Serangan Israel, Libanon, dan Masa Depan Hizbullah

Agresi Israel, Libanon,  dan Masa Depan Hizbullah
(Dok. Pribadi)

DANA Stroul, Direktur Washington Institute for Near East Policy dan mantan Wakil Asisten Menteri Pertahanan AS untuk Timur Tengah, dari Februari 2021 hingga Februari 2024, hanya setengah benar ketika menulis artikel yang sangat atraktif dan sedikit tercium aroma keberpihakan berjudul Israel and Hezbollah Are Escalating Toward Catastrophe di jurnal Foreign Affairs edisi 24 September 2024.

Biaya Stroul menyatakan prediksinya bahwa dengan semakin gencarnya saling serang antara Israel dan Hizbullah, maka keduanya semakin dekat dengan perang skala penuh (a full-scale war), dan itu adalah bencana bagi keduanya.

Buat menghindari bencana tersebut, Stroul memberikan resep dan cara bagaimana menghindari perang besar yang sebenarnya tidak diinginkan kedua belah pihak (how to avert a larger war that neither side should want).

Baca juga : Tiongkok Menentang Israel Langgar Kedaulatan Libanon

Apa yang terjadi ialah, bahwa setelah saling serang secara sporadis selama 12 bulan sejak Oktober 2024 pada hari-hari terakhir menjelang perang dalam skala penuh, ternyata Hizbullah yang paling mengalami bencana atau katastrofe yang sangat besar. Israel memang juga mengalami bencana, tetapi untuk tidak mengatakan sangat kecil, bencana yang dihadapinya tidak sedalam dan sepahit Hizbullah di Libanon. Betapa benarnya hal itu, terlebih lagi jika kita melihat besarnya korban jiwa, baik yang berupa sumber daya manusia maupun infrastruktur militer Hizbullah.

Dalam perang di front utara antara Israel dan Hizbullah, ketidakseimbangan kekuatan militer dan persenjataan seperti yang terjadi di Gaza juga terjadi. Memang Libanon selatan belum separah dan sehancur Gaza, tetapi sejatinya kehancuran di sana juga tidak kurang dahsyatnya. Rumah-rumah, pertokoan, masjid, dan bangunan-bangunan yang rusak parah dan tidak bisa dihuni lagi sangatlah banyak.

Demikian juga dengan korban jiwa sejak 11 bulan terakhir ini sudah menembus angka 1.000 jiwa, baik masyarakat sipil maupun terutama anggota dan pimpinan sayap militer Hizbullah. Sebaliknya, korban jiwa di pihak Israel hanyalah belasan orang.

Baca juga : Kutuk Serangan Israel ke Lebanon, Jokowi: Butuh Respon Segera Dunia

Berkat sistem pertahanan yang prima, antara lain dengan sistem pencegat rudal Iron Dome dan David’s Sling yang diproduksi Rafael Advanced Defense System Ltd milik Israel dan kerja sama dengan Raytheon, sebuah perusahaan pertahanan Amerka Perkumpulan, diberitakan bahwa korban manusia, kerusakan fisik dan insfrastruktur di Israel dapat diminimalkan, bahkan dicegah semaksimal mungkin. Kerusakan memang ada, tetapi saking sedikitnya nyaris tidak terdengar, sehingga seakan keadaan insfrastruktur Israel seperti pangkalan militer, barak, gedung, jembatan, bangunan, dan lain-lainnya relatif tetap utuh, mulus, dan tanpa kerusakan yang berarti. Dan, lebih penting lagi: luput dari pemberitaan.

 

Israel: benarkah utuh?

Baca juga : Komandan Senior Hizbullah Tewas dalam Serangan Udara Israel di Beirut

Pertanyaannya ialah benarkah Israel dalam perang melawan Hizbullah dan agresi yang dilakukannya di Libanon tetap utuh dan mulus sebagaimana yang dikesankan oleh media internasional selama ini? Barangkali orang harus berusaha mencari sumber-sumber informasi yang lebih seimbang, objektif, dan apa adanya. Marilah kita coba mencarinya.

