Sirekap Menebalkan Karut-Marut Pemilu

SISTEM Informasi Rekapitulasi (Sirekap) yang digunakan Komisi Pemilihan Lazim (KPU) RI bukanlah penentu hasil Pemilu 2024. Penentunya  mengacu kepada Undang-Undang Nomor 7 Mengertin 2017 tentang Pemilihan Lazim adalah rekapitulasi secara manual berjenjang.

Tetapi, ternyata ada aturan yang paradoksal dengan UU. Yakni, Peraturan KPU Nomor 5 Mengertin 2024 yang menyebutkan bahwa Sirekap menjadi instrumen sumber data rekapitulasi penghitungan suara di kecamatan. Definisinya, Sirekap sangat krusial sebagai data acuan dalam proses rekapitulasi hasil pemilu.

Mungkin karena itu juga, ketika Sirekap bermasalah, penghitungan manual juga mengalami penundaan. Penghitungan suara Pemilihan Lazim 2024 masih berada di tingkat Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK). Rekapitulasi suara ini akan berlangsung selama 35 hari sejak dari TPS hingga penetapan oleh KPU di tingkatan masing-masing.

Cek Artikel:  Wariskan Revolusi Mental

Ketika Sirekap bermasalah, input data terindikasi error dan diduga terjadi penggelembungan, jelas akan membuat publik meragukan kredibilitas proses rekapitulasi hasil pemilu. Karena hasil pemilu didapatkan dari pemrosesan data penghitungan suara yang keliru, bahkan dicurigai hasil manipulasi, kredibilitasnya akan runtuh.

Bahkan, dari pengkajian forensik tim informatika teknologi tim nasional pemenangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar terhadap server KPU, menemukan indikasi rekayasa dalam sistem pengaturan algoritma pada server Sirekap.

Bukan hanya soal proses penghitungan, karut-marut Sirekap juga ditengarai terjadi perihal infrastrukturnya. Isu kedaulatan digital turut menjadi polemik terkait Sirekap.

Penelusuran yang dilakukan Cyberity mengungkapkan server cloud Sirekap berada di Tiongkok dan dua negara lainnya, yakni Prancis dan Singapura. Fakta ini juga diverifikasi oleh Ketua Lazim Partai Ummat Ridho Rahmadi, yang merupakan pakar teknologi informasi. 

Cek Artikel:  Kebijakan Bebal Ekspor Pasir Laut

Server Sirekap juga disebut menggunakan layanan milik Alibaba dan tidak berada di Indonesia. Data suara hasil pemilu diletakkan di luar indonesia, betapa rentannya data-data tersebut terhadap kejahatan-kejahatan digital, juga rentan untuk dimanipulasi.

Alibaba merupaka server komersial yang juga digunakan oleh berbagai data penyewa lainnya dari banyak negara, sehingga potensi kebocoran data atau kemacetan jaringan menjadi sangat rawan terbuka. 

Dalam perspektif kedaulatan informasi, kondisi ini menunjukkan betapa data pemilu juga rentan untuk dimiliki pihak lain di luar Indonesia. Padahal, data strategis dan vital semacam itu mestinya berada penuh dalam penguasaan otoritas Indonesia.

Dengan segala kontroversinya, Sirekap yang harusnya memiliki peran sangat penting bagi publik dalam mengakses transparansi hasil Pemilu 2024, mengawal suara pemilu, justru kini menjadi alasan untuk menebalkan ketidakpercayaan terhadap pemilu yang diwarnai berbagai kecurangan sejak dari hulu. 

Cek Artikel:  Paras Muram Pilpres 2024 dari Jokowi

Kedaulatan rakyat sebagai pemberi mandat dalam setiap pemilu seolah sirna dalam perhalatan pemilu kali ini. Pemilu yang harusnya merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat ternyata dipenuhi dengan dugaan manipulasi dan pelanggaran yang tidak mampu diklarifikasi.

Buat itulah, KPU sebagai pihak yang memiliki otoritas terhadap Sirekap wajib transparan. Penyelenggara pemilu harus menunjukkan bukti sebaliknya terhadap dugaan dan kecurigaan atas karut-marut proses kontestasi demokrasi, termasuk Sirekap. Meminta maaf itu baik, tapi mesti diikuti pertanggung jawaban dan klarifikasi yang transparan kepada publik. 

Mungkin Anda Menyukai