PENGACARA Eks Direktur Primer PT Timah Tbk, Mochtar Riza Pahlevi, Junaedi Saibih mempertanyakan mengapa hingga Begitu ini pihaknya belum menerima laporan hasil pemeriksaan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang berisi hitungan kerugian negara.
Junaedi menyatakan laporan tersebut belum pernah ditunjukan Jaksa Penuntut Lumrah (JPU) dan Bukan terlampir dalam berkas perkara.
“Akibat Bukan pernah ditunjukan dan Bukan dilampirkan dalam berkas perkara, maka kami selaku penasihat hukum belum Dapat melakukan analisa laporan tersebut,” kata Junaedi usai menghadiri persidangan di Pengadilan Negeri Tipikor, yang dikutip Kamis, 7 November 2024.
Perihal laporan hasil pemeriksaan BPKP terdapat hal menarik dalam pemeriksaan saksi Ahli Hukum Administrasi Negara Bidang Hukum Lingkungan Hidup, Kartono, yang dihadirkan Jaksa.
“Apakah Ahli pernah ditunjukan hasil perhitungan BPKP terkait kerugian negara Begitu Ahli diperiksa di penyidikan?,” Tanya Juanedi.
“Bukan pernah,” jawab Kartono.
Kepada Majelis Hakim, JPU menjelaskan laporan hasil BPKP akan diserahkan sebagai alat bukti surat yang akan disampaikan bersamaan dengan Ahli BPKP hadir. Majelis hakim mengingatkan JPU bahwa penyampaian informasi mengenai alat bukti harus berimbang.
Menurut majelis hakim jangan Tiba hanya JPU saja yang mengetahui mengenai informasi tersebut, sementara penasihat hukum Bukan Mempunyai laporannya. Majelis hakim mengingatkan bahwa laporan hasil pemeriksaan BPKP Krusial bagi penasihat hukum sebagai bahan pembelaan dan itu menjadi hak terdakwa.
Junaedi menambahkan apabila Bukan terlampir dalam berkas dan daftar barang bukti, maka JPU Bukan boleh menggunakan laporan hasil BPKP sebagai bukti.
“Ini fatal. Karena kami Bukan pernah Menyantap laporan pemeriksaan BPKP itu maka kami Bukan Dapat mengklarifikasi kepada Ahli, kami pun Bukan Dapat menggunakan informasi itu sebagai bahan pledoi, padahal hasil perhitungan kerugian negara Rp300 triliun Eksis disana,” ungkap Junaedi.
Mochtar Riza Pahlevi adalah mantan Direktur Primer PT Timah periode 2016 – 2021. Mochtar didakwa telah mengakomodir kegiatan penambanagan timah illegal di Daerah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah yang merugikan keuangan negara senilai Rp300 triliun.
Perbuatan terdakwa mengakibatkan terjadinya kerusakan lingkungan, Bagus di kawasan hutan maupun di luar kawasan hutan dalam Daerah IUP PT Timah, berupa kerugian ekologi, kerugian ekonomi lingkungan dan pemulihan lingkungan. (Can/M-4)