Sampah Lagi Jadi Masalah di Indonesia, Ini Dalihnya

Sampah Masih Jadi Masalah di Indonesia, Ini Alasannya
Ilustrasi–Nelayan turun dari perahu yang tidak bisa bersandar di bibir pantai akibat tumpukan sampah plastik di pantai Dadap, Juntinyuat, Indramayu, Jawa Barat.(ANTARA/Dedhez Anggara)

SAMPAH, hingga kini, masih menjadi masalah besar di Indonesia. Indonesia pun merupakan salah satu negara penyumbang sampah plastik terbesar di dunia. Enggak tanggung-tanggung, jumlah sampah plastik yang disumbangkan masyarakat Indonesia adalah sebesar 7 juta ton per tahun. 

Hal itu terungkap dalam talkshow dengan tema Holistic Harmony : Embrace Wellnes and Sustainabality yang digelar di Jakarta, Rabu (11/9).

Talkshow yang diadakan Puresia itu menghadirkan dua narasumber yaitu Benedict Wermter (@bule_sampah), konten kreator asal Jerman yang aktif mengedukasi warganet untuk lebih sadar mengenai kebersihan lingkungan dan Saka Dwi Hanggara, Campaign Manager salah satu perusahaan swasta yang berfokus pada pengelolaan sampah di tanah air.

Baca juga : Syamsunar: Kurangi Produksi Sampah dengan Bahan Ramah Lingkungan

“Ampun, saya harus mengatakan Indonesia adalah salah satu negara kontributor sampah terbesar di dunia. Jadi dalam jumlah itu, hampir 7 juta ton sampah plastik setiap tahun,” ungkap Wermter. 

MI/Ernest NarusTalkshow dengan tema Holistic Harmony : Embrace Wellnes and Sustainabality yang digelar di Jakarta, Rabu (11/9).

Hal senada diungkapkan Saka. Dia menyebut sampah yang disumbang Indonesia saat ini cukup besar, baik itu sampah secara umum maupun sampah plastik. Secara keseluruhan, Indonesia sendiri menghasilkan 64 juta ton setiap tahun dan 14% di antaranya itu sampah plastik 

Baca juga : Sinar Mas Land Ajak Anggota Mengolah Sampah Menjadi Produk Berfaedah

Banyaknya sampah yang ada di Indonesia, faktor utamanya bukan karena fasilitas pengelolaan sampah yang kurang memadai melainkan perilaku. 

Cek Artikel:  5 Hewan Istimewa dan Langka di Dunia yang Terancam Punah

“The main problem Indonesia itu bukan dari pada mungkin fasilitas ya, kemudian sistem ya, tapi akar masalahnya adalah dari perilaku,” tutur Saka. 

Kebiasaan yang sering dilakukan sehingga menghasilkan banyak sampah plastik berawal dari sikap konsumtif dan enggan melakukan pemilahan sampah. 

Baca juga : Pemkot Jakarta Utara Berbarengan Komunitas Gelar Kampanye Bebas Sampah Plastik

“Kadang-kadang beli barang yang kemudian nggak dipakai atau mungkin memilih brand yang secara packaging tidak ramah lingkungan. Ketika sudah jadi sampah tidak dipilah, jadi kebanyakan dibuang ke satu tempat secara bercampur. Itu yang menyebabkan jadi timbunan sampah,” ungkap Saka. 

Metode memilah sampah 

Memilah sampah cukup dilakukan dengan memisahkan dua jenis sampah, yaitu sampah organik dan nonorganik. Hal ini harus dilakukan secara konsisten. 

“Saya sangat sarankan untuk dimulai dari dua saja, karena memilah sampah itu bukan soal seberapa bagus kita, lebih ke konsisten aja. Kalau misalkan kita pilah dua tapi konsisten terus kita, itu lebih baik dari pada kita coba untuk memilah banyak banget tapi ujung-ujungnya cuma bertahan satu minggu,” tegas Saka. 

