Spirit Damai Perayaan Natal

SPIRIT perdamaian selalu menyertai perayaaan Natal setiap tahunnya. Dalam spirit tersebut terkandung komitmen sekaligus harapan untuk mewujudkan suasana damai. Komitmen berkaitan dengan tekad dan upaya dari diri sendiri, sedangkan harapan menyangkut orang lain dan lingkungan di sekitar.

Komitmen dan harapan bertautan dan saling menopang. Ketika salah satu aspek absen atau tidak perform, spirit perdamaian pun sulit mewujud secara utuh. Mengertin ini, Natal dirayakan dengan keprihatinan, karena dunia sedang menyaksikan kecamuk perang dan ketidakberdayaan menyetop genosida di Gaza, Palestina.

Keberingasan nafsu melenyapkan lawan atas nama aksi pembalasan mengalahkan spirit perdamaian. Enggak peduli hari demi hari, jasad warga sipil terus menumpuk. Ribuan menjadi belasan ribu. Dalam waktu pendek, berubah lagi menjadi puluhan ribu, dan kini semakin mendekati angka ratusan ribu nyawa melayang.

Apa yang terjadi di Gaza hingga saat ini bukan lagi satu nyawa dibayar satu nyawa, melainkan menuntut musnahnya satu bangsa, yakni bangsa Palestina. Bahkan, Paus Francis tidak lagi menyembunyikan kecamannya dalam balutan kata-kata yang tidak berpihak.

Cek Artikel:  Jangan Berhenti Kawal Harga Pangan

Pada bulan lalu, Paus Francis menyebut konfik Gaza sudah lebih dari sekadar perang dan bisa dianggap sebagai aksi terorisme. Kecaman Paus ketika itu tidak secara spesifik menuding pihak Israel maupun pejuang Hamas.

Dapat jadi Hamas yang dituding karena pihak Israel juga menyebut pejuang kemerdekaan Palestina itu sebagai teroris. Kecaman Paus juga bisa ditujukan pada Israel yang terus menerus membombardir wilayah permukiman di Gaza.

Tetapi, tidak kali ini. Paus dengan gamblang menyebut tindakan militer Israel sebagai aksi terorisme setelah peristiwa penembakan dua perempuan kristiani hingga tewas di sebuah gereja di Gaza. Ia mengecam pengeboman dan penembakan yang menyasar warga sipil yang tidak bersenjata di Gaza.

Cek Artikel:  Tergilas Harga Beras

Dalam kesempatan berikutnya, Paus menyatakan keprihatinan. Ia menyebut warga Israel dan Palestina menyambut Natal dengan kepedihan dan suasana berkabung. Paus yang terus menerus menyerukan gencatan senjara lantas mengajak seluruh umat mendoakan warga yang terdampak perang di Gaza dan mengirimkan bantuan.

Jauh dari Palestina, saudara-saudara kita umat Kristiani di Indonesia juga belum sepenuhnya merasakan kedamaian. Sejumlah kasus hambatan untuk menjalankan ibadah maupun kasus intoleransi dalam kebebasan berkeyakinan masih ditemukan di sepanjang 2023.

Terdapat beberapa peristiwa pembubaran jemaat di gereja. Seperti yang terjadi terhadap jemaat Gereja Mawar Sharon (GMS) Binjai, Sumatra Utara, dan Gereja Bethel Indonesia (GBI) Gihon, di Pekanbaru, Riau. Terdapat pula penolakan kedatangan Duta Besar Vatikan ke Palembang, Sumatra Selatan, dan aksi penutupan patung Bunda Maria di Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Cek Artikel:  Narasi Paksaan Pilpres Satu Putaran

Sesuai amanat konstitusi di Pasal 29 ayat 1 dan 2, Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaan itu. Enggak ada tawar menawar di sana.

Oleh karena itu, kita terus mengingatkan bahwa aksi-aksi pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan tidak mendapatkan tempat di negeri ini. Enggak pula kehendak mayoritas masyarakat membuat hak yang jelas-jelas dijamin dan dilindungi negara tersebut boleh dilanggar.

Dengan spirit perdamaian, kita mengajak semua komponen bangsa  menjadikan perayaan Natal sebagai sumbu untuk menyalakan toleransi dan semangat hidup berdampingan tanpa permusuhan. Dari situ kita bisa berharap terbentuk kekuatan besar sebagai modal bangsa untuk bergerak semakin maju dengan menjunjung kesetaraan dan keadilan.
 

Mungkin Anda Menyukai