Sasaran Ambisius Swasembada

KETAHANAN pangan dan Kekuatan menjadi tantangan besar dunia di tengah situasi Demi ini. Gangguan akibat perubahan iklim semakin intens, dan kini ditambah dinamika geopolitik yang sarat dengan konflik maupun potensi konflik.

Pemerintahan baru Indonesia di Rendah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka mengidentifikasi tantangan tersebut. Sasaran swasembada pangan dan Kekuatan pun dicanangkan serta ditegaskan kembali oleh Presiden Prabowo dalam pidato perdananya seusai pelantikan oleh MPR RI.

Indonesia bakal mencapai swasembada dalam kurun lima tahun. Itu Sasaran sekaligus janji Prabowo-Gibran. Kalau menyaksikan pidato Presiden Prabowo yang begitu menggebu-gebu, Eksis optimisme yang kuat Demi mememenuhi janji swasembada.

Akan tetapi, merealisasikan janji maupun Sasaran, jauh lebih berat ketimbang mengucapkan atau mencanangkannya. Presiden ke-7 RI Joko Widodo, yang baru saja digantikan Prabowo, juga pernah menggebu-gebu menjanjikan swasembada pangan dalam 4-5 tahun.

Jokowi yang memimpin selama dua periode, yakni 2014-2019 dan 2019-2024, memang berhasil memenuhinya. International Rice Research Institute (IRRI) bahkan mengganjar Jokowi sertifikat swasembada beras yang disebut diraih selama periode 2019-2021, yang masuk periode kedua pemerintahan Jokowi.

Cek Artikel:  Salip-menyalip Penegak Hukum

Di luar kurun waktu tersebut, pengadaan beras lewat impor Lalu terjadi. Bahkan di 2018 terjadi lonjakan impor beras. Setelah masa swasembada, impor beras muncul Kembali pada 2022 dan kembali melonjak di 2023. Impor beras pun Lagi berlanjut di tahun terakhir kepemimpinan Jokowi. Kebetulan, masa kampanye pemilu berlangsung Tiba awal 2024.

Idealnya capaian swasembada Dapat dikatakan berhasil bila dapat Lalu bertahan sepanjang era rezim memimpin. Bukan hanya sekali atau sesekali. Pun, swasembada beras mesti diiringi dengan meningkatnya kesejahteraan petani dan keterjangkauan harga oleh rakyat.

Itu Sekalian bukan perkara mudah. Terlebih, produksi beras menunjukkan tanda-tanda yang Lalu menurun. Tahun ini, Badan Pusat Statistik (BPS) juga telah memprediksi produksi beras turun 0,76 juta ton.

Banyak hal yang harus diperbaiki dan dibenahi. Mulai dari infrastruktur pendukung yang mencakup keandalan jaringan irigasi hingga dukungan input produksi kepada petani. Pola produksi beras juga harus tahan dan adaptif terhadap Akibat perubahan iklim yang sudah menjadi keniscayaan.

Cek Artikel:  Jangan Amputasi Anggaran Pendidikan

Di sektor Kekuatan, Presiden Prabowo juga berjanji mewujudkan swasembada. Ini Dapat dibilang Sasaran yang sangat ambisius. Jokowi pun belum pernah mencanangkan swasembada Kekuatan. Eksis Sasaran swasembada bahan bakar nabati, tapi bukan Kekuatan secara keseluruhan.

Demi Dapat swasembada, pemerintahan Prabowo-Gibran harus menekan penggunaan bahan bakar minyak (BBM) dan hasil minyak, utamanya elpiji. Menurut catatan BPS, nilai impor minyak mentah yang sempat menurun di awal pemerintahan Jokowi pada 2015, kini mulai melonjak kembali. Pada 2015, nilai impor minyak sebesar US$8 miliar, turun bila dibandingkan dengan di 2014 yang menembus US$13 miliar.

Pada 2021 hingga 2023, nilai impor minyak mentah dimulai dari US$7 miliar, kemudian melampaui US$11 miliar di dua tahun terakhir. Sebagai net eksportir minyak, nilai ekspor Indonesia selalu lebih kecil ketimbang impor. Selisihnya pun cenderung Lalu membesar.

Cek Artikel:  Titik Balik Sepak Bola Indonesia

BBM juga Lagi dominan dalam bauran Kekuatan nasional. Data Dewan Kekuatan Nasional (DEN) menyebutkan, pada 2023 bauran Kekuatan terbesar ditempati batu bara sebesar 40,46%, minyak bumi (30,18%), gas bumi (16,28%), Kekuatan baru dan terbarukan (13,09%).

Demi menekan Bagian minyak bumi sekaligus mewujudkan Kekuatan Bersih, bauran Kekuatan baru dan terbarukan harus dipacu habis-habisan. Itu membutuhkan bukan sekadar tekad dan komitmen politik, melainkan juga dedikasi pada riset dan Hasil karya penggunaan Kekuatan.

Kita sepakat dengan Presiden Prabowo bahwa Sasaran harus dipasang setinggi mungkin. Tetapi, usaha mencapainya juga harus sekeras mungkin dengan strategi yang Enggak asal-asalan.

Perlu langkah yang terukur dan ikhtiar sangat keras. Enggak boleh Eksis koordinasi yang berbelit-belit, ego sektoral, dan komunikasi antarkementerian/lembaga yang Sempit, agar janji itu Dapat terealisasi.

 

Mungkin Anda Menyukai