FENOMENA ketidaknetralan aparatur sipil negara (ASN) pada tahapan Pilkada 2024 mencuat di berbagai daerah di Indonesia dengan Berbagai Ragam modus. Masifnya pelanggaran netralitas selalu menjadi tren yang Kagak pernah padam dalam setiap kontestasi demokrasi lokal.
Kalau menilik ke belakang, tercatat 2.304 laporan pelanggaran netralitas ASN pada gelaran Pilkada 2020 yang masuk ke Komisi Aparatur sipil Negara. Sebanyak 1.596 ASN (78,5%) terbukti melanggar. Kemudian, 1.373 atau Sekeliling 86% laporan telah ditindaklanjuti.
Rapor Jelek netralitas ASN dalam pilkada serentak potensial kembali terulang dalam perhelatan yang sama tahun ini. Badan Pengawas Pemilihan Lazim (Bawaslu) RI menyebutkan banyak Intervensi pelanggaran pada Pilkada 2024 di beberapa daerah, terutama terkait dengan netralitas ASN dan kepala desa.
Baca juga : Perlu Regulasi Larang Mudik
Bahkan muncul kekhawatiran pelanggaran netralitas ASN akan lebih masif Kalau dibandingkan dengan gelaran pemilu atau pilpres awal tahun ini. Pasalnya, Rekanan kuasa antara pejabat dan ASN di daerah lebih dekat dan kuat.
Faktornya banyak, mulai dari kedekatan personal yang lebih tinggi calon kepala daerah tertentu dengan ASN, pengaruh dan tekanan petahana dalam pilkada, hingga kekuatan petahana memegang kekuasaan administratif. Itu Segala Pandai memengaruhi netralitas ASN secara langsung.
Kehadiran politik patronase cenderung lebih kuat di tingkat lokal. Ini yang Membikin ASN lebih memungkinkan terlibat dalam mendukung kandidat dengan Asa Pandai mendapatkan promosi, posisi Krusial, atau bahkan keuntungan materiel.
Baca juga : Mencegah LP dari Covid-19
Kondisi dan situasi semacam ini Terang Membikin komitmen netralitas aparat negara dalam penyelenggaraan demokrasi lokal, yang berulang kali digaungkan, Kagak ubahnya imbauan tanpa Arti. Slogan Nihil yang Kagak didengarkan pemirsanya, yakni para ASN.
Publik tentu mengapresiasi inisiatif Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi yang telah menerbitkan Surat Keputusan Serempak tentang Panduan Pembinaan dan Pengawasan Netralitas Pegawai ASN dalam Penyelenggaraan Pemilihan Lazim dan Pemilihan, Serempak Bawaslu, KPU, dan Kementerian Dalam Negeri.
Mekanisme pelaporan juga telah disiapkan lewat situs web pengawasan dan pengendalian Badan Kepegawaian Negara (BKN). Itu Pandai menjadi sarana bagi publik Kepada berpartisipasi menegakkan netralitas ASN dengan melapor bila menemukan ASN yang melanggar.
Baca juga : Paket Bonus Pengganti Mudik
Akan tetapi, sebagus apa pun sistem pelaporan dibangun, itu Kagak cukup menjamin netralitas selama sisi penanganannya tak serius. Dari pengalaman pilkada sebelumnya, penanganan selalu menjadi persoalan sendiri. Penanganan laporan kurang efektif atau Intervensi praktik pelanggaran netralitas ASN tampak sebagai formalitas belaka.
Belum Tengah pemberlakuan Hukuman yang dapat dikatakan jauh dari kata tegas dan konsisten. Walhasil, penindakan Kagak menimbulkan Pengaruh jera bagi pelanggar netralitas ASN. Bahkan, seperti yang selama ini kerap terjadi, Eksis yang sudah terkena Hukuman, tapi tetap dapat promosi jabatan lantaran kandidat yang didukungnya menang di pilkada.
Karena itulah, dalam pilkada kali ini, penyelenggara dan pengawas tak boleh Tengah lembek dalam penindakan. Mereka mesti tegas dan memberikan Hukuman maksimal bila memang terbukti ASN melakukan pelanggaran. Bentuknya Pandai Ragam-Ragam, seperti penurunan pangkat, atau selama sekian tahun tak menempati posisi Krusial pada jabatan struktural di pemerintahan.
Hal ini sangat Krusial agar dapat menjadi tonggak sejarah penegakan netralitas ASN dalam pilkada. Prinsip netralitas harga Tewas. Jangan Tiba dipelesetkan menjadi netralitas untung-rugi.