Sengketa Pilkada Terbanyak di Papua, Sistem Noken dan Keamanan Dinilai Jadi Tangangan

Sengketa Pilkada Terbanyak di Papua, Sistem Noken dan Keamanan Dinilai Jadi Tangangan
Jajaran Hakim konstitusi Arief Hidayat (kiri), Arsul Sani (kedua kiri), Anwar Usman (kedua kanan), Ridwan Mansur(MI/Usman Iskandar)

 

MAHKAMAH Konstitusi (MK) mencatat sidang perselisihan hasil pemilihan kepala daerah (PHP-kada) 2024 didominasi dari Kawasan Indonesia timur. Urutan tiga teratas ditempati oleh Papua Tengah sebanyak 20 perkara, Maluku Utara sebanyak 19 perkara, dan Papua sebanyak 18 perkara.

Pada perhelatan Pilkada Gubernur, 7 dari 10 provinsi dengan permohonan sengketa Pilkada 2024 berasal dari Indonesia timur. Dalam hal ini, Provinsi Papua Selatan menjadi Kawasan dengan jumlah permohonan terbanyak, yakni tiga perkara. 

Ahli hukum pemilu Universitas Indonesia, Titi Anggraini menjelaskan distribusi jumlah perkara yang masuk ke MK tersebut menunjukkan bahwa daerah-daerah dengan kompleksitas geografis dan tingkat partisipasi politik tinggi Mempunyai potensi sengketa yang lebih besar.

“Pilkada di Papua memang Mempunyai banyak problematika mulai dari masalah integritas dan profesionalitas penyelenggara, gangguan keamanan, ataupun kecurangan yang melibatkan politik Dana, intimidasi, maupun manipulasi Bunyi,” Terang Titi kepada Media Indonesia pada Rabu (21/1). 

Cek Artikel:  Pilkada Kota Bogor, Sendi Janji Tambah Tunjangan Guru

Titi mengatakan pada Pilkada 2024, konflik terkait sistem noken memang banyak bermunculan di Papua. Selain itu, Penyelenggaraan Pilkada juga diwarnai berbagai masalah, mulai dari tahapan penyaluran logistik, hari pencoblosan, hingga proses rekapitulasi. Masalah ini memicu kerugian, mulai dari kekerasan hingga berdampak pada hak politik masyarakat sipil.

“Banyak PR yang harus diselesaikan khususnya terkait dengan akuntabilitas sistem noken dan juga kredibilitas penyelenggara pemilunya,” katanya. 

Diketahui, dalam sistem noken, Golongan masyarakat di suatu Kawasan Pandai mengambil kesepakatan Berbarengan Kepada memilih calon tertentu. Pandai juga Bunyi dari Golongan masyarakat itu ditentukan oleh kepala Bangsa.

Selain itu, Titi juga menekankan pentingnya bagi penyelenggara pilkada kedepan Kepada mengantisipasi adanya konflik horizontal yang berimbas pada keselamatan pemilih. 

Cek Artikel:  Kawal Putusan MK, Mahasiswa Nyalakan Peringatan Darurat

“Perlindungan terhadap pemilih dalam menggunakan hak pilih dan agar suaranya Tak direkayasa juga Tetap menjadi tantangan besar di Papua. Karena itu, ke depan seleksi penyelenggara pemilu di Papua harus diperbaiki,” ujarnya.

Titi menilai, penyelenggara pemilu harus memperhatikan hak politik masyarakat secara merata. Apalagi, banyak masyarakat yang berasal dari daerah konflik yang mengungsi. Komisi Pemilihan Standar (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) perlu memastikan Golongan-Golongan marjinal Pandai menyalurkan hak politik secara Independen.

“Jangan Tamat Eksis intervensi politik dalam bentuk apapun, termasuk juga bagaimana memastikan profesionalitas petugas sehingga Pandai menyelenggarakan pemilihan dengan Pas sesuai aturan main yang Eksis,” katanya. 

Menurut Titi, Papua selalu menjadi Kawasan langganan dengan pelanggaran dan sengketa terbanyak dalam pilkada. Atas dasar itu, dia menekankan pentingnya penegakan hukum secara efektif dan berkeadilan.

Cek Artikel:  2 Unsur yang Munculkan Kotak Hampa di Pilkada

“Hal itu khususnya terkait penyimpangan dan manipulasi dalam praktik penggunaan noken yang acap kali dicurangi oleh para oknum yang berkomplot dengan elite politik tertentu,” ujar Titi. 

Lebih jauh, Titi menekankan agar partai politik bergerak Kepada memberikan pendidikan politik sebagai komitmen jangka panjang yang harus dilakukan secara serius dan melibatkan Sekalian pihak di Papua. 

“Jangan Tamat literasi politik Tak berkembang yang akhirnya Lanjut Membangun kondisi demokrasi di Papua Tak Pandai maju dan mengejar ketertinggalan dibanding daerah lain,” tandasnya. 

Terpisah, Peneliti dari Perkumpulan Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Haykal mengatakan bahwa proses Penyelenggaraan Bagus pemilu maupun pilkada di Kawasan papua Tetap Mempunyai banyak catatan. Kendati demikian katanya, hal itu bukan menjadi Argumen Kepada mengubah sistem pilkada menjadi Tak langsung.

“Perbaikan harus dilakukan dengan Penilaian menyeluruh terutama pada hal-hal yang berkaitan dengan keamanan dan teknis penyelenggaraan yang Tetap banyak kekurangan,” tandasnya. (Dev/M-3)

Mungkin Anda Menyukai