
SEJAK disahkan UUnomor 17 tahun 2023 tentang Kesehatan yang mencabut 11 UU yang berhubungan dengan Kesehatan (pasal 454 UU Kes) dan mendelegasikan kepada pemerintah Buat membentuk peraturan pelaksana di bawahnya secara teoritik disebut peraturan delegasi.
Dari pengamatan penulis peraturan delegasi dari UU Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023 Eksis 101 pasal Peratutan Pemerintah , 2 pasal Peraturan Presiden (Perpres), dan 5 pasal Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes).
Dengan dicabutnya 11 UU bidang Kesehatan beberapa pasal terdapat kekosongan hukum Tamat terbitnya aturan delegasi tersebut. Mungkinkan dalam 2 bulan ini terpenuhi Sekalian?
Baca juga: Anies–Muhaimin Pertaruhan dan Percakapan Baru dari ‘Cikini ke Gondangdia’
Seperti pernyataan Menkes bahwa di bulan September ini akan terselesaikan Sekalian. Sebagai pembanding pada Demi penulis mengikuti lelang jabatan eselon 1b Staf Spesialis Menkes Bidang Hukum Kesehatan tahun yang Lewat bahwa Demi itu kemenkes Tetap terhutang seperti penyataan Menkes Budi,” sebenarnya amanah yang diberikan undang-undang ke Kemenkes Buat menyusun peraturan turunan dari 20 PP, 3 Perpres, dan 66 Permen sejak 12 tahun yang Lewat belum terpenuhi“
Sebagai Teladan terjadinya kekosongan hukum dan adanya ketidakpastian hukum adalah masalah STR (Pasal 260-262) dan Perizinan (Pasal 263–265) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Aturan sebelumnya PMK 2052 tahun 2011 sudah Kagak berlaku karena sesuai dengan UU Kesehatan 17 tahun 2023. Dan sekarang hanya diisi dengan SE Menkes NOMOR HK.02.01/MENKES/1911/2003.
Menurut UU 12 tahun 2011, UU 15 tahun 2019 dan UU 13 tahun 2022 dan Perpres no 87 tahun 2014 dan Perpres 76 tahun 2021,bahwa perencanaan penyusunan peraturan pemerintah (“PP”) dilaksanakan melalui program penyusunan PP yang memuat daftar judul dan pokok materi muatan rancangan PP yang ditetapkan Buat jangka waktu 1 tahun.
Perencanaan penyusunan PP ini dikoordinasikan oleh Menteri Hukum dan HAM atau kepala lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pembentukan peraturan perundang-undangan, yang kemudian ditetapkan melalui keputusan presiden.
Baca juga: Menjaga dan Merayakan Kebinekaan
Tahapan proses pembentukan PP sama dengan pembentukan UU Ialah tahap pertama perencanan Progsun PP yang disiapkan Menkumham dan ditetapkan oleh Presiden; tahap kedua Penyusunan Rancangan PP oleh kementerian/Lembaga terkait dan Pandai secara mutatis mutandis; tahap ketiga adalah penetapan Rancangan PP oleh Presiden dan tahap berikutnya adalah Pengundangan PP dan pencatatan pada lembaran negara oleh Kemenkumham.
Dalam UU 13 tahun 2022 Pasal 42A Penggunaan metode omnibus dalam penyusunan suatu Rancangan Peraturan Perundang-undangan harus ditetapkan dalam Arsip perencanaan.
Maka dimungkinkan penggunaan OBL dalam Pembentukan PP tetapi harus dengan persyaratan seperti pada pasal 64 ayat (lb) Metode omnibus sebagaimana dimalsud pada ayat (1a) merupakan metode penJrusunan Peraturan Perundang-undangan dengan: a. memuat materi muatan baru; b. mengubah materi muatan yang Mempunyai keterkaitan dan/atau kebutuhan hukum yang diatur dalam berbagai Peraturan Perundang-undangan yang jenis dan hierarkinya sama; dan/atau c. mencabut Peraturan Perundang-undangan yang jenis dan hierarkinya sama, dengan menggabungkannya ke dalam satu Peraturan Pemndang-undangan Buat mencapai tuiuan tertentu.
Baca juga: Perspektif Islam terhadap Perempuan
Menyikapi penyataan Menkes di atas Buat menyelesaikan kebutuhan 101 PP Buat UU no 17 tahun 2023 ini sangat sulit Buat mendapatkan PP yang sesuai dengan kondisi dan memenuhi aspirasi masyarakat karena Eksis infomasi oleh salah seorang PB IDI dalam acara Forkom IDI Lepas 3 September 2023 bahwa Tamat malam itu, PB IDI belum pernah diajak Percakapan atau dengar pendapat masalah pembentukan PP terutama PP yang bersinggungan profesi Kesehatan dan pelayanan Kesehatan.
Padahal Jernih dalam UU 13 tahun 2022 Pasal 96 (1) Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan/ atau tertulis dalam setiap tahapan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Salah satu Argumen penolakan UU 17 tahun 2023 oleh 6 OP Kesehatan dan kompenen Kesehatan lainnya adalah Kemenkes Kagak optimal dan serius melaksanakan pasal 96 ayat 1 tersebut sehingga memberi kekecewan OP yang luar Normal dan berencana melakukan Uji Formil terhadap UU 17 tahun 2023 ini.
Pemenuhan meaningful participation menjadi tolok ukur suatu produk hukum telah tersusun dengan sempurna secara formil sehingga secara materiil juga memenuhi rasa keadilan yang dikehendaki Masyarakat.
Dalam Putusan MK No. 91/PUU-XVIII/2020 (hal. 393), MK mengartikan meaningful participation (partisipasi yang bermakna) sebagai: (1) hak masyarakat Buat didengarkan pendapatnya, (2) hak masyarakat Buat dipertimbangkan pendapatnya, dan (3) hak masyarakat Buat mendapatkan penjelasan atau jawaban atas pendapat yang diberikan.
Cita-cita kita Sekalian bahwa pembentukan aturan turunan ini jangan Tamat mengulang lari cepatnya pembentukan UU 17 tahun 2023 sehingga mendapat penolakan keras dari OP Kesehatan dan tetap Taat dalam melaksanakan pasal 96 UU 13 tahun 2022.

