PADA Jumat, 6 Oktober 2023 lalu, BPJS Kesehatan mengadakan Launching Program Sentralisasi Administrasi Kepesertaan, Perluasan dan Pelayanan Peserta yang diselenggarakan di Kota Yogyakarta. Proses sentralisasi ini merupakan upaya BPJS Kesehatan melakukan transformasi mutu layanan guna terus memberikan kemudahahan layanan dan meningkatkan kepuasan peserta. Dengan program sentralisasi ini pun didorong terjadi peningkatan cakupan kepesertaan, pendapatan iuran, keaktifan peserta, serta validasi data kepesertaan.
Program sentralisasi ini meliputi: Pelayanan Administrasi Peserta melalui WA (Pandawa), Jenis Layanan Rekrutmen dan Reaktivasi Peserta (Jelita), Sentra Layanan Administrasi Kepesertaan (Selaras), Sentralisasi Edukasi dan Penanganan Pengaduan (Senada), dan Laison Officer Care Center 165 (LO CC 165).
Selama ini BPJS Kesehatan sudah mengelola lima kanal layanan tersebut. Tetapi untuk lebih meningkatkan pelayanan dan menjawab berbagai permasalahan yang ada, yaitu pelayanaan dan respons atas pengaduan masyarakat bisa lebih efektif dan efisiensi maka dilakukan sentralisasi kelima kanal layanan tersebut.
Upaya sentralisasi pelayanan ini guna mendorong percepatan transformasi mutu layanan yang mudah, cepat, dan setara kepada peserta JKN, dan ini menjadi sebuah keharusan untuk mendukung kepuasan peserta Jaminan Kesehatan nasional (JKN) sebagai konsumen layanan Kesehatan. Dengan sentralisasi maka seluruh laporan yang disampaikan oleh peserta akan lebih mudah dan cepat ditindaklanjuti dan dikoordinasikan dengan seluruh kantor cabang BPJS Kesehatan, fasilitas Kesehatan (faskes), maupun Kementerian/Lembaga serta Pemerintah Daerah. Tentunya upaya sentralisasi ini harus didkukung dengan komitmen menyiapkan dan menambah sumber daya manusia, sarana, dan prasarana agar kepuasan peserta terhadap Program JKN semakin meningkat.
Secara yuridis, sentralisasi merupakan upaya BPJS Kesehatan untuk menjalankan amanat Pasal 24 ayat (3) UU SJSN yaitu BPJS mengembangkan sistem pelayanan kesehatan, sistem kendali mutu pelayanan, dan sistem pembayaran pelayanan kesehatan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas jaminan kesehatan. Selain itu mengacu pada UU no. 25 Pahamn 2009 tentang Pelayanan Publik bahwa program sentralisasi ini adalah usaha membangun kepercayaan masyarakat atas pelayanan publik yaitu program JKN yang diselenggarakan BPJS Kesehatan, yang harus dilakukan seiring dengan harapan dan tuntutan seluruh warga negara dan penduduk tentang peningkatan pelayanan publik.
Dukungan Pemangku Kepentingan
Percepatan transformasi mutu layanan yang mudah, cepat, dan setara harus didukung oleh seluruh pemangku kepentingan program JKN. Biarpun BPJS Kesehatan sudah merancang sentralisasi ini dengan baik, namun bila tidak didukung maka tujuan sentralisasi tersebut akan sulit tercapai.
Proses layanan yang dilakukan BPJS Kesehatan sangat bersentuhan dengan banyak pihak. Kanal Selaras untuk menyelesaikan permintaan administrasi kepesertaan seperti pemutakhiran hasil pemadanan dan data bayi baru lahir, akan berhubungan dengan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil, Kementerian Dalam Negeri.
Demikian juga dengan layanan kanal Pandawa yang salah satunya melayani pengaktifan kembali status kepsertaan seperti kepesertaan Penerima Donasi Iuran (PBI) yang dinonaktifkan juga berhubungan dengan Kementerian Sosial dan Dinas Sosial Daerah yang memiliki kewenangan untuk melakukan cleansing data PBI JKN. Saya mendorong Pemerintah melakukan cleansing data dengan obyektif dan mengkomunikasikannya kepada rakyat miskin dan tidak mampu.
Selain itu seharusnya Pemerintah Pusat juga melaksanakan amanat Peraturan Presiden (Perpres) No. 36 Pahamn 2023 tentang Peta Jalan Jaminan Sosial, yang menargetkan kepesertaan PBI JKN sebanyak 111 juta orang di 2023, dan 113 juta orang di 2024. Dengan kemauan baik Pemerintah menjalankan Perpres no. 36 tersebut maka target kepesertaan 98 persen di 2024 akan mudah tercapai.
Kanal LO CC 165 dan Senada yang salah satunya menindaklanjuti layanan Pemberian Informasi dan pengaduan peserta JKN, juga sangat berhubungan erat dengan faskes mengingat pengaduan yang dilayangkan peserta JKN karena memang ada masalah di faskes.
Lagi banyak kasus pelanggaran hak peserta JKN di faskes untuk mendapatkan layanan Kesehatan sesuai regulasi. Lagi ada kasus pasien JKN disuruh pulang dalam kondisi belum layak pulang secara medis, setelah dirawat 3 atau 4 hari, merupakan pelanggaran Pasal 46 ayat (3) Perpres no. 82 tahun 2018.
Biarpun Pasal 68 ayat (1) Perpres no. 82 tahun 2018 melarang faskes menarik biaya pelayanan kesehatan selama peserta mendapatkan manfaat pelayanan kesehatan sesuai dengan haknya, namun persoalan out of pocket masih saja terjadi.
Kepatuhan faskes memang sangat diharapkan peserta JKN dan BPJS Kesehatan, namun dengan masih terjadinya pelanggaran hak pasien maka pengawasan dan penegakkan hukum yang menjadi tugas dan kewenangan Pemerintah pun sangat dinantikan. Selama ini tugas dan kewenangan tersebut tidak tampak terlaksana ketika ada faskes yang tidak patuh pada ketentuan.
Banyaknya permasalahan yang dilaporkan peserta JKN juga disebabkan oleh kurang teredukasinya peserta tentang hak dan kewajibannya. Dengan sentralisasi ini diharapkan proses edukasi lebih berjalan dengan baik dan berkelanjutan. Sentralisasi ini pun upaya BPJS Kesehatan menjalankan amanat Pasal 15 ayat (2) UU SJSN yaitu BPJS wajib memberikan informasi tentang hak dan kewajiban kepada peserta untuk mengikuti ketentuan yang berlaku.
Dengan sentralisasi ,layanan BPJS Kesehatan memiliki data riil tentang segala permasalahan JKN, oleh karenanya data-data tersebut dapat digunakan untuk menjadi dasar sosiologis bagi Pemerintah untuk merancang regulasi JKN ke depan yaitu regulasi yang inklusif bagi seluruh rakyat Indonesia.
Semoga sentralisasi layanan JKN terus dilanjutkan dengan inovasi layanan JKN lainnya sehingga masyarakt Indonesia terlayani dengan baik dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.