Sekolah Penggerak Sebagai Pusat Transformasi Pembelajaran

Sekolah Penggerak Sebagai Pusat Transformasi Pembelajaran
Sutanto(Dok pribadi)

DALAM Rencana Strategis Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) 2020-2024, disebutkan bahwa Merdeka Belajar adalah cita-cita menghadirkan pendidikan bermutu tinggi bagi semua rakyat Indonesia. Hal yang ditandai adanya angka partisipasi yang tinggi di seluruh jenjang pendidikan, hasil pembelajaran berkualitas, dan mutu pendidikan yang merata baik secara geografis maupun status sosial ekonomi.

Bagaimana kondisi akses dan kualitas pendidikan kita sekarang? Kalau kita lihat data pada indikator akses, angka partisipasi untuk jenjang SD dan SMP secara nasional sudah melebihi 100%. Tetapi jika ditelisik per kabupaten/kota, masih ada daerah yang APK (angka partisipasi kasar) SD dan SMPnya masih di bawah 100%.

Kepada akses, pekerjaan rumah yang besar masih di tiga jenjang, yaitu PAUD, sekolah menengah dan pendidikan tinggi, karena APK tiga jenjang tersebut belum mencapai 100%.

Dilihat dari indikator kualitas, hampir semua jenjang pendidikan di Indonesia masih harus bekerja keras untuk bisa mencapai target, apalagi kalau ingin melampaui target yang diharapkan. Empat tahun belakangan Kemendikbudristek berusaha menjalankan strategi yang dapat berdampak luas pada peningkatan dan pemerataan akses dan peningkatan mutu pendidikan, melalui paket kebijakan Merdeka Belajar.  

Merdeka Belajar bukan kebijakan tunggal, melainkan tema yang menyatukan rangkaian kebijakan lain untuk melakukan transformasi pendidikan. Terdapat dua dimensi yang akan dilaksanakan melalui kebijakan ini, yaitu dimensi kualitas dan dimensi keadilan.

Dari sisi dimensi kualitas, fokus kebijakan ini  pada peningkatan kualitas hasil belajar yaitu karakter dan kompetensi dasar, literasi dan numerasi, yang diperlukan oleh murid untuk menjadi  manusia mandiri sebagai individu dan mampu berkontribusi  sebagai warga negara.

Dari sisi dimensi keadilan, kebijakan ini fokus untuk mewujudkan pendidikan berkualitas bagi semua, dalam artian menutup ketimpangan antar kelompok dan daerah, bukan hanya dalam hal akses, tetapi juga kualitas proses dan  hasil belajar.

Cek Artikel:  Profesor Jabatan Akademik, bukan Gelar

Tiba saat ini, sudah 26 rangkaian/episode Merdeka Belajar yang dicanangkan dan dilaksanakan Kemendikbudristek. Salah satu kebijakan yang terkait erat dengan strategi untuk peningkatan mutu pendidikan dengan melakukan transformasi pembelajaran, yaitu Sekolah Penggerak, episode ke-7 dari Merdeka Belajar.

Sekolah Penggerak adalah katalis untuk mewujudkan visi pendidikan Indonesia, sekolah yang berfokus pada pengembangan hasil belajar siswa secara holistik untuk mewujudkan Profil Pelajar Pancasila diawali dengan SDM yang unggul (kepala sekolah, guru dan pengawas sekolah).  

Program tersebut merupakan kolaborasi antara Kemendikbudristek dan pemerintah daerah (pemda),  yang mana komitmen pemda menjadi kunci utama. Komitmen tersebut diawali dengan pernyataan lisan kepala daerah yang didokumentasikan, dan dilanjutkan penandatanganan nota kesepakatan.

Percepatan sekolah

Program Sekolah Penggerak bertujuan untuk mengakselerasi sekolah negeri dan swasta untuk bergerak 1 sampai dengan 2 tahap lebih maju dalam waktu 3 tahun. Terdapatpun gambaran kategori/level sekolah, sebagai berikut; sekolah level 1 biasanya hasil belajar masih di atas atau sama dengan 3 level di bawah yang diharapkan, perundungan masih menjadi budaya di sekolah tersebut, masih terjadi gangguan pembelajaran, dan refleksi diri serta pengimbasan belum dilakukan di sekolah tersebut.

Pada sekolah level 2, biasanya hasil belajar 1-2 tingkat di bawah yang diharapkan, perundungan masih terjadi namun tidak menjadi budaya, pembelajaran belum memperhatikan kebutuhan dan tingkat kemampuan murid, sementara dan refleksi diri dan pengimbasan juga belum dilakukan di sekolah tersebut.

Pada sekolah level 3,  hasil belajar sudah sesuai level yang diharapkan, perundungan tidak terjadi di sekolah,  pembelajaran sudah sesuai  dengan kebutuhan dan tingkat kemampuan murid, perencanaan program dan anggaran sudah berbasis refleksi diri, dan guru mulai melakukan refleksi dan perbaikan pembelajaran.  

