Liputanindo.id MAKASSAR – Image buruk wilayah utara Kota Makassar sebagai daerah kumuh, sarang premanisme karena kelaparan dan tidak terjamah pendidikan, pelan-pelan tentram berkat sentuh hati Kapolrestabes Makassar Kombes Pol Mokhamad Ngajib.
Hari menjelang sore, akhir Juli 2024 di Jalan Sultan Abdullah Raya, Kecamatan Tallo, Kota Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel), satu per satu warga yang menghuni wilayah itu keluar dari biliknya.
Maklum, terik Kota Daeng yang mencapai 30°C itu membuat aktivitas lengang siang hari, dan jalan-jalan baru akan ramai dilalui kendaraan saat matahari mulai lengser ke barat.
Anak-anak yang baru bangun dari tidur siangnya nampak ceria berlarian meramaikan jalan sore itu, pun decker di pinggiran jalan juga terlihat mulai penuh diduduki remaja yang nongkrong sambil bercengkrama- sesekali mereka cekikikan, memegang perut menahan tawa seperti ada hal lucu yang menjadi sasaran candaan.
Baca Juga:
Empat Kapolsek dan Kasat Lantas Polrestabes Makassar Berganti
Bagian lain di jalan itu, seorang pemuda bernama Aswar (24) bergegas menuju pangkalan bertuliskan ‘Pajamma Barakka’, tempat dimana pemuda-pemuda disana nongkrong yang difungsikan ganda sebagai tempat cuci kendaraan motor untuk mencari cuan. Ia menyiapkan perkakas alat-alat cuci motornya untuk memulai kerja.
“Disini jelang sore baru ramai, jadi bukanya juga agak siangan,” kata Aswar ditemui pertengahan Juli 2024 lalu.
Aswar adalah salah satu pemuda yang turut merasakan manfaat atas keberadaan program Pajamma Barakka di tempatnya. Sulitnya lapangan kerja di tengah pendidikan yang minim, tempat cuci motor Pajamma Barakka yang difasilitasi pihak Polrestabes Makassar itu menjadi sumber mata pencaharian Aswar dan rekan-rekanya yang lain untuk menambah penghasilan.
Bukan seperti tahun-tahun sebelumnya, dimana wilayah itu dianggap sebagai tempat “angker” karena rawan perkelahian antar pemuda, jadi sebab orang-orang takut melintas di jalan itu.
Kata Aswar, sekarang jalan tersebut lebih ramai dilewati pengendara-membuat pemuda di sana tidak sulit mendapat puluhan kendaraan motor bisa dibersihkan dalam sehari.
“Dulu sepi, banyak orang yang takut masuk. Karena ketika masuk ke sini dihadang, pulang-pulang pasti bonyok,” ucap Aswar.
Ketika ada pengendara yang wajahnya terlihat asing melintas di wilayah itu, otomatis akan dicurigai sebagai mata-mata musuh kelompok pemuda lain.
Pada malam hari, warga lain akan berpikir berkali-kali sebelum melintas di kawasan itu. Maraknya begal, dan aksi busur dari orang tidak dikenal (OTK) di galangan kapal dan seputar wilayah Tallo menjadi wilayah horor pada tahun-tahun 2021-2023 dengan tingginya kriminalitas di sana.
Tapi itu terjadi sebelum Pajamma Barakka berdiri sejak Agustus 2023 lalu. Kondisi menjadi lebih tertib dan aman setelah pemuda-pemuda terwadahi melalui program yang mampu memecah konflik dan aksi perkelahian di kalangan anak-anak muda di bagian utara Kota Makassar itu.
Aswar sendiri merupakan residivis yang telah sembilan kali masuk bui selama 4 tahun terakhir karena kasus perkelahian kelompok dan aksi premanisme di jalan. Ketika mengenang tindakan brutalnya atas penyerangan dengan menggunakan senjata tajam (Sajam), jeruji besi tidak membuatnya kapok. Circle preman-preman di perkotaan malah menganggap penjara adalah pertanda “kejagoan” dan orang yang telah “teruji”.
Info-info kejadian di media sosial, wajah pria yang akrab dipanggil Marko itu berkali-kali viral di sejumlah platform jagat dunia maya atas sejumlah aksi kriminalitas yang dilakukannya.