Dalam tulisannya yang sangat menarik di jurnal Foreign Affairs pada 23 Juli 2024 yang berjudul Israel’s Next War: The Mounting Pressure to Fight Hezbollah in Lebanon—and Why That Is So Dangerous, Amos Harel, seorang analis pertahanan untuk surat kabar Israel yang cukup terkenal Haaretz, menceritakan perjalanannya ke wilayah Israel utara yang berbatasan dengan Libanon. Perjalanan tersebut dilakukan setelah sembilan bulan perang meskipun belum perang dalam skala penuh, yakni sekitar bulan Juni dan Juli 2004.

Berikut ini ringkasan dari penuturan Amos Harel yang disampaikan melalui artikelnya yang panjang tersebut.

Baca juga : Belasan Anak Dirawat Intensif Akibat Serangan Roket di Majdal Shams

Selama perang Israel-Hamas, Harel telah menyempatkan diri untuk mengunjungi perbatasan utara Israel sekali setiap dua atau tiga minggu untuk mengikuti perkembangan peristiwa yang sebenarnya di garis depan perang kedua ini. Harel meyakini bahwa ke depan wilayah ini sangat mungkin akan menjadi garis depan (front) utama perang Israel-Hizbullah.

Cek Artikel:  Paus Fransiskus dan Keteladanan dalam Langgam Foya-foya

Bagi Amos Harel, kunjungan itu menjadi pengalaman yang membuatnya frustrasi. Dulu wilayah perbatasan utara ini merupakan wilayah terindah di Israel, tetapi kini di setiap jengkal wilayah itu penuh dengan jejak-jejak bekas konflik militer antara Israel dan Hizbullah yang intensif. Harel menyaksikan banyak rumah di desa-desa di sepanjang perbatasan itu hancur total. Sebagai analis pertahanan dan militer, dia tahu betul bahwa sebagian besar kerusakan tersebut diakibatkan oleh serangan roket antitank jenis Kornet buatan Rusia.

Tingkat kerusakan yang disaksikannya lebih parah daripada kerusakan yang diakibatkan oleh serangan roket Katyusha yang selama ini diandalkan Hizbullah sebelumnya. Dan, sebagai analis militer dia juga tahu bahwa roket tersebut dipasok ke Hizbullah melalui Iran.

Dalam salah satu kunjungan terakhirnya ke wilayah utara tersebut, Harel juga pergi berkunjung ke Shebaa Farms (kawasan pertanian Shebaa), yakni daerah subur yang dulu milik Libanon dan diduduki Israel sampai sekarang. Tak mengherankan jika daerah pertanian yang sangat subur ini menjadi sengketa tak berkesudahan antara Israel dan Libanon di bagian timur perbatasan. Area ini oleh orang Israel disebut Gunung Dov. Seorang komandan brigade Israel Defence Force (IDF) memberi tahu Amos Harel bahwa tentara-tentara Israel jika harus berjaga di pos-pos dan pergi cuti, mereka harus pergi melewati daerah yang rawan dan berbahaya terkena roket antitank Hizbullah.

Di sepanjang jalan menuju salah satu pos terdepan, Harel dapat melihat sisa-sisa truk sipil yang terkena roket pada bulan April. Harel bersama seorang tentara Israel juga memeriksa beberapa kerusakan di Israel utara akibat serangan roket Hizbullah, Kiryat Shmona, pada Mei 2024.

Pada pertengahan Juli 2024 Harel pergi menemui seorang teman, seorang perwira cadangan tentara yang telah bertugas aktif sejak Oktober 2023. Ia tinggal di sebuah Kibbutz di Galilea bagian barat, sekitar satu mil dari perbatasan utara, dan bertugas di pangkalan militer dekat situ. Keluarganya mengatakan kepadanya bahwa kini tengah mempertimbangkan untuk kembali ke rumah mereka setelah sembilan bulan diasingkan dan diungsikan pemerintah Israel yang dipimpin oleh Kabinet Perang pimpinan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu itu secara paksa demi keselamatan. Anak-anaknya tampak sudah sangat merindukan pulang ke rumahnya.

Meskipun pemerintah Israel menyatakan terserah kepada keluarga itu sendiri untuk memutuskan, kenyataannya hanya sedikit yang benar-benar kembali ke rumahnya. Dan yang cukup mengejutkan ialah jumlah pengungsi Israel yang dievakuasi ke daerah aman mencapai 88.000 jiwa.

