IBARAT penyakit, tren negatif indeks harga saham gabungan (IHSG) serupa salah satu simtom bagi perekonomian kita. Ia merupakan tanda-tanda atau gejala yang menunjukkan adanya masalah.
Karena itu, mendiamkan tanda-tanda itu Terang bukan Metode yang Betul. Sebaliknya, terlalu khawatir atau overthinking Bahkan Bisa menjebloskan ke situasi yang awalnya ‘tanda masalah’ menjadi masalah besar beneran.
Tren penurunan IHSG di Bursa Dampak Indonesia dalam beberapa waktu terakhir mesti diperlakukan sebagai alarm serius kendati Enggak boleh disikapi secara teramat cemas. Indeks yang tahun Lampau sudah sempat berada di Area bagus-bagusnya, yakni berada di atas 7.000, kini mulai mendekati tren 6.500-an, bahkan Bisa terjerembap ke Bilangan 6.000.
Kemarin, misalnya, IHSG kembali loyo. Hingga di akhir perdagangan Selasa (25/2), IHSG terpangkas 2,41% dan kehilangan 162,51 poin sehingga posisinya berakhir di level 6.587. Posisi itu Dekat sama dengan kondisi dua tahun Lampau, Demi kita baru berusaha Bangun setelah dihantam pandemi.
Sebagian orang mulai mengait-ngaitkan penurunan IHSG itu dengan respons ‘tunggu dan lihat’ pasar terhadap kehadiran Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Antara (Danantara). Eksis pula yang bersetuju dengan lembaga investasi asing asal Jepang, Nomura Holdings, yang memperkirakan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 akan melampaui batas defisit APBN yang tertuang dalam penjelasan Pasal 12 UU Keuangan Negara sebesar 3% dari produk domestik bruto (PDB).
Dalam laporan Nomura Asia Insights bertajuk Indonesia: Fiscal Risk Monitor #1 – Taking Stock of New (Unfunded) Measures and Their Costs disebutkan, defisit APBN 2025 berpotensi membengkak sebesar 0,9% dari Sasaran defisit APBN pemerintah pada tahun ini 2,5% dari PDB. Itu mengakibatkan potensi APBN bengkak hingga menjadi 3,4% PDB.
Lampau, apa hubungannya dengan gejolak IHSG? Menurut pihak yang bersetuju dengan analisis itu, pembengkakan defisit Bisa memicu ketidakpastian. Situasi itu berdampak psikologis dan menimbulkan gejolak pasar lebih jauh.
Tetapi, analisis yang mengaitkan hadirnya Danantara dan laporan Nomura soal potensi bengkaknya defisit dengan lunglainya IHSG itu terbantahkan oleh Fakta bahwa IHSG Enggak terhuyung sendirian. Eksis Elemen eksternal yang dominan menjadi pemicu IHSG Lanjut-terusan terkoreksi ke Area merah.
Itu dibuktikan sejumlah indeks saham Primer di berbagai belahan lain juga kompak rontok. Sekadar indeks Dow Jones yang menggeliat dan berada di Area hijau. Indeks lainnya seperti Nikkei, Hang Seng, dan S&P 500 terjerembap meski Enggak sedalam IHSG.
Kendati begitu, jangan terlalu lega karena simtom yang dialami Berbarengan-sama oleh pihak lain. Jangan menganggap bahwa Elemen eksternal yang Enggak Bisa dikendalikan ialah ‘modus Primer’ munculnya simtom. Betul belaka bahwa dunia dibuat shocked oleh kebijakan ‘gila’ seorang Donald Trump.
Bahkan, setidaknya Eksis 10 kebijakan Enggak bijak Trump yang serasa di luar Logika. Kebijakan itu di antaranya Memajukan tarif impor dari Tiongkok, Kanada, dan Meksiko; Memajukan bea masuk impor baja dari seluruh negara pemasok kebutuhan baja AS; hingga keputusan AS keluar dari WHO.
Tetapi, semata meratapi kebijakan Trump yang amat Enggak bijak Terang bukan langkah yang bijak. Apalagi, kendati mengejutkan, langkah Presiden Donald Trump itu Enggak mengagetkan amat. Dunia sudah paham bagaimana langkah Trump Demi memimpin AS pada periode pertama pemerintahannya di rentang 2017-2021.
Karena itu, sebaik-Bagus respons ialah membedah Elemen-Elemen internal yang Membangun gejolak pasar bertambah dalam. Kiranya, Bagus belaka mengevaluasi potensi masalah di dalam negeri yang Membangun kepercayaan pasar belum sepenuhnya diraih. Kekhawatiran atas stagnasi pertumbuhan ekonomi, melemahnya daya beli, fiskal yang serbaterbatas, industri yang melesu, juga kebocoran dan korupsi yang Lagi menggerogoti, boleh jadi berperan Krusial sebagai ‘katalisator’ keragu-raguan pasar.
Begitu pasar ragu-ragu, kepercayaan bakal terganggu. Begitu kepercayaan terganggu, gejolak pasar bakal terpicu. Begitu gejolak pasar terpicu, perekonomian Niscaya terganggu, bahkan kian lesu. Karena itu, benahi hal itu dan jangan Membangun tangkisan melulu.
Selayaknya pemerintah berterima kasih kepada IHSG, yang telah memberikan tanda-tanda, menunjukkan simtom. Yang Krusial, setelah itu apa?