Sepanjang 2024, 137 WNI Terbebas dari Hukuman Tewas di Luar Negeri

Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri RI Judha Nugraha. Foto: Liputanindo.id

Jakarta: Berbagai kasus hukum dihadapi oleh Anggota negara Indonesia (WNI) di luar negeri. Salah satu yang menjadi Pusat perhatian Begitu ini adalah WNI yang tersangkut hukuman Tewas.

Pada Begitu pemaparan Capaian Pelayanan dan Pelindungan WNI 2024, di Kemenlu RI, Wakil Menteri Luar Negeri Arrmanatha Nasir mengatakan bahwa pada Begitu ini Eksis 157 WNI yang dihadapkan ancaman hukuman Tewas.

“Kalau kita lihat datanya Eksis Sekeliling 137 Eksis antaranya Eksis Pria dan 23 Perempuan dan dari kasus ini Segala Eksis 111 kasus yang merupakan terkait dengan isu narkoba,” ujar Arrmanatha, seraya menyebutkan termasuk adanya 46 kasus baru.

“Dalam satu tahun sepanjang 2024 juga pemerintah Indonesia berhasil memfasilitasi membebaskan 137 WNI terancam dari hukuman Tewas,” imbuhnya.

Arrmanatha menambahkan, kalau lihat dimana sebaran WNI yang terancam hukuman Tewas, paling banyak itu di Malaysia dengan 147 orang, di Uni Emirat Arab Eksis tiga orang, Arab Saudi dua orang, Laos empat orang dan Vietnam 1 orang.

Cek Artikel:  Israel Bunuh Nyaris 41 Ribu Kaum Gaza

Beberapa kasus itu Kagak Bisa diselesaikan dalam satu tahun dan banyak yang overlapping. Penanganan kasus ini juga sangat kompleks.

Banyak diplomat-diplomat dalam melakukan pendekatan terhadap kasus ini melakukan lebih dari apa yang mereka harus lakukan. Paling Kagak mereka Maju berusaha dalam upaya Demi membantu membebaskan atau mengurangi hukuman dari para WNI itu.

“Bahkan Eksis yang Tamat melakukan pendekatan ke keluarga (korban) secara reguler membawa makanan memasakkan keluarga keluarga korban jadi memang above and beyond,” ucap Arrmanatha.

Pada 2024 Kemenlu juga telah menerbitkan Kemenlu no. 42 tentang Panduan pendampingan bagi WNI yang menghadapi hukuman Tewas. Dengan Panduan ini akan lebih Jernih bagi para diplomat di negara-negara yang banyak isu-isu kasus-kasus terkait dengan hukuman Tewas ini juga tujuannya Demi mempekuat upaya perwakilan dalam melakukan tugasnya.

Cek Artikel:  Perpaduan Disiplin Diri dan Rasa Syukur

Pendampingan hukum

Tak kurang dibutuhkan pendampingan hukum kepada WNI yang dihadapkan pada kasus hukum. Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kemenlu Judha Nugraha menjelaskan Eksis tiga prinsip perlindungan antara lain mengedepankan tanggung jawab pihak terkait, Kagak mengambil alih tanggung jawab pidana maupun berdata dan dilakukan sesuai dengan hukum negara sempat dan hukum kebiasaan Dunia.

Pada konteks pendampingan hukum,  dikejar dulu tanggung jawab pihak-pihak terkait. Kalau Eksis, kalau Bisa disiapkan, pemerintah dorong pihak-pihak terkait tersebut, termasuk Eksis mekanisme pengacara perhubungan.

“Tetapi, kami perlu tegaskan bahwa Demi kasus-kasus yang sifatnya high profile case, seperti kasus hukuman Tewas, karena ini merupakan kasus yang melibatkan capital punishment, yang sifatnya irreversible, maka negara menyediakan pengacara Tertentu atas beban negara,” ujar Judha.

“Saya perlu tegaskan bahwa pelindungan hukum yang dilakukan oleh negara melalui Kemenlu dan perwakilan RI adalah Demi melindungi hak-hak yang bersangkutan di dalam sistem hukum negara setempat. Kita Kagak membela kesalahannya. Kita bela itu adalah haknya,” tegas Judha.

Cek Artikel:  Salju Lebat Ganggu Perjalanan Udara dan Kereta di Inggris

“Hak Demi mendapatkan pengacara, hak Demi mendapatkan penerjemah, hak Demi mendapatkan pelakuan yang adil dalam peradilan, hak Demi mendapatkan akses ke konsuleran, itu kita lindungi. Tapi kita Kagak melakukan intervensi terhadap sistem hukum negara setempat karena itu juridiksi hukum negara setempat. Jadi kita Kagak membela kesalahan waga negara kita,” Judha menambahkan.

Demi di Malaysia, Judha menyebutkan Misalnya kasus 137 WNI yang bebas dari hukuman Tewas. Menurutnya Eksis dua turunnya kasus hukuman Tewas, satu bebas murni yang artinya bebas dari hukuman. Kemudian kedua, turun hukuman Ke hukuman penjara.

Hukuman Tewas yang diturunkan ke hukuman penjara Ini yang banyak terjadi di Malaysia. “Jadi Nomor 137 itu mayoritas Eksis di Malaysia, karena di Malaysia Eksis amandemen mengenai abolishment of death penalty,” pungkas Judha.

Mungkin Anda Menyukai