 

Bencana bagi Hizbullah?

Hizbullah agaknya kehilangan lebih banyak daripada yang diperolehnya dari peperangan dengan Israel di tahun 2024 ini. Dalam periode perang skala penuh (a full-scale war) sekarang ini, Hizbullah telah mengalami kerugian besar bukan hanya di bidang sumber daya kepemimpinan, di mana cukup banyak pemimpin teras, terutama di divisi militernya yang sangat strategis, terbunuh dengan jumlah cukup besar, melainkan juga kerugian operasional dan infrastruktur selama 12 bulan terakhir sampai menjelang perang skala penuh di bulan September.

Hizbullah kehilangan Fouad Shukr (Head of the Organization’s Strategic Unit), Ibrahim Aqil (Head of Hezbollah’s Operation and Commnder of the Radwan Force), Ali Kharaki (Commander of The Shourtern Front), dan belasan elite pimpinan lainnya. Bahkan, pada 27 September, pemimpin tertinggi Hizbullah, Hassan Nashrallah, juga menjadi korban. Dalam struktur organisasi Hizbullah, sekretaris jenderal merupakan jabatan eksekutif tertinggi.

Hassan Nashrallah, lengkapnya Sayyed Hassan Nasrallah, terbunuh pada usia 64 tahun (lahir 31 Agustus 1960 di Bourj Hammoud, Distrik Matn di pinggiran timur Beirut). Nashrallah adalah sekretaris jenderal ketiga sejak 1992 menggantikan pendahulunya, Abbas Musawi, yang juga wafat diasasinasi oleh Zionis Israel.

Dengan segala karisma dan pesona yang dimilikinya, Nashrallah terus berusaha membawa Hizbullah tampil di udara dan jagat Libanon selama 32 tahun tanpa jeda. Pada saat pemimpin-pemimpin yang lain diam, terdiam, dan mendiamkan hampir semua sepak terjang Israel yang notabene negara yang satu ini makin agresif saja sepak terjangnya di Timur Tengah. Melalui media online, radio, dan televisi Al-Manar yang dimilikinya, Hasan Nashrallah terus berpidato dan berpidato, menanggapi setiap manuver politik dan militer Israel.

Cek Artikel:  Pemilu dan Isu Kesehatan

Dalam hal paham keagamaan, Sayyed Hassan Nashrallah sangatlah inklusif dan pluralis. Eksis dua hal menjadi bukti atau setidaknya indikasi inklusivisme dan pluralisme Nashrallah. Pertama, dia bersekolah di sekolah Al-Najah di Sin el Fil, yang didominasi panganut Kristen Maronis. Kedua, sebagai sekjen Hizbullah, Nashrallah menjalin dan menandatangani perjanjian koalisi dengan Partai Politik Front Patriotic Movement (FPM), partai Kristen Maronis terbesar di Gereja Mar Mikael, Mazen, Beirut, Libanon, pada 2006.

Koalisi tersebut bukan hanya berhasil membawa keduanya berkuasa dengan memenangkan calon-calon presiden yang mereka sepakati sejak 2006, terutama Jenderal Michel Aoun sebagai Presiden Libanon (2016-2022), melainkan juga koalisi itu tetap langgeng sampai hari ini. Sungguh koalisi Muslim Syiah-Kristen Maronis ini sangatlah fenomenal, kalau bukannya fenomena itu sendiri.

Menjabat Sekretaris Jenderal Hizbullah sejak 1992, artinya sepanjang 32 tahun lebih, menjadikan Nashrallah secara leluasa menanamkan pengaruhnya bukan hanya dalam tubuh Hizbullah, melainkan juga dalam masyarakat Libanon. Meskipun popularitasnya pasang surut–kadang dipuji, kadang dicaci, dan kadang dimaki oleh masyarakat luas–sulit untuk mengingkari bahwa Nashrallah tampil sebagai pemimpin yang sangat karismatik, berwibawa, dan sangat disegani kawan maupun lawan.

