Sebar Kegembiraan, bukan Ketakutan

BERKAMPANYE sambil menebar ketakutan kepada rakyat ialah seburuk-buruknya cara untuk meraih kemenangan. Dikatakan buruk karena sejatinya demokrasi berkualitas membutuhkan kampanye berisi ide, konsep, dan gagasan yang jernih dalam menyelesaikan beragam persoalan bangsa. 

Hari-hari belakangan ini berbagai narasi kampanye malah banyak diisi dengan pernyataan bahwa kalau tidak pilih pasangan nomor urut 2, bantuan sosial (bansos) akan berhenti. Ini jelas narasi sesat dan menyesatkan. Bansos itu hak rakyat. Sumbernya pun berasal dari pajak. Dan, pajak berasal dari kantong rakyat. Karena itu, bansos jangan dipolitisasi dengan narasi yang manipulatif, jauh dari kebenaran, hanya untuk memuaskan hasrat kekuasaan.

Bansos merupakan salah satu instrumen yang dijalankan pemerintah untuk memenuhi amanat Pasal 34 Ayat 1 UUD 1945. Konstitusi mengamanatkan penyelenggara negara untuk memelihara fakir miskin dan anak telantar. Siapa pun pasangan yang kelak terpilih, sekalian bukan representasi penguasa saat ini, sudah pasti menjalankan instrumen tersebut. 

Cek Artikel:  Polri dan Kejagung, Transparanlah

Narasi penghapusan bansos hanyalah satu contoh. Tetap banyak lagi deretan narasi ketakutan yang ditebar ke masyarakat manakala pasangan 02 tidak terpilih. Kepada itu, sudah saatnya untuk berbaris maju dan mengatakan bahwa berkampanye dengan menebarkan ketakutan harus dihentikan. 

Masa kampanye yang tinggal 30 hari harus kembali diisi dengan ajakan menyambut pemilu secara riang gembira, bebas dari rasa takut. Publik membutuhkan inspirasi, bukan intimidasi. Keriangan pantang memudar apalagi sampai bersalin rupa menjadi kecemasan di tengah suhu politik yang kian memanas.

Mari bersama-sama mendorong kampanye yang merawat demokrasi. Kita memilih demokrasi alih-alih monarki apalagi oligarki karena sistem ini paling memungkinkan negara berjalan dan bekerja sebagai organisasi kekuasaan yang bertujuan melindungi, menghormati, dan memajukan hak asasi manusia. Dan, di dalam demokrasi, ada cara mengoreksi yang memuat tanggung jawab penyelenggara negara kepada rakyatnya. 

Cek Artikel:  Wakil Menteri Muluskan Transisi

Kita juga menyuarakan pentingnya kampanye berdasarkan pada ide agar calon pemilih menjadi subjek dalam demokrasi. Mereka harus mendapatkan informasi yang lebih substansial, sehingga mampu membuat keputusan berdasarkan pemahaman yang mendalam tentang rencana dan tujuan calon pemimpin.

Indonesia seharusnya melompat lebih jauh dalam hal berkampanye. Bangsa ini hampir 25 tahun menggelar pemilu sejak rezim otoriter Orde Baru runtuh. Tapi apa mau dikata, jalan menuju demokrasi substansial rupanya berkelok dan mendaki serta penuh onak-duri. Persoalan dari masa silam masih terbawa, kampanye bukan dianggap sebagai kehendak untuk mencerdaskan rakyat. 

Mau tidak mau pentingnya kampanye berkualitas harus terus digaungkan agar kita tidak terjebak pada demokrasi prosedural yang hanya memastikan kelancaran proses formal, tetapi abai terhadap substansi seperti kesetaraan, keadilan, dan kesejahteraan rakyat. Mari berpemilu dengan riang gembira sekaligus menghadirkan pencerahan terhadap masyarakat. Demokrasi kita tidak boleh berada di titik balik. 

Cek Artikel:  Presiden Jokowi, Dewasalah

Mungkin Anda Menyukai