Sistem Antikorupsi masih Tewas

ANGKA tindak pidana korupsi terus meningkat meskipun berbagai upaya pencegahan terus dilakukan. Modus korupsi pun terus berkembang. Penangkapan dan hukuman terhadap para pelaku korupsi juga tidak mampu memicu efek jera.

Bak pepatah, mati satu tumbuh seribu. Begitu juga koruptor. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat, sejak 2004 hingga 2023, sebanyak 601 kasus korupsi terjadi pada pemerintah kabupaten atau kota yang melibatkan wali kota atau bupati dan jajarannya.

Sepanjang 2004-2022, koruptor yang dipenjarakan karena tindak pidana korupsi ada 344 pimpinan dan anggota DPR RI dan DPRD, termasuk ketua DPR RI dan juga ketua DPRD. Eksis 38 menteri dan kepala lembaga. Eksis 24 gubernur serta 162 bupati dan wali kota. Eksis 31 hakim, termasuk hakim konstitusi. Eksis 8 komisioner, di antaranya komisioner KPU, Komite Pengawas Persaingan Usaha, dan Komisi Yudisial. Selain itu, ada pula 415 orang dari swasta dan 363 orang dari birokrat. Sangat banyak.

Cek Artikel:  Peringatan Darurat Garuda Biru : Alarm Demokrasi Kekhawatiran Netizen

Menurut KPK, pengadaan barang dan jasa merupakan wilayah yang paling rawan terjadinya korupsi. Sebagian besar kasus korupsi yang menjerat banyak pejabat daerah hingga pusat melibatkan pengadaan barang dan jasa.

Yang terbaru ialah pengadaan kamera pengintai atau CCTV di Bandung Smart City. Para tersangkanya berasal dari banyak pihak, baik dari eksekutif maupun legislatif, dari Pemerintah Kota Bandung maupun dari DPRD Kota Bandung.

Sistem pengadaan barang dan jasa digital (e-procurement) yang dibangun untuk mencegah korupsi, justru dengan mudahnya bisa diakali. Para vendor dengan gampangnya melakukan persekongkolan di luar, melakukan kesepakatan, dan menentukan pemenang.

Masifnya perilaku koruptif ini tidak lepas dari tingginya biaya politik (high cost politics) selama pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah. Bukan rahasia lagi jika para kepala daerah dan anggota dewan harus mengeluarkan biaya ratusan juta hingga miliaran rupiah untuk menjabat.

Cek Artikel:  Sirekap kian Amburadul

Juga bukan rahasia jika mereka akan berdaya upaya untuk bisa mengembalikan modal politik yang telah dikeluarkan. Kondisi itu diperparah dengan lembeknya hukuman bagi para koruptor sehingga tidak memberi efek jera (deterrent effect).

Ini bisa dilihat dari hukuman bagi para pelaku korupsi di Indonesia yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Mengertin 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Mengertin 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan disinergikan dengan KUHP.

Berdasarkan undang-undang tersebut, sebagian besar hukuman bagi para pelaku korupsi rata-rata maksimal 20 tahun penjara dan denda Rp1 miliar. Meskipun memang, untuk kasus tertentu ada hukuman seumur hidup. Akan tetapi, dalam praktiknya, rata-rata hukuman untuk koruptor sangat rendah, tidak sampai 5 tahun.

Dengan melihat rendahnya hukuman untuk koruptor, sulit jika hukuman tersebut bisa menimbulkan efek jera. Malah seperti ada pegangan untuk koruptor, mereka siap menjalani hukuman kurungan badan asalkan harta hasil korupsi tidak hilang.

Cek Artikel:  Mobilisasi Amtenar Jangan Tergesa

Maka, tidak ada jalan lain untuk memberi efek jera kepada koruptor selain harus dilakukan pemiskinan. Koruptor tidak takut dipenjara, tapi pasti takut jatuh miskin.

Guna mendukung pemiskinan koruptor dibutuhkan Undang-Undang Perampasan Aset Tindak Pidana (UU PATP) untuk merampas aset hasil korupsi. Ketika ini Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset itu sudah masuk Prolegnas Prioritas 2023 meski sudah disusun sejak 2008.

Kepada itu, perlu kita dorong anggota DPR untuk segera membahas dan mengesahkan RUU tersebut. Jangan berlama-lama menyimpannya. Jangan sampai ada anggapan anggota DPR sendiri memiliki kekayaan secara tidak sah lantaran profil kekayaan mereka tidak sesuai dengan pendapatan maupun LHKPN yang disampaikan kepada KPK.

Kepada meminimalkan korupsi harus segera dibangun sistem antikorupsi bukan hanya di pemerintahan, melainkan juga di tubuh partai politik. Dengan korupsi yang merajalela, dibutuhkan dukungan semua pihak untuk mencegahnya.

 

Mungkin Anda Menyukai