Sehari Jelang Penutupan, MK Terima Dekat 300 Permohonan Sengketa Pilkada

Sehari Jelang Penutupan, MK Terima Hampir 300 Permohonan Sengketa Pilkada
Seorang Penduduk menggunakan hak pilihnya Begitu Pilkada serentak 2024(ANTARA FOTO/Fikri Yusuf)

Sehari menjelang penutupan pendaftaran terkait permohonan perselisihan hasil pemilihan (PHP) pada tingkat gubernur, bupati, dan walikota atau sengketa Pilkada 2024, Mahkamah Konstitusi (MK) telah menerima 294 laporan per Selasa (17/12/2024) pukul 15.00 WIB.

Melansir dari laman Formal MK, total sengketa hasil pemilihan gubernur yang didaftarkan berjumlah 17 permohonan. Adapun total sengketa pemilihan bupati mencapai 228 permohonan, sementara sengketa pemilihan wali kota berjumlah 49 permohonan.

Permohonan perselisihan hasil pemilihan gubernur itu berasal dari Sumatera Utara (1), Bangka Belitung (1), Jawa Tengah (1), Jawa Timur (1), Kalimantan Timur (1), Kalimantan Tengah (1), Sulawesi Utara (1), Sulawesi Tenggara (1), Sulawesi Selatan (1), Maluku Utara (3), Papua Selatan (3), Papua Barat Daya (1), dan Sulawesi Tengah (1).

Cek Artikel:  2 Paslon Cagub-Cawagub Bengkulu Belum Laporkan Anggaran Kampanye

Berdasarkan Peraturan MK Nomor 4 Tahun 2024 tentang Tahapan, Kegiatan, dan Jadwal Penanganan Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Biasa Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, batas akhir pengajuan permohonan pemohon sengketa pilkada adalah pada Lepas 18 Desember 2024.

Kendati demikian, Ketua MK Suhartoyo sebelumnya telah menjelaskan bahwa pihaknya tetap akan menerima permohonan yang didaftarkan Mengungguli batas waktu. Hal ini disebabkan lembaga pengadilan Enggak boleh menolak perkara yang didaftarkan masyarakat.

“Prinsipnya adalah pengadilan Enggak boleh menolak perkara. Nanti tetap kami proses. Nanti akan dipertimbangkan oleh hakim apakah permohonan memenuhi syarat formal atau Enggak,” tutur Suhartoyo di Gedung MK, Jakarta, Kamis (12/12).

Cek Artikel:  Komisi II DPR RI Harap Pilkada di Kaltim Kondusif

Suhartoyo menjelaskan bahwa hakim konstitusi nantinya akan menentukan gugur atau tidaknya perkara tersebut setelah melalui tindakan yudisial. Dalam hal ini, hakim konstitusi akan mempertimbangkan kondisi-kondisi tertentu.

“Kejadian Tertentu Bisa kemudian disimpangi berkaitan dengan syarat formal itu. Jadi, kejadian Tertentu Bisa mengesampingkan syarat-syarat formal, tetapi tetap case by case atau kasus per kasus, Enggak semuanya seperti itu,” ungkapnya.

Di sisi lain, Hakim Konstitusi sekaligus Juru Bicara MK Enny Nurbaningsih mengatakan pihaknya juga telah memperkuat sistem persidangan agar lebih transparan dengan adanya pembagian seluruh perkara ke berbagai panel dengan pengawasan Majelis Kehormatan MK (MKMK).

“Eksis rapat permusyawaratan hakim (RPH) yang akan memutus seluruh perkara dan pembagian ke panel. Sidang MK huga bersifat sangat transparan dan telah Eksis pula peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) terkait kode etik yang diperbaharui atas input MKMK Buat memperkuat upaya menjaga Enggak Eksis konflik dan pengaruh kepentingan,” imbuhnya.

Cek Artikel:  Enggak Masuk DPT, Anggota Tetap Pandai Nyoblos Asal Bawa KTP atau KSK

Selain itu, Enny menjelaskan bahwa permohonan yang masuk akan diregistrasi di Naskah Registrasi Perkara Konstitusi Elektronik (e-BRPK) pada Lepas 3 Januari 2025.

Pascaregistrasi, hakim konstitusi segera menggelar rapat permusyawaratan hakim (RPH) Buat pembagian perkara per panel hakim. Enny menyebut, sidang perdana sengketa pilkada akan digelar pada awal bulan Januari tahun depan.

“Sekalian perkara PHPU (sengketa pilkada, red.) akan segera di-BRPK. Kami akan segera menentukan pembagian per panel, dan sidang akan dimulai awal Januari 2025,” pungkasnya. (Dev/P-2)

 

Mungkin Anda Menyukai