“Kasusnya macam-macam, pengeroyokan, perang kelompok,” kata Aswar.
Beberapa tawuran seperti yang pernah terjadi di Jalan Barukang, antara warga di sana dengan warga Cambaya, juga perkelahian di Jalan Sabutung tahun 2021 silam, tidak lepas dari keterlibatan Aswar yang membuatnya harus menjalani hukuman penjara.
Masalah sepele yang membuat kedua kelompok pemuda saling serang di wilayah itu oleh Aswar, dikarenakan kurangnya aktivitas yang dapat mendorong anak-anak muda tanpa bekal pendidikan dan pekerjaan itu lebih berdaya.
Sehingga kesalahpahaman yang pernah terjadi beberapa tahun silam sangat mudah memancing keributan dan berujung pada perkelahian. Bukan jarang akibat penyerangan itu, banyak korban dan kerugian materi ikut jadi tumbal.
“Masalahnya biasa dari teman ke teman yang satu tongkrongan, melapor ada yang dipukul lalu terjadi aksi balas dendam tapi kadang salah sasaran atau orang, orang ini lapor lagi ke gengnya, melakukan penyerangan balik,” cerita Aswar.
Pertengahan Agustus 2023 keadaan berubah. Kondisi utara Makassar yang dikenal dengan sebutan wilayah “texas” itu setahun terakhir lebih aman, tertib dan kondusif. Aksi perkelahian bahkan sudah tidak terdengar lagi. Pemuda-pemuda yang awalnya kerap bikin resah masyarakat kini disatukan dalam kegiatan produktif di bawah binaan Pajamma Barakka.
Seperti Aswar, sekarang mengaku lebih berdaya. Sokongan alat-alat cuci motor yang diberikan Kapolrestabes Makassar Kombes Pol Mokhamad Ngajib, menumbuhkan rasa malu dalam diri Aswar jika mau kembali berbuat onar.
“Kami menjaga nama baik bapak (Kapolrestabes Makassar). Kita sudah diberi piring untuk makan rasanya malu kalau mau baku serang-serang lagi,” tuturnya.
Apalagi saat tempat itu diresmikan, orang nomor satu di jajaran Polrestabes Makassar itu berpesan kepada anak-anak muda disana agar membantu pihak kepolisian menjaga kondusifitas wilayah Tallo dari berbagai aksi-aksi kekerasan dan kriminalitas. Olehnya Aswar dan satu komplotannya merasa bertanggung jawab untuk menciptakan kondisi aman untuk semua warga di sana.
Sentuh Hati Lewat Pendekatan Budaya
Kapolrestabes Makassar Kombes Pol Mokhamad Ngajib mengenang kunjungannya ketika kali pertama menginjakkan kaki dan menyusuri lorong-lorong di kawasan Tallo, bagian utara Makassar dimana perkelahian antar kelompok dan aksi kriminalitas jalanan hampir setiap saat terjadi.
Kapolrestabes Makassar, Kombes Pol Mokhamad Ngajib. (Istimewa)
Kaum di sana dibuat lari terbirit-birit saat melihat polisi berpangkat tiga bunga melati itu datang dengan berpakaian seragam lengkap dikawal anggota polisi lainnya turun dari mobil di pertengahan 2023 lalu.
“Mereka bubar semua melihat pakaian dinas (polisi), karena takut,” cerita pria kelahiran Purbalingga, Jawa Tengah 7 Desember 197 itu, tatkala melakukan pendekatan dengan warga.
Pertemuan kali kedua dengan warga, Ngajib datang dengan tampil beda. Bukan lagi menggunakan atribut polisi. Langkah ini efektif, membuatnya diterima dan disambut baik oleh warga. Dari ibu-ibu, bapak-bapak, pemuda-pemuda bahkan anak-anak memberi perlakukan hangat.
Tanpa seragam, Ngajib tidak lagi ditakuti, membuatnya merasa dihargai dan dihormati.
“Ini pengalaman menarik. Jadi kalau kita perhatikan mereka, kita sentuh hati mereka, ikut berbaur semua masalah bisa selesai,” tuturnya.
