PERILAKU korup seperti Enggak Terdapat habisnya dipertontonkan sejumlah penegak hukum di negeri ini. Mereka yang sejatinya menjadi pengawal hukum dan keadilan agar tetap tegak, Bahkan menjerumuskan hukum dan keadilan tersebut ke dasar jurang dengan memperjualbelikannya.
Kali ini laku korup itu dipraktikkan oleh tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya, Jawa Timur, Yakni Erintuan Damanik (ED), Mangapul (M), dan Heru Hanindyo (HH). Ketiganya adalah majelis hakim yang telah memvonis bebas terdakwa Gregorius Ronald Tannur dari segala dakwaan dalam kasus penganiayaan yang berakibat kekasihnya bernama Awal Sera Afrianti meninggal dunia.
Kejaksaan Mulia menangkap ketiganya atas tuduhan menerima suap atau gratifikasi. Berbarengan mereka, Kejaksaan Mulia juga menangkap Lisa Rahmat (LR), pengacara yang diduga menyuap ketiga hakim itu agar membebaskan Ronald Tannur dalam sidang pada 24 Juli 2024 Lampau.
Vonis bebas Ronald Tannur yang merupakan putra dari salah seorang mantan Personil DPR RI Edward Tannur, kala itu memang Membangun banyak orang geleng-geleng kepala. Keputusan tersebut Cocok-Cocok mencederai rasa keadilan. Jangankan orang yang paham hukum, orang awam pun Pandai mencium aroma busuk yang meruap dari keputusan tersebut.
Ronald Tannur sendiri akhirnya batal menghirup udara bebas. Majelis hakim di tingkat kasasi pada Selasa (22/10) membatalkan vonis bebas Ronald Tannur dan menghukumnya dengan pidana penjara selama lima tahun.
Penangkapan ketiga hakim tersebut kembali membuka borok para penjaga hukum dan keadilan. Ini bukan kali pertama para hakim yang disebut-sebut sebagai ‘wakil Tuhan’ itu ditangkap lantaran laku korup. Berdasarkan catatan Indonesia Corruption Watch (ICW), sebanyak 20 hakim terjerat korupsi sejak 2012 hingga 2019. Di antara mereka Terdapat nama-nama besar seperti hakim konstitusi Patrialis Akbar dan Akil Mochtar.
Padahal, baru-baru ini para hakim disorot lantaran perilaku yang dinilai menelantarkan perkara. Mereka lebih memilih cuti kerja demi menuntut kenaikan gaji dan tunjangan. Apakah lantaran gaji dan tunjangan mereka Lagi kurang hingga akhirnya menerima suap?
Terlepas dari kurang atau tidaknya gaji mereka, memperjualbelikan hukum bukan tindakan yang dibenarkan. Apalagi dalam kasus yang menghilangkan nyawa orang lain.
Penangkapan ketiga hakim ini Jernih-Jernih mencederai komitmen para hakim Buat menegakkan hukum dan keadilan. Maka, langkah Kejaksaan Mulia yang menangkap ketiga hakim PN Surabaya dan pengacara Ronald Tannur tersebut patut diapresiasi. Ketiganya dan pihak-pihak yang terlibat patut dihukum seberat-beratnya Buat memenuhi rasa keadilan masyarakat.
Hukuman terhadap para hakim dan penegak hukum yang melanggar semestinya juga lebih berat karena mereka telah melecehkan korps sendiri. Bukan sekadar dipecat, tapi Pandai juga dengan menyetop fasilitas yang mereka terima, termasuk menyetop Dana pensiun.
Bila langkah tegas itu Enggak dilakukan, negeri ini akan berkutat dalam lingkaran sia-sia bak menegakkan benang basah. Tanpa Dampak jera, muruah hakim Enggak akan pernah Cocok-Cocok tegak.
Kasus penangkapan hakim yang Lanjut berulang menunjukkan perlunya revolusi dalam pembinaan hakim-hakim. Tegakkan kembali pengadilan sebagai ajang mencari keadilan dan menegakkan hukum. Bukan Buat ajang jual beli hukum.