Server Partisipasi Sehat Kemenkes Down Akibat Penolakan Kebijakan Kemasan Rokok Tanpa Merek

Server Partisipasi Sehat Kemenkes Down Akibat Penolakan Kebijakan Kemasan Rokok Tanpa Merek
Pekerja menjemur kertas sigaret yang telah dikemas di Gempol, Karanganom, Klaten, Jawa Tengah, Rabu (7/12/2022).(ANTARA/Aloysius Jarot Nugroho)

SERVER Partisipasi Sehat milik Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dilaporkan mengalami gangguan teknis. Gangguan ini ditengarai akibat lonjakan signifikan jumlah penolakan dan penyampaian aspirasi yang diterima melalui kanal tersebut terkait dengan wacana kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) inisiasi Menkes Budi Gunadi Sadikin.

Server Partisipasi Sehat, yang merupakan platform resmi untuk menyampaikan masukan dan aspirasi mengenai kebijakan kesehatan, mengalami down-time yang memengaruhi aksesibilitas pengguna. Gangguan ini disebabkan oleh volume pengunjung dan partisipasi yang melebihi kapasitas normal sistem.

Seperti diketahui, belakangan ini berbagai stakeholder telah menyampaikan keluhan dan protes, terutama dari industri tembakau dan kelompok masyarakat yang menolak wacana kemasan rokok polos tanpa merek. Kebijakan ini mengharuskan semua produk tembakau dikemas dalam kemasan tanpa merek atau desain. Sehingga, rokok dengan merek apapun akan dikemas dengan tampilan yang sama sehingga tidak bisa dibedakan.

Cek Artikel:  Memahami Teori Evolusi Lamarck, Berikut Penjelasannya

Baca juga : Pelaku Ritel Tolak Kebijakan Kemasan Rokok Polos Tanpa Merek

Sebelumnya, Sekretaris Jendral Gabungan Pengusaha Rokok Putih Indonesia (GAPPRI), Willem Petrus Riwu menyebut bahwa wacana kebijakan yang digodok pemerintah itu akan berdampak merugikan bagi industri rokok legal, petani tembakau, dan industri kretek secara keseluruhan.

Pria yang akrab disapa Wempy ini menilai, regulasi PP 28/2024 dan RPMK tidak hanya mempengaruhi industri tembakau, tetapi juga berdampak besar pada mata rantai produksi dan distribusi rokok. Pengaruh regulasi pun dipandang akan berpengaruh ke hal-hal lain. Misalnya saja, salah satu ketentuan yang mengatur standardisasi kemasan dan mensyaratkan kemasan polos.

“Kebijakan ini dapat memicu pemalsuan produk dan memperkuat pasar rokok ilegal,” ungkapnya, Sabtu (14/9).

Cek Artikel:  Ini 55 Peristiwa yang Terjadi di Lepas 4 September

Baca juga : Rencana Kemasan Polos Ancam Industri dan Haki

Pada lain kesempatan, Ketua Lazim Gabungan Pengusaha Rokok Putih Indonesia (GAPPRI), Henry Najoan, menilai bahwa kebijakan ini memiliki potensi dampak signifikan yang perlu diperhatikan dengan serius. Henry mengungkapkan kekhawatirannya terkait penerapan kemasan polos yang dinilai dapat mempengaruhi industri tembakau secara keseluruhan.

“Kemasan rokok polos tanpa merek ini tentu akan mempengaruhi seluruh pelaku industri tembakau. Tetapi yang menjadi kekhawatiran utama kami adalah dampak dari persaingan tidak sehat dan maraknya rokok ilegal,” ujar Henry.

Dia menilai, kemasan rokok polos tanpa merek dapat memperburuk masalah penyebaran rokok ilegal di tengah masyarakat. Dengan kemasan yang seragam, ia menilai akan semakin sulit untuk membedakan produk legal dari ilegal.

Baca juga : Menteri Kesehatan Minta Masyarakat Waspada tapi Kagak Khawatir dengan Mpox

Cek Artikel:  Gencatan Senjata Natal Ketika Sepak Bola Menyatukan Jerman dan Inggris di Perang Dunia I

“Sudah pasti kebijakan peralihan ke kemasan polos dapat memperburuk kontraksi industri tembakau yang sudah menghadapi tekanan ekonomi berat,“ beber dia.

Hal yang sama disampaikan oleh Ketua Komisi IX DPR, Rahmat Handoyo, ia mewanti-wanti agar kebijakan tembakau tidak mengabaikan kontribusi fiskal dan dampak ekonomi dari industri tembakau.

Dia menerangkan, banyak negara telah menerapkan kebijakan kemasan rokok polos tanpa mereka untuk mengurangi konsumsi. Tetapi, hasilnya kerap tidak sesuai dengan yang diharapkan. Teladannya di Australia, kebijakan ini justru memicu kenaikan jumlah rokok ilegal. Di negara tersebut, rokok ilegal naik 200% setelah penerapan kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek diterapkan, dibandingkan dengan sebelumnya.

“Konsumen berpindah ke rokok ilegal yang lebih murah, sehingga merugikan industri resmi yang telah mematuhi regulasi,” pungkasnya. (H-2)

Mungkin Anda Menyukai