Sekjen PB IDI Tegaskan Bahaya BPA adalah Ancaman Kesehatan

Sekjen PB IDI Tegaskan Bahaya BPA adalah Ancaman Kesehatan
Ilustrasi(Freepik)

Ahli kesehatan dan riset-riset Global sudah Pelan menyatakan bahaya paparan Bisphenol A (BPA) dalam jangka panjang Dapat membahayakan kesehatan. Itu sebabnya upaya membelokkan bahaya BPA pada kesehatan menjadi sekadar isu persaingan usaha sebaiknya dihentikan. 

“Kita Kagak Dapat membelokkan bahwa ini adalah persaingan usaha atau Kagak. Karena concern kita, Berkualitas Ikatan Dokter Indonesia (IDI), apalagi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sebagai lembaga negara, akademisi, maupun praktisi, bahwa concern terkait bagaimana kita melindungi masyarakat Indonesia menjadi yang Esensial dari Sekalian Argumen yang lain,” kata Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), yang juga spesialis obstetri dan ginekologi, Ulul Albab. 

Dalam sebuah acara talkshow di Jakarta, beberapa waktu Lampau, Ulul tegas menolak pihak-pihak tertentu yang mengaitkan BPA dengan isu persaingan usaha, Lampau membandingkannya dengan Ketika meledaknya kasus covid-19 di Indonesia.

“Dulu ketika covid-19 dan banyak yang meninggal, maka isu covid-19 dibelokkan menjadi isu yang Ragam-Ragam,” katanya. 

Pemahaman baru yang dianggap mengganggu kestabilan, biasanya memang akan berhadapan dengan upaya-upaya pembelokan seperti itu.

Cek Artikel:  Vagus Nerve Stimulation, Solusi Modern Atasi Epilepsi

Ulul menegaskan IDI adalah lembaga profesional dan apa yang sudah dilakukan oleh BPOM (dengan regulasi pelabelan peringatan bahaya BPA pada galon dengan kemasan polikarbonat) adalah satu hal yang positif yang harus didukung.  

“Ketika kita mengatakan BPA bermasalah, memang itulah faktanya. Sekalian negara, bukan hanya Indonesia menyampaikan hal itu,” katanya. 

“Posisi IDI sebagai lembaga profesi Kepada para dokter adalah menyampaikan hal yang sebenar-benarnya. Apakah diterima atau Kagak adalah nomor dua, tapi yang Niscaya kita harus berani menyampaikan Terdapat masalah terkait dengan apa yang dialami masyarakat, dan harus kita suarakan,” katanya. 

Ia juga menambahkan IDI sudah cukup Pelan membahas soal BPA dan mendukung regulasi pelabelan yang dikeluarkan oleh BPOM RI. 

“Pada 11 Agustus 2022, saya mengeluarkan statement bahwa kita mendukung pelabelan BPA pada Sekalian kemasan makanan. Sering kali kita concern pada apa yang kita makan. Tetapi kita jarang concern dengan bagaimana makanan itu dibungkus, di-package atau diwadahi. Jadi kita bukan hanya bicara masalah air, tapi juga makanan,” katanya.

Cek Artikel:  Peran Bahasa Indonesia Simbol Persatuan dan Tantangan di Era Globalisasi

IDI punya kepedulian Kepada memberikan edukasi kepada masyarakat terkait BPA berdasarkan fakta ilmiah. 

“Karena sifatnya hormonal distructor maka BPA Dapat memengaruhi segala sesuatu, Berkualitas laki maupun Perempuan. Bahkan Tiba laki dan Perempuan Dapat infertile (mandul atau Kagak punya keturunan),” katanya.

Bahaya BPA ini sebenarnya sudah diatur secara ketat oleh BPOM, kata Ulul, hal ini Dapat dilihat dari sejumlah regulasi BPOM Kepada Membangun masyarakat melek pada kemasan yang dilabeli peringatan kandungan BPA. 

Meskipun belum melarang BPA, setidaknya kebijakan terbaru BPOM adalah langkah awal yang Berkualitas, sebagaimana Dapat dilihat dari Peraturan BPOM Nomor 6 Tahun 2024 Tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan.

“Pro dan kontra Niscaya Terdapat, dan ini adalah hal yang wajar,” katanya.  “Kewajiban kita adalah bagaimana memberikan informasi yang sebenar-benarnya. Kalau bahaya katakan bahaya, tanpa harus ditutupi.”

Cek Artikel:  Sabet Penghargaan, Program Inisiatif Jadi Kunci Pembenahan BPJS Kesehatan

Dalam Lembaga yang sama, Ahli polimer Universitas Indonesia Prof Mochamad Chalid menyampaikan proses distribusi dan bagaimana kemasan polikarbonat diperlakukan sangat memengaruhi proses pencemaran senyawa BPA dari kemasan polikarbonat ke dalam produk air minum.

“Ibaratnya, polimer seperti untaian kalung. Satu mata rantai dari kalung tersebut di antaranya adalah BPA. Pada Ketika digunakan, akan sangat mungkin tali tersebut Terdapat yang copot, sehingga menimbulkan permasalahan,” Jernih Prof Chalid.

Prof Chalid mengingatkan, Terdapat banyak Elemen yang dapat meningkatkan risiko terjadinya leaching atau peluruhan BPA dalam kemasan polikarbonat ke dalam air minum di dalamnya. Misalnya seperti paparan Sinar Mentari dalam proses distribusi, suhu tinggi, hingga proses pencucian Lalu menerus yang Kagak Akurat, Lampau digunakan kembali. 

Hal ini sejalan dengan hasil pemeriksaan BPOM pada fasilitas produksi air minum berkemasan polikarbonat periode 2021-2022 yang menunjukkan, kadar BPA yang bermigrasi pada air minum lebih dari 0,6 ppm (standar BPOM) meningkat berturut-turut hingga 4,58%. Begitu pula dengan hasil pengujian migrasi BPA di ambang 0,05-0,6 ppm, meningkat berturut-turut hingga 41,56%. (Ant/Z-1)

 

Mungkin Anda Menyukai