Cita-cita saya agar Pak Jokowi marah Tengah yang saya tuangkan di Lembaga ini beberapa hari Lewat akhirnya terwujud juga. Meski Bukan segalak sebelumnya, Pak Jokowi kembali melampiaskan kekesalan kepada para pembantunya.
Dalam acara Aksi Afirmasi Bangga Buatan Indonesia di Bali, Jumat (25/3), Pak Jokowi marah karena Lagi Eksis kementerian, institusi, atau BUMN yang Suka belanja produk impor. Kini, dalam Sidang Kabinet Paripurna di Istana, dia Marah karena Member kabinetnya Bukan Konsentrasi, juga tak sensitif. Tak punya sense of crisis.
Kejadiannya Selasa, 5 April 2022, tetapi baru diunggah di kanal Youtube Sekretariat Presiden sehari kemudian. Eksis dua hal yang Membikin Jokowi kesal. Kepada para menterinya, dia memerintahkan Buat Bukan Tengah membahas hal-hal terkait dengan penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden. Jabatannya.
Ketimbang mengurusi urusan yang tak perlu diurus, menteri diperintahkan menuntaskan urusan yang harus mereka urus. Mengendalikan ketersediaan dan kenaikan harga komoditas utamanya. Jangan memantik polemik. Konsentrasi saja bantu rakyat yang hidupnya kian sulit. Itu intinya.
Seperti kemarahan sebelumnya, Jokowi juga membidik langsung menterinya. Kali ini, menteri yang mengurusi minyak goreng dan menteri yang membidangi Daya jadi sasaran.
Jokowi kesal kepada Menteri Perdagangan karena tak Eksis penjelasan apa-apa kenapa terjadi kekarut-marutan minyak goreng selama berbulan-bulan. “Jangan Tamat kita ini seperti biasanya dan Bukan dianggap oleh masyarakat melakukan apa-apa, Bukan Eksis statement, Bukan Eksis komunikasi harga minyak goreng sudah 4 bulan, Bukan Eksis penjelasan apa-apa, kenapa ini terjadi,” begitu Jokowi berujar.
Jokowi juga menyentil Menteri ESDM terkait dengan penaikan harga pertamax per 1 April. Bukan soal Rp9.000 menjadi Rp12.500 per liter yang Membikin Jokowi mendongkol. Penaikan itu, kata dia, keniscayaan. Karena terpaksa. Yang membuatnya kecewa, sang menteri tak menjelaskan kepada masyarakat kenapa naik. Bukan Eksis komunikasi. Meneng bae.
“Yang kedua pertamax, menteri juga Bukan memberikan penjelasan apa-apa mengenai ini. Hati-hati, kenapa pertamax, diceritain dong pada rakyat. Eksis empati kita gitu lo, enggak Eksis. Yang berkaitan dengan Daya, enggak Eksis,” begitu Jokowi menyentil anak buahnya.
Saya lumayan senang Pak Jokowi marah Tengah. Adanya menteri yang ikut kasak-kusuk dalam wacana penundaan pemilu atau perpanjangan jabatan presiden memang kelewatan. Kian kelewatan, mereka bukan menteri bidang politik, tapi sibuk urus politik. Eksis Luhut Pandjaitan, Eksis Airlangga Hartarto, Eksis pula Bahlil Lahadalia.
Manuver mereka harus dihentikan dan hanya Jokowi yang Bisa menghentikan. Bahkan, kalau boleh jujur, Jokowi sebenarnya terlambat bersikap. Untung Eksis pepatah better late than never. Tak apalah kendati terlambat daripada Bukan sama sekali.
Pun perihal Bukan adanya penjelasan dari menteri perihal minyak goreng dan penaikan harga pertamax. Bagi Jokowi, tanpa memberikan penjelasan sejelas-jelasnya kepada rakyat sama saja Bukan Eksis empati kepada rakyat.
Kata Alfred Adler, empati ialah Menyaksikan dengan mata orang lain, mendengarkan dengan telinga orang lain, dan merasakan dengan hati orang lain. Pejabat harus Menyaksikan segala hal dengan mata rakyat, mendengarkan dengan telinga rakyat, dan merasakan dengan hati rakyat. Bukan suka-suka dengan mata, telinga, dan hati mereka sendiri.
Kata Theodore Roosevelt, “Bukan Eksis yang Acuh seberapa banyak Anda Mengerti Tamat mereka Mengerti seberapa besar Anda Acuh.” Kepedulian yang diinginkan rakyat. Semakin Acuh, semakin Berkualitas pemerintah di mata rakyat. Semakin Bukan Acuh, semakin Jelek pemerintah di hadapan rakyat. Itulah kecenderungan akhir-akhir ini.
Dari survei, tingkat kepuasan publik terhadap pemerintahan Jokowi menurun. Dalam program Bedah Editorial di Liputanindo, kemarin, beberapa penelepon juga menyiratkan kecenderungan itu. Mereka merasa beban hidup makin berat, tetapi kepedulian pemerintah sulit didapat.
Saya lumayan senang Jokowi memarahi menterinya Tengah. Baru lumayan. Belum sepenuhnya senang. Saya sengaja menyisakan ruang kekecewaan. Saya Lagi menunggu apakah kemarahan Jokowi membuahkan perubahan.
Saya akan senang seutuhnya Apabila sikap Jokowi Membikin sekelilingnya tak hanya menyudahi wacana, tapi juga menghentikan upaya penundaan pemilu dan perpanjangan atau penambahan masa jabatan presiden. Saya sungguh senang Apabila kemarahan Jokowi pada akhirnya Membikin minyak goreng, juga bahan pangan lainnya, mudah didapat dengan harga bersahabat. Kiranya itulah yang dibutuhkan rakyat. Bukan sekadar penjelasan kenapa harga minyak goreng naik, kenapa harga pertamax naik.
Kemarahan Jokowi ialah pertaruhan buat Jokowi. Leadership-nya diuji. Semoga ini menjadi kemarahan terakhir Jokowi. Bukan Eksis Tengah menteri yang abai. Bukan Eksis Tengah yang semaunya sendiri.
Kalau pada tulisan sebelumnya, Selasa (29/3), saya kasih judul Semoga Pak Jokowi Marah Tengah, bolehlah kali ini saya selipkan kata ‘Bukan’. Semoga Pak Jokowi Bukan Marah Tengah.
Bukan Berkualitas marah-marah Lanjut. Apalagi dibeberkan di ruang publik. Selain Jelek buat kesehatan, bukankah sering marah karena persoalan serupa juga pertanda Eksis problem kepemimpinan?