Sudahi Mengejar Mahkamah Konstitusi

SALAH satu wewenang Mahkamah Konstitusi (MK) ialah menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945. Sebagai bagian dari pelaksanaan wewenang itu, MK beberapa waktu lalu telah mengeluarkan Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 tentang Ambang Batas Pencalonan Kepala Daerah dan Putusan Nomor 70/PUU-XXII/2024 tentang Batas Minimum Usia Calon Kepala Daerah.

Putusan itu, walaupun akhirnya disepakati dan dilaksanakan oleh DPR dan Komisi Pemilihan Lumrah (KPU), sempat menuai gejolak dengan merebaknya demonstrasi mahasiswa dan masyarakat sipil lainnya di sejumlah daerah yang menyebabkan sejumlah orang terluka, baik dari pihak pengunjuk rasa maupun aparat.

Hal itu disebabkan ada upaya dari sejumlah anggota dewan yang ngotot tetap  mengesahkan RUU Pilkada tanpa mengakomodasi putusan MK tersebut. Baru setelah demonstrasi merebak di mana-mana dan tekanan publik semakin besar, parlemen melunak dan mematuhi putusan mahkamah itu.

Baca juga : Perlu Regulasi Larang Mudik

Cek Artikel:  Audit Total Smelter Nikel

Akan tetapi, persoalan itu sepertinya belum sepenuhnya selesai. DPR seperti masih ‘sakit hati’ terhadap putusan yang dikeluarkan MK itu. Hal itu mereka tumpahkan melalui gerilya bertajuk evaluasi wewenang lembaga MK.

Terdapatlah Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia yang menabuh genderang ‘perlawanan’ terhadap MK yang dibungkus dengan nama ‘evaluasi’ jangka menengah dan jangka panjang itu. Penilaian dilakukan karena DPR menganggap bahwa MK telah melampaui kewenangan, bahkan merebut hak legislatif dan eksekutif dalam membuat undang-undang.

Tetapi, Ahmad Doli seperti membantah pernyataannya sendiri. Selang dua hari setelah pernyataan itu membuat heboh, Doli merasa tidak pernah membuat keterangan bahwa Komisi II bakal mengevaluasi MK. Mulai muncul tafsir liar, salah satunya spekulasi bahwa Doli ditegur bosnya.

Baca juga : Mencegah LP dari Covid-19

Tetapi, jika benar DPR bakal mengevaluasi MK, langkah itu jelas sebuah tindakan yang tidak perlu dan kekanak-kanakan. Itulah tindakan menang-menangan, bukan kerelaan menerima putusan yang jelas-jelas bertujuan menyelamatkan demokrasi. Tengah pula, apa pun pandangan dari pendapat yang berbeda, putusan MK itu telah berkekuatan hukum tetap (inkrah) dan tak bisa diganggu gugat.

Cek Artikel:  Anies-Imin Berlayar Taklukkan Ombak

Ingat, masyarakat kini sangat cerdas menilai mana kawan rakyat dan mana yang berkhianat terhadap rakyat. Mereka tahu mana legislasi akal-akalan demi mementingkan segelintir orang, mana aturan yang memang dibuat untuk kepentingan rakyat banyak. Demonstrasi yang masif tanpa dikomando beberapa waktu lalu itu merupakan bukti nurani publik terusik lantaran ada upaya menginjak-injak demokrasi demi kepentingan kelompok atau individu tertentu. Takkah para anggota dewan yang terhormat menyadari itu?

Sudahlah, daripada rakyat semakin muak dan marah, hentikan segala upaya untuk mengamputasi demokrasi, apalagi dengan berupaya melucuti kewenangan Mahkamah Konstitusi. Sebagai sesama institusi negara, sebaiknya saling menghormati dan menghargai sesuai tugas dan wewenang masing-masing. 

Cek Artikel:  Menuju Pilpres Padat Gagasan

Salah satu tugas utama DPR ialah merancang dan menghasilkan produk legislasi, sementara wewenang MK ialah mengujinya. Kalau tidak sesuai dengan undang-undang dasar, mereka berhak merevisinya. Sesimpel itu. Kalau produk legislasi yang dihasilkan DPR tidak ingin di-judicial review, buatlah sebaik dan sesempurna mungkin yang tidak bertentangan dengan konstitusi. Kalau perlu libatkan para stakeholder terkait dengan legislasi tersebut biar semuanya terang benderang, bukan malah main kucing-kucingan dan akal-akalan.

Demokrasi yang ditegakkan lewat keringat dan darah para pejuang reformasi teramat mahal untuk dikhianati. Tak pas kiranya terus-menerus mengincar MK hanya karena merasa dikalahkan. Teramat kekanak-kanakan bila wakil rakyat hendak melucuti Mahkamah Konstitusi yang justru memperjuangkan dan menyelamatkan demokrasi. Sudahi itu semua.

 

Mungkin Anda Menyukai