Pengalaman Mokhamad Ngajib di masa muda kala berpangkat Ipda di awal-awal karir kepolisiannya saat kali pertama bertugas di Makassar, sebelum akhirnya kembali di kota anging mammiri sebagai Kapolres dijadikan bekal mempelajari karakter warga Makassar yang dikenal keras.
Menurutnya, menyelesaikan masalah kejahatan di Makassar tidak boleh hanya pada sisi ekonomi saja, tapi harus menyentuh apa yang menjadi prinsip dan pegangan hidup orang suku Bugis-Makassar yang menjadi penduduk mayoritas di kota ini dalam bermasyarakat.
“Itulah salah satu juga metode pendekatan, saya melihat di Kota Makassar ini satu budaya Sipakatau, Sipakalebbi, Sipakainga. Dan budaya siri na pacce. Saya melihat dari situ mencoba menyentuh masyarakat itu dengan hati, pendekatan hati kita utamakan,” tutur Ngajib.
Berawal dari pendekatan budaya inilah, Ngajib masuk membawa program Balla Barakka dan Pajamma Barakka untuk melakukan pembinaan terhadap anak-anak muda utamanya mereka eks narapidana yang sulit mendapat kepercayaan publik dan pekerjaan layak.
Ide memberikan tempat usaha ini lanjut Ngajib berawal dari proses evaluasi yang dilakukan jajarannya bersama dengan Pemerintah Kota Makassar melihat tingginya angka aksi perkelahian. Rupanya, rendahnya pendidikan dan kurangnya lapangan pekerjaan jadi salah satu pemicunya.
“Kita lakukan pendalaman, ternyata mereka perlu perhatian dari orang lain atau lebih kepada pemerintah. Setelah kita coba melakukan pendekatan ke mereka, mereka menyampaikan bahwa dua poin itu, mereka tidak sekolah, saya nganggur,” tambah Ngajib.
Program Walikota “Jagai Anakta” ini disinkronkan dengan program Balla Barakka sebagai rumah singgah milik Polrestabes Makassar dengan cara merangkul anak-anak tersebut untuk berkumpul melakukan hal positif. Hanya saja Balla Barakka hanya mampu merubah perilaku mereka yang sebelumnya suka tawuran, aksi kriminal, dan balap liar.
Tetapi tidak mengejawantahkan masalah lain yang menjadi persoalan pemuda di sana, yakni kemiskinan dan pengangguran . Lewat dikembangkan lagi Program Pajamma Barakka sebagai solusi atas permasalah ekonomi mereka. Sehingga selain mengubah moral dan laku pemuda lewat Balla Barakka masalah perut mereka juga mendapat penanganan melalui Pajamma Barakka.
“Pajama Barakka itu adalah wadah untuk memberikan pekerjaan terhadap anak-anak yang dulunya pernah terlibat hukum dan melakukan tawuran, dan tindakan kriminal lain. Dengan memberikan mereka modal, dibuatkan tempat pencucian motor yang tentunya hasilnya itu dikelola oleh mereka untuk kesejahteraan mereka,” Papar Ngajib.
Anggaran yang digunakan untuk memodali program ini lanjut Ngajib selain bersumber dari dana pribadi, juga berkat bantuan dana CSR dari perusahaan-perusahaan yang memiliki kepedulian terhadap masalah sosial di Makassar.
“Kita kan di Polisi tidak ada anggaran khusus untuk kesitu, uang pribadi untuk sekedar kita manfaatkan juga. Anggaran CSR banyak yang mendorong juga bisa membuat langsung membantu tempatnya, peralatannya,”ulasanya.
Wadah Pemersatu dan Bantu Ekonomi Pemuda Utara
Koordinator Program Pajamma Barakka, Faisal mengungkapkan, Pajamma Barakka telah menjadi wadah yang bisa mempersatukan pemuda di wilayah Tallo, yang awalnya terpecah belah karena masalah remeh temeh, saat ini pemuda-pemuda di kawasan itu lebih banyak berkumpul dan menggelar kegiatan bakti sosial bersama.