Baca juga : Taman Kota Sukmajaya Depok Berubah Jadi Showroom Sampah

Menurut Saka, dari hal kecil tersebut bisa dikembangkan lagi menjadi beberapa jenis. Hal itu dimungkinkan jika dua jenis sampah sebelumnya sudah dilakukan pemilahan. 

Cek Artikel:  Mentan Amran Ajak Asosiasi Peternak Sapi Sukseskan Program Makan Bergizi Gratis

“Tapi kalau misalkan mau lebih detail lagi, contohnya dari tadi cuma dua, sekarang jadi empat. Empat itu ada organik, sampah-sampah yang sifatnya dari alam gitu. Kemudian ada kertas, semua jenis kertas, kemudian ada jenis plastik, dan terakhir ada logam, kaca, metal dan sebagainya,” tutur Saka. 

Benedict Wermter, pemilik akun instagram @bule_sampah menambahkan apa yang disampaikan Saka. Ia menjelaskan sangat dibutuhkan inisiatif orang-orang untuk memilah sampah secara pribadi, baik itu sampah organik maupun nonorganik. 

3R bukan slogan semata 

3R itu sendiri merupakan gabungan dari Reduce, Reuse, dan Recycle. Slogan yang dikenal cukup lama ini sering dipraktikkan secara salah oleh masyarakat. 

“Jadi banyak orang yang paham bahwasahnya 3R itu suma slogan. Secara praktik itu harusnya sebuah hierarki dimana hal pertama yang harus dilakukan sebelum melakukan yang lain itu adalah Reducing,” kata Saka. 

Saka menegaskan tahapan dalam 3R ini harus dijalankan dengan baik. Ia juga menuturkan bahwa, penggunaan packaging tidak selamanya dilarang. 

Hal itu tetap dibutuhkan pada momen substansial. Apabila menggunakan packaging berarti diharuskan sistem Reuse atau penggunaan kembali barang tersebut, baik dengan fungsi yang sama maupun berbeda. Kalau tidak bisa digunakan lagi, maka barang tersebut masuk pada fase Recycle atau daur ulang. Siklus ulang dapat mencegah terjadinya penumpukan sampah di TPA. 

Perbedaan daur ulang sampah di Indonesia dan di Jerman 

Saka menjelaskan, terkait proses daur ulang sampah di Jerman dan Indonesia memiliki perbedaan yang sangat signifikan. Selain karena teknologi yang canggih, perilaku masyarakatnya juga mendukung. 

Cek Artikel:  Indonesia Harus Progresif Tentukan Sasaran Perubahan Iklim

“Benedict dari Jerman, dan Jerman itu adalah salah satu negara dengan rate daur ulang tertinggi. Kita benar-benar memastikan ya, dengan adanya bantuan teknologi, dengan adanya bantuan masyarakat, negara ini mampu mendaur ulang sampah hampir 50%. Ini beda banget sama Indonesia yang belum memasuki tahap seperti itu,” ungkap Saka. 

Hal senada juga diutarakan Benedict, bahwa pengelolaan sampah di Indonesia dan Jerman sangatlah jauh berbeda. Perbedaan yang paling menonjol itu terletak pada perilaku masyarakatnya. 

Bule yang sudah agak fasih berbahasa Indonesia tersebut juga menitipkan pesan kepada setiap perusahaan di Indonesia agar sisihkan sebagian profitnya untuk kepentingan lingkungan hidup. 

Edukasi itu penting

Dalam talk show itu, Benedict menegaskan bahwa edukasi terhadap masyarakat itu sangat penting. Meskipun terlihat kecil, dampaknya sangat begitu besar demi pengurangan sampah khususnya sampah plastik di Indonesia.

“Yang paling penting dari proses melindungi Bumi dari polusi plastik itusebenarnya bukan bagaimana kita rutin bersih-bersih saja. Tapi harus dari akarnya dulu yaitu edukasi tentang pengurangan penggunaan plastik sekali pakai dan bagaimana setiap individu harus bertanggung jawab terhadap sampah plastik yang mereka pakai. Karena justru hal sederhana ini yang masih kurang teredukasi kepada orang-orang Indonesia,” pungkasnya. (Z-1)

 

Mungkin Anda Menyukai