Pada sekolah level 4, hasil belajar sudah diatas level yang diharapkan, kondisi lingkungan sekolah aman, nyaman, menyenangkan dan inklusif, perencanaan program dan anggaran sudah berbasis refleksi diri, guru mulai melakukan refleksi dan perbaikan pembelajaran serta kepala sekolah dan guru telah melakukan pengimbasan praktek baik ke sekolah sekitarnya.

Cek Artikel:  Resiliensi Sistem Pangan untuk Indonesia Emas

Sementara itu tujuan akhir dari program Sekolah Penggerak adalah untuk peningkatan hasil belajar, terutama pendidikan karakter, literasi dan numerasi. Program ini juga mendorong sekolah untuk menghadirkan pembelajaran berpusat pada murid, melakukan refleksi dan pengimbasan, antara lain terkait perencanaan program dan anggaran, serta refleksi guru untuk perbaikan pembelajaran. Melalui program ini sekolah juga diharapkan dapat menciptakan lingkungan belajar yang aman, nyaman, inklusif, dan menyenangkan.

Lima intervensi

Terdapat yang bertanya apa bedanya Program Sekolah Penggerak dengan program transformasi sekolah sebelumnya? Program Sekolah Penggerak merupakan penyempurnaan program transformasi sekolah sebelumnya. Penekanan dilakukan pada penggerak perubahan, sehingga pemilihan program ini dimulai dengan menyeleksi kepala sekolahnya.  

Ruang lingkup Sekolah Penggerak mencakup seluruh kondisi sekolah, tidak hanya sekolah unggulan saja, tetapi juga sekolah lapis tengah maupun lapis bawah, baik negeri maupun swasta.

Pada kenyataannya, banyak juga sekolah di daerah terpencil atau daerah 3T terpilih sebagai pelaksana Program Sekolah Penggerak, karena kepala sekolahnya memiliki kompetensi sebagai penggerak perubahan. Sekolah Penggerak melakukan transformasi diri dan setelah tiga tahun diharapkan dapat melakukan pengimbahasan kepada sekolah lain di sekitarnya, terutama yang nilai asesmen nasionalnya (AN) masih rendah.

Pada Program Sekolah Penggerak, intervensi dilakukan secara holistik, mulai dari SDM sekolah, pembelajaran, perencanaan, digitalisasi, dan pendampingan pemda. Pendampingan dilakukan selama tiga tahun ajaran untuk kemudian sekolah melanjutkan upaya transformasi secara mandiri.

Dalam jangka panjang, program ini dilakukan secara terintegrasi dengan ekosistem pendudukan hingga seluruh sekolah diharapkan menjadi sekolah penggerak.

Cek Artikel:  Menghargai Nyawa

Dalam pelaksanaan program ini, Kemendikbudristek melakukan lima intervensi yang saling terkait dan tidak  bisa dipisahkan. Pertama, adalah pendampingan konsultatif dan asimetris, yang merupakan program kemitraan antara Kemendikbudristek dan pemda untuk memberikan pendampingan  implementasi Sekolah Penggerak.

Kedua, intervensi melalui penguatan SDM sekolah, mulai dari kepala sekolah, pengawas sekolah, penilik, dan guru melalui program pelatihan dan pendampingan intensif (coaching) one to one dengan  pelatih ahli yang disediakan oleh Kemendikbudristek.

Ketiga, intervensi pembelajaran dengan paradigma baru, yang berorientasi pada  penguatan kompetensi dan  pengembangan karakter sesuai nilai-nilai Pancasila, melalui kegiatan  pembelajaran di dalam dan luar kelas.

Keempat, intervensi perencanaan berbasis data, dan terakhir adalah proses digitalisasi sekolah, berupa penggunaan berbagai platform digital yang bertujuan mengurangi kompleksitas, meningkatkan efisiensi, menambah  inspirasi, dan pendekatan yang customized.

Tanggung jawab bersama

Program Sekolah Penggerak sudah dimulai sejak tahun ajaran 2021. Tiba saat ini sudah 34 provinsi dan 506 kabupaten/kota yang melaksanakannya. Satuan pendidikan pelaksana kurang-lebih berjumlah 15 ribu.

Mengertin 2023/2024 menjadi tahun ketiga pelaksanaan Program Sekolah Penggerak, sesuai dalam kesepakatan bersama antara Kemendikbudristek dan pemda. Sesuai komitmen kepala daerah terkait, bahwa mulai tahun keempat (tahun ajaran 2024/2025) akan dimulai peralihan tanggung jawab program ini ke pemda yang dimulai dari Sekolah Penggerak angkatan 1.

Hal ini harus menjadi perhatian serius pemda untuk menerima tongkat estafet dan tanggung jawab pengelolaan Sekolah Penggerak, agar keberlanjutan program ini dapat terus berjalan dengan baik.

Di akhir tahun ke tiga, sekolah penggerak harus dapat membuktikan bahwa sekolah tersebut berhasil mencapai target sebagai sekolah yang bertransformasi. Kalau di sekolah tersebut tidak ada perubahan, berarti sekolah tersebut gagal menjadi Sekolah Penggerak.

Mungkin Anda Menyukai