“Kita gelar bazar, menggelar bakti sosial misalnya ketika Ramadhan lalu kita semua anak-anak muda bagi-bagi takjil di jalan. Ketika terjadi bencana anak-anak turun ke jalan untuk meminta sumbangan lalu diserahkan kepada korban,”katanya.
Aksi-aksi sosial anak-anak muda disana selain membantu sesama, juga bagian upaya untuk mengubah citra buruk wilayah Tallo yang dikenal sebagai daerah rawan aksi kejahatan, agar orang-orang tidak takut lagi masuk ke sana, sehingga ekonomi pun bisa tumbuh.
Upaya-upaya itu membuahkan hasil. Tempat cuci motor Pajamma Barakka yang dikelola bersama pemuda di sana ramai dikunjungi, bukan saja warga di sana yang kendaraannya ingin dibersihkan, orang-orang dari luar pun sekarang demikian.
“Alhamdulillah anak-anak sudah bersatu semua, orang-orang luar sudah tidak takut lagi masuk ke sini,” ujarnya.
Pemuda di sana kini punya penghasilan sendiri, setidaknya untuk biaya nongkrong seperti beli rokok, jajan dan jalan bersama tidak lagi harus meminta membebani ekonomi orang tua. Karena mereka bisa membiaya kebutuhan sehari-hari berkat alat cuci motor yang disediakan di Pajamma Barakka.
Bakti Sosial Pemuda Binaan Pajama’ Barakka. (Istimewa)
Lumayan, dalam sehari anak muda di sana bisa mengantongi Rp 30.000 hingga Rp 50.000 per orangnya dalam sehari. Kalau lagi ramai-ramainya bahkan bisa mencapai Rp 100.000. Sementara dalam sehari pemuda yang mendapat giliran berjaga yang sebelumnya telah diatur berdasarkan shift bisa 3 sampai 5 orang.
“Duit yang didapat akan langsung masuk ke kantong orang yang dapat giliran berjaga, jadi siapa yang cuci motor dia yang terima uangnya,” ungkap Faizal.
Disebutkannya keseluruhan posko Pajamma Barakka di Makassar tersebar di 15 kecamatan. Tetapi yang berada di bawah pantauannya terdapat 9 titik atau kecamatan, yakni Kecamatan Tamalate, Mariso, Mamajang, Tallo, Tamalanrea, Rappocini, Panakkukang, Manggala dan Bontoala.
“Kapolres menyiapkan, memfasilitasi tempat cuci motor dengan menggunakan uang pribadi. Jadi semua dimodali. Anak-anak yang menganggur yang kerap buat onar dipekerjakan di situ. Kemudian siapapun yang mencuci motor uangnya untuk mereka sendiri, masuk kantong pribadi,”papar Faisal.
Aksi Kriminalitas Menurun
Kapolrestabes Makassar Kombes Pol Mokhamad Ngajib menyebut, berkat program ini angka kriminalitas di Makassar cenderung menurun satu tahun terakhir sejak program Balla Barakka dan Pajamma Barakka menyentuh pemuda.
Diketahui sepanjang tahun 2023 ada 5.670 laporan kejahatan yang masuk di Polrestabes Makassar. Jumlah tersebut menurun dibanding tahun 2022 dengan jumlah laporan 7.155.
“Alhamdulillah kita bisa lihat data aksi kriminalitas di jalanan menurun, mereka sekarang sudah jarang berkumpul di luar untuk melakukan hal negatif,” terang Ngajib.
Turunnya aksi kejahatan ini juga diperkuat dengan masuknya Makassar sebagai Kota Paling Gembira di Dunia, satu-satunya di Indonesia.
Di mana berdasarkan dari Happy City Index, Kota Makassar menempati urutan ke-234 dari total 250 kota yang masuk daftar. Penilaian Kota Makassar didasarkan pada sejumlah indikator, seperti city dengan nilai 207,1, government 225,8, economy 322,9, dan mobility 244,3. Data ini menepis image Kota Makassar sebagai kota yang sering demo, rawan kejahatan dan hal-hal negatif lainnya. (Liputanindo.id JUSRIANTO/ R RIVALDI)
Baca Juga:
Pelaku Pembunuhan Pemuda 25 Pahamn di Makassar Dibekuk, Motifnya Berawal dari Aplikasi Mi Chat