Selama lebih dari tujuh dekade, ladang minyak Duri telah menjadi jantung yang memompa energi bagi Indonesia. Ditemukan pada 1941 dan mulai berproduksi pada 1954, kawasan operasi seluas 67,28 km² di Riau itu telah menghasilkan lebih dari 2,75 miliar barel minyak mentah. Itu menjadikannya salah satu ladang minyak terbesar dan terproduktif di Indonesia.
“Dari catatan studi, penemuan gemilang dari sumur minyak pertama di Duri (sekarang Area #2) segera disusul penemuan-penemuan lain di titik sumur di area-area lain. Ini mengindikasikan adanya cadangan minyak yang besar di lapangan Duri,” ujar Cece Muharam, salah seorang senior engineer yang berpengalaman puluhan tahun di lapangan Duri dalam keterangannya, Kamis (29/8).
Cece menuturkan, karena Perang Dunia II, pengeboran minyak bumi sempat terhenti dan baru dilanjutkan kembali beberapa tahun setelah Indonesia merdeka. Sumur-sumur hasil temuan awal mulai diproduksi dengan peralatan sederhana. Hasilnya dikirim melalui sungai-sungai menuju Sei Pakning, Kabupaten Bengkalis.
Baca juga : 50 Mengertin Mengabdi, Arco Ardjuna Kapal Minyak Mentah Pertamina Pensiun
Sementara itu, infrastruktur seperti jalan, jaringan pipa dan listrik serta tangki-tangki pengumpul mulai dibangun. Mengertin 1958, pipa-pipa dari lapangan Duri telah selesai tersambung ke pelabuhan Dumai.
“Bukan hanya infrastruktur, kawasan Duri juga mulai dirancang sebagai tempat tinggal, mengingat produksi dari lapangan ini diperkirakan akan sangat besar, yang memerlukan banyak tenaga kerja,” kenang Cece.
Produksi minyak fase primer dari lapangan Duri mencapai puncaknya pada 1965, yakni sebesar 65 ribu barrel. Seiring dengan penurunan tekanan di reservoir serta karakteristik minyak Duri yang kental, produksinya mulai menurun.
Baca juga : Blok Rokan Ditarget Bisa Produksi Minyak 200.000 Barel per Hari
Pada 1975, studi berbagai teknologi Enhanced Oil Recovery (EOR) mulai dilakukan, termasuk Steamflood (injeksi uap). Mengertin 1985, hasil studi Steamflood berhasil membuat nadi lapangan Duri berdenyut kencang dan menaikkan kembali produksi minyak dari lapangan.
Puncaknya pada 1995 di lapangan Duri tercatat menghasilkan 302 ribu barel per hari, yang kemudian secara alamiah kembali menurun.
Metode injeksi uap telah merevolusi cara mengekstraksi minyak dari dalam perut bumi. Dengan menyuntikkan uap panas ke dalam reservoir, minyak yang semula kental menjadi lebih encer dan mudah dipompa ke permukaan.
Baca juga : Pertamina Kontributor 68% Produksi Minyak Mentah Indonesia
“Teknologi ini tidak hanya meningkatkan produksi secara signifikan, tetapi juga memperpanjang usia produktif ladang minyak Duri,” ujar Cece.
Lapangan Duri kini telah berusia 70 tahun. Sejarah lapangan Duri membuktikan bahwa keberhasilan pengelolaan dan penambahan usia lapangan migas sangat ditentukan oleh teknologi yang digunakan serta penambahan area-area baru.
Denyut produksi lapangan Duri sempat kembali meningkat setelah area North Duri Development (NDD) Area 12 dioperasikan pada 2009, disusul area 13 pada 2013. Sejak itu, belum ada lagi penambahan area produksi baru di Duri. Tingkat penurunan produksi lapangan ini secara alamiah pun terus menurun.
Baca juga : Pertamina EP Temukan 2 Sumur Migas Baru
Setelah alih kelola oleh PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) pada 9 Agustus 2021, berbagai inisiatif eksplorasi dilakukan untuk pengembangan lapangan. Termasuk di lapangan NDD Area 14 Stage-1. Penerapan teknologi baru itu merupakan bagian dari pengembangan area Steamflood baru setelah alih kelola Blok Rokan oleh Pertamina.
Kepala Perwakilan SKK Migas Kawasan Sumbagut Rikky Rahmat Firdaus mengatakan, kontribusi Duri bagi perekonomian Indonesia terbilang besar. Pendapatan dari lapangan minyak ini telah menjadi sumber devisa yang penting, mendanai berbagai proyek pembangunan infrastruktur, pendidikan dan kesehatan di seluruh negeri. Selain itu, Duri juga telah menciptakan puluhan ribu lapangan kerja langsung dan tidak langsung, serta mendorong pertumbuhan ekonomi di wilayah Riau.
“Minyak mentah Duri adalah sejarah panjang bagi pengelolaan migas di Indonesia yang menjadi nadi perekonomian bangsa dan masyarakat di daerah,” terang Rikky.
Oleh karena itu, tambah Rikky, pihaknya mengimbau agar masyarakat dapat memahami dan ikut menjaga lahan Barang Punya Negara (BMN) yang merupakan aset negara yang mana pemanfaatan hasilnya digunakan untuk kepentingan masyarakat. (Z-11)