Strategi Pupuk Indonesia Figurkan Ketahanan Pangan Nasional

Strategi Pupuk Indonesia Wujudkan Ketahanan Pangan Nasional
Dirut PT Pupuk Indonesia (Persero) Rahmad Pribadi (tengah)(DOK PT PUPUK INDONESIA)

PT Pupuk Indonesia (Persero) menyampaikan komitmennya untuk ikut mewujudkan ketahanan pangan nasional. Terlebih, kehadiran pupuk menjadi penting dalam mendukung produksi, serta mendorong produktivitas tanaman pangan nasional. 

Direktur Istimewa Pupuk Indonesia Rahmad Pribadi menyampaikan, isu swasembada pangan menjadi penting menyusul proyeksi kenaikan konsumsi beras serta pertambahan jumlah penduduk. 

Berdasarkan data yang dipaparkan, pada 2045 diproyeksikan kebutuhan beras mencapai 37,9 juta ton dengan jumlah penduduk 324 juta orang. Ketika ini, jumlah penduduk Indonesia sebesar 282 juta dengan kebutuhan beras sekitar 30,9 juta ton. 

Di samping itu, lanjut Rahmad, swasembada pangan turut menjadi prioritas bagi pemerintahan mendatang.  

Menurut dia, perusahaan dalam lima tahun ke depan membidik kenaikan produksi pupuk sebesar 2 juta ton. Pada saat yang bersamaan, Pupuk Indonesia menerapkan sejumlah strategi untuk memastikan ketersediaan dan keterjangkauan pupuk untuk petani. 

Cek Artikel:  PMI Manufaktur RI masih Kontraksi, Produk Impor Jadi Biang Keladi

Dalam memastikan soal ketersediaan, misalnya, Pupuk Indonesia telah menerapkan digitalisasi secara end-to-end untuk  pelaksanaan distribusi Pupuk. Melalui strategi Integrated Distribution and Outbound Logistic (INDIGO), perusahaan memonitor pergerakan dan posisi stok pupuk mulai dari pabrik sampai kios. 

“Jadi ini transparan dan menjadi inovasi dari Pupuk Indonesia untuk memastikan ketersediaan Pupuk,” kata Rahmad dalam ‘Indonesia Future Policy Dialogue: Telaah Arah Pemerintahan Baru pada sesi Lumbung Pangan untuk Kemandirian’.

Sementara mengenai masalah keterjangkauan, lanjut Rahmad, tingginya harga pupuk bakal berdampak negatif ke produksi padi. Berdasarkan kalkulasinya, setiap kenaikan harga pupuk sebesar Rp1.000/kg mengakibatkan penurunan konsumsi urea sebesar 13% dan 14% pupuk NPK. 
Selanjutnya, penurunan konsumsi pupuk tersebut bakal berdampak ke penurunan produktivitas tanaman pangan hingga 0,5 ton per hektare, serta penurunan pendapatan petani sekitar Rp3,1 juta per hektare. 

Cek Artikel:  Transaksi QRIS dengan Singapura Bakal Terealisasi Akhir 2023

“Nah, affordability ini datangnya dari mana? Tentu satu, kita selalu menantang diri kita sendiri, apakah Pupuk Indonesia bisa memproduksi pupuk dengan lebih efisien, dengan lebih kompetitif,” ujar Rahmad. 

Demi menambah produksi, perusahaan menempuh strategi pembangunan pabrik pupuk baru maupun revitalisasi pabrik lama. Selain itu, perusahaan meningkatkan daya saing pupuk, serta meminimalisir regulatory cost

Rahmad menambahkan keterjangkauan harga pupuk tergantung pula pada harga bahan baku terutama gas. Dalam hal ini, dia memberikan apresiasi terhadap pemerintah  yang telah menerapkan harga gas murah US$6 per MMBTU. 

Di atas itu semua, Rahmad menyatakan ikhtiar menuju swasembada pangan tidak bisa hanya dari peran satu institusi. Dia mendorong setiap kementerian/lembaga terkait untuk bekerja sama demi mewujudkan hal tersebut. 

Cek Artikel:  Cari Cadangan Minyak Baru, PHR Lakukan Survei Seismik 3D

“Ini saatnya gotong royong untuk mencapai swasembada pangan, tidak bisa satu pihak berdiri sendiri, semua harus bertemu,” ujar Rahmad. (S-1)

Mungkin Anda Menyukai