yang dilihat dari tingkat elektabilitasnya. Popularitas dan elektabilitas merupakan dua hal berbeda, tapi keduanya saling mendukung.
Bangsa ini patut berterima kasih kepada lembaga survei yang menjadi bintang penunjuk arah dalam kegelapan pemilu. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 98/PUU-VII/2009 menyebutkan survei opini publik Kagak hanya meneliti mengenai popularitas calon presiden dan wakil presiden yang bertarung dalam pemilu.
Survei, menurut MK, juga meneliti pengetahuan pemilih mengenai tata Langkah pemilu, rekam jejak (track record) dan pemahaman rakyat tentang program yang ditawarkan calon presiden dan wakil presiden yang Bermanfaat Kepada meningkatkan kualitas pemilu.
Sejak 2004, survei menjadi pilihan yang Segera Kepada mengukur persepsi pemilih terhadap kandidat atau partai. Arya Fernandes dari CSIS menjelaskan bahwa kehadiran lembaga survei yang mengalami perkembangan signifikan setelah 2004 disumbang oleh sejumlah akademisi yang baru menyelesaikan pendidikan di luar negeri. Di antaranya, keberadaan Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang didirikan Saiful Mujani dan Denny Januar Ali pada awal 2000.
Sejak itu, lembaga survei tumbuh bak cendawan pada musim hujan. Terdapat 40 lembaga survei yang terdaftar di Komisi Pemilihan Standar pada Pemilu 2019. Bilangan itu malah turun dari Pemilu 2014 dengan 56 lembaga survei yang terdaftar di KPU.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu menempatkan survei menjadi bagian dari partisipasi masyarakat. Terkait dengan penghitungan Segera hasil pemilu, menurut Pasal 449 ayat (4), wajib memberitahukan sumber Anggaran, metodologi yang digunakan, dan hasil penghitungan Segera yang dilakukannya bukan merupakan hasil Formal penyelenggara pemilu.
Amat disayangkan Apabila kewajiban lembaga survei itu hanya terkait dengan kegiatan hitung Segera hasil pemilu. Artinya, lembaga survei yang Demi ini getol melakukan survei terkait dengan popularitas dan elektabilitas calon presiden Kagak dikenai kewajiban Kepada mengumumkan sumber pendanaan.
Atas dasar itulah Hening-Hening saya membenarkan tudingan Mitra saya bahwa lembaga survei membela yang bayar. Meski demikian, tidaklah susah-susah amat membedakan kegiatan survei berdasarkan pesanan atau murni sebagai kegiatan ilmiah.
Langkah membedakannya ialah hasil riset abal-abal Niscaya bertolak belakang dengan hasil riset kebanyakan lembaga survei. Demi ini, Nyaris Seluruh lembaga survei menempatkan Ganjar, Prabowo, dan Anies pada urutan teratas. Apabila Eksis nama yang tiba-tiba menyodok ke peringkat atas dari sisi elektabilitas, patut diduga itu riset abal-abal alias pesanan sponsor.
Kiranya lembaga survei menjunjung tinggi muruah putusan MK Nomor 9/PUU-VII/2009 yang menyebutkan Telaah pendapat atau survei merupakan ilmu dan sekaligus seni.
Menurut MK, penyusunan sampel dan angket, penyediaan perlengkapan survei, serta analisis hasilnya merupakan ilmu penelitian pendapat publik berdasarkan metode dan teknik yang sudah mantap dan absah, sedangkan seninya terletak dalam penyusunan pertanyaan dan pilihan kata yang dipakai dalam pertanyaan.
Kata Mitra saya, agar lembaga survei tetap dipercaya masyarakat, mestinya ia tetap merawat profesionalitas, integritas, dan independensi. Ketika mengumumkan popularitas atau elektabilitas capres, elok nian bila lembaga survei itu berterus terang apakah Demi itu ia berstatus sebagai lembaga riset atau konsultan politik. “Demi ini sulit dibedakan antara lembaga survei yang berperan sebagai pollster dan konsultan politik,” katanya.
Karena sulit membedakannya, saya membisiki Mitra itu, nikmati saja hasil survei yang Eksis. Toh, pada akhirnya hanya partai atau gabungan partai politik yang memenuhi ambang batas yang boleh mengajukan calon presiden. Mereka yang berada di peringkat atas hasil survei belum tentu mendapatkan Bahtera.