SEBUAH laporan terbaru mengungkapkan adanya tantangan besar dalam industri nikel Indonesia yang menjadi pekerjaan pemerintahan presiden terpilih Prabowo Subianto.
Sebagai negara pemilik cadangan nikel yang besar, komponen utama baterai kendaraan listrik, pemerintahan mendatang menghadapi tuntutan besar untuk mengatasi dampak degradasi lingkungan dan risiko geopolitik yang terkait dengan industri tersebut.
Laporan yang diterbitkan oleh China-Mendunia South Project (CGSP) muncul pada momen saat Indonesia menempatkan diri sebagai pemimpin dalam transisi energi global.
Baca juga : Timses Prabowo : Kondisi Tempat Tinggal Pekerja Smelter Nikel RI Lebih Bukan baik dari Lapas
“Proses pembuatan riset ini penuh tantangan, dan membuat kami sadar bahwa pemerintah Indonesia tidak transparan akan data seputar proyek nikel di Indonesia. Permintaan data yang kami lakukan kepada lembaga-lembaga negara terkait selalu ditolak atau diabaikan. Pada akhirnya, kami harus mengumpulkan sendiri data dari teman-teman organisasi masyarakat sipil dan laporan media,” kata Antonia Timmerman, editor Asia Tenggara CGSP dan peneliti utama proyek ini.
Diiringi oleh perangkat data interaktif yang menelusuri kegiatan pertambangan dan pengolahan nikel, investasi asing, serta dampak sosial dan lingkungan dari industri tersebut, laporan ini menyajikan pandangan komprehensif mengenai tantangan dan peluang yang dimiliki sektor tersebut.
Laporan dan perangkat data tersebut menekankan bahwa ledakan nikel di Indonesia dibangun dengan landasan yang lemah, kebijakan yang cacat, praktik tidak berkelanjutan, serta meningkatnya ketegangan geopolitik, yang segera membutuhkan perhatian pemerintah.
Baca juga : Prabowo Sebut Krusialnya Hilirisasi di Indonesia
“Salah satu yang kami lakukan dalam proses riset ini adalah memantau laporan media lokal dan nasional seputar proyek nikel di Indonesia, dan kami menemukan bahwa sepertiga proyek nikel di Indonesia diduga atau dituduh melakukan korupsi dalam praktiknya,” ujar Antonia.
Sebanyak 90% dari kasus-kasus dugaan korupsi tersebut berasal dari sektor pertambangan nikel. Kasus korupsi dan pertambangan ilegal berkaitan erat dengan kerusakan lingkungan.
“Sementara, sangat sulit untuk mengetahui pemegang saham sebenarnya dari banyak proyek nikel di Indonesia akibat struktur kepemilikan yang sengaja dibuat rumit atau tidak jelas. Sulit bagi masyarakat untuk meminta pertanggungjawaban jika ada proyek yang melanggar aturan. Hal ini sangat memprihatinkan, dan kami berharap presiden yang baru nanti dapat melakukan pembenahan di sektor nikel,” kata Antonia.
“Yang tidak kalah penting, kami menemukan bahwa janji hilirisasi atau downstreaming, yakni mimpi untuk memproses nikel mentah menjadi baterai kendaraan listrik, masih belum terwujud secara nyata,” tambah Antonia.
“Kapasitas produksi baterai kita masih sangat rendah, dan jika lajunya dibiarkan sama seperti sekarang, kita tidak akan pernah bisa menjadi salah satu pemasok baterai utama di dunia. Realitanya, nikel kita sekarang sebagian besar masih dipakai untuk memproduksi stainless steel,” pungkasnya. (P-5)