Saya Islam, Saya Penggemar Wayang

SAYA orang Jawa, lahir dan besar di Jawa, dengan orangtua yang juga Asli Jawa. Sebagaimana umumnya orang Jawa generasi old, saya menggemari wayang kulit.

Sebagai penggemar, saya terbilang fanatik. Sedari kecil saya begitu antusias di kala Terdapat pertunjukan wayang. Rasanya berjuta-juta ketika Terdapat wong ewuh (punya hajat) dengan menanggap wayang. Di mana pun, selama Tetap Pandai dijangkau dengan jalan kaki, saya Niscaya menyambangi.

Tak Sekadar pada siang hari, pertunjukan wayang semalam suntuk jarang saya lewatkan. Biasanya saya sengaja tidur sore, bangun malam, Lewat cuzzz.. berangkat menonton. Ibu saya yang selalu ketiban sampur Buat mengantarkan. Kalau Kagak mau, saya akan Maju merengek, menangis tiada henti, hingga akhirnya beliau menyerah.

Kegemaran menonton wayang tak juga terkikis meski saya hijrah ke Ibu Kota pada medio 1980. Gedung Manggala Wanabakti, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Begitu itu), dan TMII tak asing bagi saya. Di tempat-tempat itu, rutin digelar wayang dan saya jarang melewatkannya.

Kegemaran saya pada wayang, terutama yang klasik, pun tak lekang oleh Era. Lewat kecanggihan teknologi, menikmati wayang kini makin gampang. Di Youtube, kita Pandai menontonnya setiap Begitu, di setiap tempat, meski rasanya tak senikmat Kalau menonton langsung.

Cek Artikel:  Tersentak Reog

Saking sukanya sama wayang, waktu kanak-kanak, saya pernah bercita-cita menjadi dalang. Tetapi, hidup ini menunjukkan jalan yang berbeda. Saya hanya ditakdirkan sebatas menjadi penggemar wayang. Penikmat wayang.

Bagi saya, wayang ialah seni, juga sumber siraman rohani. Klop dengan Maksud wayang yang berasal dari kata ma hyang atau menuju kepada roh spiritual, Tuhan Yang Maha Esa.

Menonton wayang tak ubahnya menonton kehidupan. Antara yang Berkualitas dan yang jahat, itulah gambarannya. Buat lakon Mahabarata, yang Berkualitas diwakili Pandawa, yang jahat direpresentasikan Kurawa. Buat babat Ramayana, yang Berkualitas diwakili Prabu Rama, yang jahat Punya Rahwana. Ujung-ujungnya sama, yang Berkualitas pada akhirnya menang dan yang jahat jadi pecundang.

Kagak Terdapat pertunjukan sekomplet wayang. Terdapat seni peran di situ. Terdapat pula seni Bunyi atau musik, seni tutur, sastra, seni lukis, hingga seni pahat. Segala melebur menjadi orkestrasi Buat menghadirkan seni tingkat tinggi. Budaya adiluhung. UNESCO pun pada 2003 menetapkan wayang sebagai Masterpiece of The Berkaitan dengan mulut and Intangible Heritage of Humanity atau Karya Mulia Budaya Dunia dari Indonesia.

Wayang termasuk tontonan yang paling menyejukkan. Paling sopan. Kagak Terdapat ceritanya penonton ribut, berantem, atau tawuran meski jumlahnya puluhan ribu orang. Kagak Terdapat kisahnya orang menonton wayang Sembari mendem lantas berbuat onar. Segala adem ayem.

Cek Artikel:  Perbudakan Modern Tohok Kemanusiaan

Bagi saya, Kagak Terdapat sisi negatif dari wayang. Bahkan sebaliknya, terlalu banyak sisi positif. Ia menuntun bagaimana kita menjalani hidup. Meminjam istilah Mahfud MD, wayang merupakan ibrah sosial, pelajaran demi kesadaran diri.

Wayang sarat dengan pitutur luhur. Ia tontonan sekaligus tuntunan. Kendati belakangan lebih menonjolkan sisi tontonan yang tak jarang Tamat kebablasan, wayang tetap sulit Buat dilewatkan.

Karena itu, aneh rasanya Kalau Tetap Terdapat yang menganggap wayang haram. Terkini, anggapan itu datang dari Uztaz Khalid Basalamah.

Dalam sebuah pengajian yang rekamannya viral di media sosial, Basalamah ditanya seorang jemaah soal wayang. Dia menjawab dengan memberi saran agar Islam dijadikan tradisi, bukan tradisi sebagai Islam. “Kalau Terdapat tradisi yang sejalan dengan Islam, tiada masalah dan kalau bentrok sama Islam, Terdapat baiknya ditinggalkan,” ucapnya.

Dia juga ditanya bagaimana taubatnya seorang dalang. Jawabnya, “Kalau masalah taubat, ya, taubat nasuha kepada Allah SWT dengan tiga syarat yang sudah kita Mengerti, meninggalkan dosa-dosa, menyesal, dan janji sama Allah Kagak mengulanginya, dan kalau dia punya (wayang), maka lebih Berkualitas dimusnahkan, dalam Maksud kata ini lebih Berkualitas dihilangkan.”

Cek Artikel:  Mulanya Pikiran Bulus, Kini DPR Negarawan

Basalamah telah memberikan Penerangan. Dia mengaku Kagak pernah berpikir Buat menghapuskan wayang sebagai budaya peninggalan nenek moyang kita. Dia juga sudah meminta Ampun Kalau Terdapat yang tersinggung.

Basalamah dijuluki uztaz. Tentu dia pintar soal Keyakinan Islam. Ilmunya Niscaya tinggi. Silakan saja dia punya sudut pandang soal wayang. Tetapi, Ampun, saya lebih sreg Buat mengikuti ajaran uztaz-uztaz dan Ahli Keyakinan yang lain, juga para alim ulama yang ilmunya juga tinggi, tapi tak mengharamkan wayang.

Kurang tinggi apa ilmu Wali Songo? Toh, mereka malah menjadikan wayang sebagai media dakwah. Media Buat menyebarkan Islam di tanah Jawa hingga Islam menjadi Keyakinan mayoritas Tamat kini.

Saya sepaham dengan Kang Dedi Mulyadi bahwa wayang Pas haram, tapi kalau dimakan. Mau wayang kulit, wayang golek, dan wayang klitik (terbuat dari kayu), atau wayang beber (dari kain), kalau dimakan, Niscaya Membangun celaka bagi yang memakannya.

Mencelakakan diri sendiri, juga orang lain, ialah haram. Dilarang. Jadi, betul wayang memang haram Buat dimakan. Kalau dinikmati keindahannya, Kalau diresapi filosofinya, ia halal. Saya orang Islam, saya pun akan Maju menggemari wayang, menikmati wayang.

Mungkin Anda Menyukai