Nashrallah adalah seorang orator yang luar biasa memukau. Pidato-pidatonya sangat menarik, memukau, dan menghanyutkan jiwa pendengarnya. Terutama massa pengikut Hizbullah yang jumlahnya terus kian besar di bawah periode kepemimpinannya. Barangkali tidak banyak yang tahu bahwa Nashrallah sejak dulu berpidato di depan massanya melalui layar televisi, bukan secara langsung di depan massa.

Memang lautan massa Hizbullah berkumpul dalam satu lapangan dalam jumlah sangat besar, mungkin ribuan, tetapi mereka melihat, mendengarkan, dan menyimak pidatonya melalui layar televisi. Tentu saja dan tetap saja massa ribuan atau belasan ribu tersebut banyak meneriakkan yel-yel perjuangan melawan Israel.

Bukan hanya tidak pernah tampil di publik secara langsung, Nashrallah juga sangat-sangat selektif menerima tamu. Buat bertemu Nashrallah diberlakukan protap (prosedur tetap) dan protokol tersendiri yang diatur secara internal. Segalanya itu konon dilakukan demi keselamatan dan keamanan Nashrallah, pemimpin kesayangan mereka dengan segala pesonanya. Pasalnya, sejak dulu, sejak diangkat menjadi sekjen Hizbullah, kabarnya dia telah ditetapkan menjadi target asasinasi Israel sebagaimana halnya pemimpin-pemimpin poros gerakan perlawanan (resistence movement, bahasa Arab: harakah muqawwamah) lainnya seperti Syeikh Ahmad Yasin, Ismail Haniyeh, dan lain-lainnya dari Hamas.

Seperti diketahui, poros perlawanan (the axis of resistences) adalah julukan bagi gerakan-gerakan perlawanan melawan Israel dan sekutu Barat-nya. Poros perlawanan ini sebagian besar, meski juga tidak sepenuhnya, adalah aktor nonnegara (non-state actors), yaitu terdiri dari Hamas (Palestina), Hizbullah (Libanon), Houthi (Yaman), Kataib Hizbullah (Irak), Jihad Islam, dan lain-lain. Pasalnya, Hizbullah sendiri, misalnya, ikut serta dalam pemerintahan negaranya, meskipun tidak langsung, sebagai menteri anggota kabinet dan juga memiliki belasan anggota parlemen yang terpilih melalui pemilu yang sah dan adil. Tentu saja gerakan perlawanan terhadap Israel ini oleh Israel dan Amerika dikategorikan dan disebut secara resmi sebagai teroris.

Meskipun sudah sedemikian ketat keamanan dan keselamatan Nashrallah diatur, akhirnya bobol juga. Pada 28 September 2024 Hizbullah mengumumkan secara resmi syahidnya Sekjen Hassan Nashrallah. Ketika sedang berada di kantor pusat (headquarter) Hizbullah Haret Herit, kawasan Dahiyeh, Beirut (hanya 3,5 km dari KBRI Beirut), 83 bom yang masing-masing seberat 1 ton dijatuhkan dari pesawat pengebom F-35 persis di bangunan tempat Nashrallah berada di lantai dua bawah tanah.

Sedemikian berat dan besarnya bom tersebut, seberat 2.000 pound, sehingga kehancuran sampai menelusup ke lantai bawah tanah bangunan headqquarter Hizbullah tersebut. Pada saat itu juga Tuhan Yang Maha Esa memanggilnya pulang dalam usia 64 tahun, sebuah usia di mana kebanyakan orang berpulang.

Cek Artikel:  Mengulik Pencitraan Kandidat Pemimpin Bangsa

 

Masa depan Hizbullah

Bagaimana masa depan perang pasca-pembunuhan Hassan Nashrallah? Dan juga bagaimana prospek Hizbullah pasca-asasinasi Nashrallah? Sungguh pertanyaan yang tidak mudah untuk menjawabnya. Masa depan Hizbullah sangat bergantung pada pemimpin pengganti Nashrallah sebagai sekjen. Sebagaimana disinggung di atas, Nashrallah adalah pemimpin yang sangat karismatik, berpengaruh, dan disegani kawan maupun lawan, berkat kepemimpinannya selama 32 tahun sejak dia berusia 32 tahun.

