Sikap tidak Independen kian Brutal

PRINSIP pemilihan umum mesti berjalan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil (luber dan jurdil), semakin lama semakin tercederai. Prinsip luber dan jurdil tidak lagi dibumikan, malah disimpan rapat-rapat di bawah ketiak penguasa. Gugusan hitam ketidaknetralan penyelenggara negara sungguh membayangi Pemilu 2024.

Kagak lama setelah Presiden Joko Widodo mengatakan dirinya boleh ikut berkampanye, muncul pernyataan dari Penjabat Gubernur Sulawesi Selatan Bahtiar Baharuddin yang berpotensi mendorong aparatur sipil negara (ASN) untuk tidak netral di pemilu. Dalam pernyataannya yang dilansir sejumlah media massa, Bahtiar membolehkan ASN Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan menghadiri kampanye.

Menurut Bahtiar, ASN adalah warga negara yang memiliki hak politik untuk memilih calon anggota legislatif dan pasangan calon presiden-calon wakil presiden. Ia lalu menyitir UU Pemilu yang ia klaim membolehkan ASN menghadiri kampanye sepanjang tidak menggunakan atribut dan tidak mengartikulasikan dukungan tersebut lewat gerak-gerik atau melalui simbol tertentu.

Cek Artikel:  Rontokkan Metode Usang demi Damai Papua

Bahtiar yang masih menjabat sebagai Dirjen Politik dan Pemerintahan Standar Kementerian Dalam Negeri seperti tidak menghitung risiko atas ucapannya tersebut. Ucapannya sangat bisa ditafsirkan oleh para bawahannya untuk aktif dalam kegiatan kampanye atau bahkan untuk tidak netral. Padahal, sudah banyak aturan mulai dari undang-undang, peraturan pemerintah, hingga surat keputusan bersama, yang mewajibkan ASN bersikap netral dan tidak memihak. 

Itu semua terjadi ibarat pepatah guru kencing berdiri murid kencing berlari. Apa yang diucapkan Presiden Jokowi kini diamplifikasi jajaran pemerintah di bawahnya. Sejauh ini, memang baru Bahtiar yang tercatat mengucapkan hal tersebut. Bukan tidak mungkin ada penjabat kepala daerah yang diam-diam sudah menyuarakan hal serupa, namun belum tersiar di media massa.

Cek Artikel:  Rencana Pembangunan ala Kadarnya

Kita mendorong Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), baik pusat maupun daerah, harus segera bersikap. Ini harus menjadi alarm kencang agar Bawaslu meningkatkan pengawasan terhadap netralitas ASN ke level paling tinggi. Bila mengacu data Pemilu 2019, terdapat 999 penanganan pelanggaran terkait dengan netralitas ASN. Sebesar 89% di antaranya diteruskan ke Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) untuk ditindaklanjuti. 

Dengan sikap tidak netral yang semakin brutal seperti sekarang ini, sangatlah masuk akal jika potensi pelanggarannya menjadi semakin besar. Bawaslu jangan tutup mata dan harus betul-betul siaga manakala ketidaknetralan Jokowi perlahan-lahan dicontoh para aparat di bawahnya. Jangan pula Bawaslu menjadi macan ompong, kelihatannya garang dan menakutkan, tapi ternyata tidak bisa mengigit. 

Cek Artikel:  Tergilas Harga Beras

Kepada membuktikan Bawaslu punya nyali, kita mendorong agar lembaga yang dipimpin Rahmat Bagja, itu segera memanggil dan memeriksa Presiden Jokowi. Biar semua terbuka secara transparan dan terang benderang soal pernyataan presiden boleh berkampanye dan memihak. Publik sudah jengah dengan sikap yang abu-abu seperti sekarang ini. Biarlah yang hitam dikatakan hitam dan putih dikatakan putih karena kebenaran tidak pernah mendua.

Mungkin Anda Menyukai