EKONOM Center of Reform on Economic (CoRE) Yusuf Rendy Manilet menilai target pertumbuhan ekonomi 5,2% di 2025 atau tahun pertama presiden terpilih Prabowo Subianto menjabat cukup menantang. Itu karena beberapa pos anggaran baru akan mempunyai alokasi yang besar.
Misalnya saja, untuk program makan bergizi gratis yang diperkirakan menelan anggaran Rp800 miliar per hari. Program itu berhadapan dengan kesulitan pemerintah mendongkrak penerimaan negara karena situasi ekonomi 2025 diperkirakan sama beratnya dengan tahun ini.
“Buat mencapai pertumbuhan ekonomi 5,2% akan cukup menantang, apalagi kalau kita bicara konteks mencapai pertumbuhan ekonomi 6% di tahun depan,” ujarnya, Kamis (10/10).
Baca juga : Jelang Pemerintahan Prabowo, Analis Beberkan Kondisi Pasar Absaham RI
Masalah berikutnya ialah perihal harga komoditas, seperti pangan yang diramalkan masih akan tinggi di tahun depan. Apabila harga komoditas nanti lebih tinggi dibandingkan proyeksi atau asumsi makro, hal itu akan berdampak pada peningkatan defisit anggaran yang tidak bisa didanai atau dibiayai melalui sisi penerimaan.
“Harga komoditas juga akan ikut menentukan pencapaian target penerimaan pajak dan nonpajak di tahun depan,” kata Rendy.
Buat menggenjot penerimaan negara, pemerintah perlu melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi pajak, serta menerapkan tarif baru pajak.
Baca juga : Demokrasi Diyakini Tetap Terjaga meski Tanpa Oposisi
Rendy juga menyinggung pentingnya keberadaan lembaga baru yang dirancang Prabowo yakni Badan Penerimaan Negara untuk meraup pundi-pundi negara dan menentukan bagaimana proyeksi pertumbuhan ekonomi itu dicapai.
“Kita tunggu bagaimana peran dari Badan Penerimaan Negara untuk menentukan bagaimana proses pendanaan di anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN),” imbuh ekonom Core itu.
Senada dengannya, Direktur Eksekutif Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti berpendapat tahun pertama pemerintahan Prabowo Subianto membutuhkan investasi yang teramat besar, hingga ratusan triliun rupiah jika ingin mendongkrak pertumbuhan ekonomi tinggi.
Baca juga : Prabowo: Berbuat Enggak Bagus akan Ketahuan
“Kurang Lebih Rp700 triliun-Rp800 trilliun tambahan investasi jika ingin pertumbuhan ekonomi 6%,” katanya.
Buat mencapai itu, pemerintahan ke depan dituntut mampu menyederhanakan prosedur birokrasi dan regulasi. Hal itu guna menekan indikator incremental capital to output ratio (ICOR) atau besaran penambahan investasi untuk menghasilkan tambahan output.
Per 2023, ICOR Indonesia berada di angka 6,33. Itu menunjukkan investasi yang belum efisien. Buat mendorong pertumbuhan ekonomi hingga 6%, pemerintah perlu menekan ICOR hingga di level 4% atau 5%.
“Buat meningkatkan investasi, strategi utamanya ialah harus ada efisiensi dalam investasi. Selama ini investasi tidak efisien yang ditunjukkan lewat nilai ICOR yang tinggi,” pungkasnya. (E-2)