Disebut-sebut sebagai calon penggantinya ialah Hashem Safieddin, Naem Qassem, dan entah siapa lagi. Siapa pun penggantinya, tampaknya Hizbullah tetap akan kokoh sebagai gerakan perlawanan. Perlawanan terhadap siapa? Tetap saja perlawanan terhadap Israel dan/atau kekuatan hegemoni Barat yang dipimpin Amerika, sang adidaya tunggal dunia.

Hizbullah adalah organisasi sekaligus gerakan yang memiliki banyak wajah (dzu wujuh). Di samping berkhidmat di bidang keagamaan, pendidikan, sosial, dan juga perekonomian, Hizbullah adalah gerakan perlawanan (harakah muqawwamah) yang bukan hanya sekadar memiliki pasukan sebanyak 100.000 orang yang terlatih dan disiplin, melainkan juga memiliki alutsista (alat utama dan sistem persenjataan) yang lengkap, modern, dan canggih.

Mengutip sumber dari Universitas Reichman, Biaya Stroul dalam tulisan tersebut meramalkan bahwa Hizbullah dapat meluncurkan 2.500 hingga 3.000 serangan rudal dan roket ke Israel per hari selama berminggu-minggu. Beberapa perkiraan menghitung persenjataan rudal, roket, dan pesawat tak berawak Hizbullah setidaknya berkekuatan 150.000—sepuluh kali lipat jumlah amunisi yang dimilikinya selama perang dengan Israel pada 2006 dulu.

Satu hal yang menarik dari Hizbullah ialah, meskipun memiliki kekuatan personel 100.000 dan alutsista yang lengkap, modern, dan canggih, mereka selalu menyembunyikan kekuatan tersebut dari publik. Tak seorang pun bisa memastikan di mana gudang persenjataan tersebut disimpan dan di mana markas militer itu berada.

Publik Libanon, apalagi publik internasional, sangat jarang menyaksikan defile kekuatan militer Hizbullah lengkap dengan alutsista mereka. Mungkin karena karakternya yang tertutup, tidak terbuka, dan/atau tersembunyi ini maka Hizbullah tidak memiliki pesawat tempur dan kapal perang. Pasalnya, sangat sulit untuk menyembunyikan pesawat tempur dan kapal perang dari publik.

Hizbullah bukan hanya membangun kekuatan militer yang kuat dengan persenjataan yang konon kabarnya cukup canggih, melainkan juga membangun jaringan media yang kuat dari radio, televisi, koran, media online, dan sebagainya. Hizbullah juga ikut dalam pemilihan umum di Libanon dan berhasil menempatkan 16 kursi dulu dan 14 kursi sekarang di parlemen Libanon yang beranggotakan 122 kursi.

Hizbullah juga mendapatkan shared dalam kabinet sebanyak dua menteri dari hanya 20-an menteri. Hizbullah membangun monumen kemenangan perang melawan Israel di Mleeta di Jabal Amel pada ketinggian bukit di puncak Gunung Amel (Jabal Amel), Libanon selatan. Museum sebagai monumen kemenangan ini diberi nama Hikayatu al-Ardhi li al-sama’ (Doa bumi untuk Langit: doa maksudnya cita-cita perjuangan Hizbullah, untuk langit maksudnya untuk Allah).

Museum Mleeta dibangun di puncak Jabal Amel, salah satu perbukitan daerah Iklim al-Tuftah (the Hill Tops of Iklim Al-Tuftah). Mleeta berada di ketinggian 1.060 m di atas permukaan laut. Begitu tingginya, mungkin, museum (site) ini diberi nama Hikayatu al-Ardhi Li-sama doa bumi untuk yang berada di langit). Museum ini dibangun atas ide Jenderal Imam Mughni, seorang jenderal Hizbullah yang genius, seorang tokoh di balik kemenangan Hizbullah yang mengakibatkan Israel angkat kaki dari Libanon selatan pada 2006.

Dapat dibayangkan bagaimana pengganti Nashrallah mewarisi Hizbullah dalam kondisi seperti sekarang yang sangat tidak membahagiakan. Satu hal yang pasti, Hizbullah adalah petarung. Menonton gelagatnya, dan dari pernyataan-pernyataan pimpinan teras yang tersisa, Hizbullah tetap akan melawan. Kita hanya bisa menunggu dan melihat. Bukankah demikian?

 

 

 

Mungkin Anda Menyukai