Salip-menyalip Penegak Hukum

SESAMA aparat penegak hukum mestinya tidak saling mendahului. Mereka tidak boleh saling menyalip demi memperebutkan sebuah kasus hukum, karena hal itu sungguh memalukan.

Rebutan kasus hukum antarpenegak hukum, selain tidak elok, juga membuktikan carut-marut penegakan hukum di Tanah Air. Hal itu juga akan berdampak pula pada kepastian hukum. Fenomena rebutan kasus hukum terjadi antara Komisi Pemberantasan Korupsi dan Kejaksaan Akbar dalam perkara dugaan korupsi penggunaan dana penyaluran kredit di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).

Sehari setelah Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melaporkan kasus
dugaan korupsi di LPEI ke Kejagung, KPK pun seperti kepanasan. Dalam laporannya Sri Mulyani menyampaikan ada empat debitur yang diduga melakukan fraud dengan outstanding pinjaman Rp2,5 triliun.

Cek Artikel:  Cendekiawan bukan Buzzer

Lembaga anti-rasuah buru-buru menggelar konferensi pers yang menyatakan bahwa pihaknya sudah meningkatkan kasus dugaan korupsi di LPEI ke tahap penyidikan pada 19 Maret 2024. KPK mengaku sudah menerima laporan masyarakat terkait dengan kasus tersebut pada 10 Mei 2023. KPK menduga, negara rugi hingga Rp3,451 triliun akibat korupsi pemberian kredit ekspor yang mengucur kepada tiga korporasi.

Tak ada angin dan tak ada hujan, tiba-tiba lembaga pemberantasan korupsi itu menegaskan sudah memasuki tahap penyidikan kasus dugaan korupsi di LPEI. KPK tidak menjelaskan bagaimana proses penyelidikan, dugaan pelanggaran hukum, dan siapa saja yang sudah dimintai keterangan, baik dari LPEI, korporasi, ahli dan Kementerian Keuangan.

Cek Artikel:  Indonesia Darurat Rasuah

Begitu pun ketika KPK menyatakan sudah memasuki tahap penyidikan kasus dugaan korupsi di LPEI, lembaga itu tidak menyebutkan siapa tersangka sebagaimana lazimnya. KPK seperti memainkan jurus sprindik kosong alias ditetapkan dulu status penyidikannya, baru kemudian dicari tersangkanya.

Padahal KPK ialah lembaga yang mestinya saat ketat dalam menentukan naiknya suatu kasus. KPK punya standar etik dan standar prosedur yang tinggi. Tengok saja Pasal 5 Undang-Undang Nomor 19 Mengertin 2019 tentang KPK menyebutkan bahwa dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, KPK berasaskan pada kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan umum, proporsionalitas, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia. Selain itu, KPK harus melakukan fungsi supervisi dan koordinasi dengan lembaga penegak hukum lainnya sesuai Pasal 6 UU KPK.

Cek Artikel:  Habisi Pungli Restriksi Impor

Pemberantasan korupsi bukan ajang balapan,  adu gengsi antarpenegak hukum, melainkan kerja bersama dengan saling terkoordinasi dan saling menguatkan satu sama lain. Korupsi adalah kejahatan luar biasa sehingga penanganannya harus dilakukan secara luar biasa, bukan biasa-biasa saja apalagi sekadar pencitraan lembaga penegak hukum.

Gambaran KPK yang sedang terpuruk jangan semakin dikotori dengan ruang gelap penyelidikan dan penyidikan suatu kasus. KPK jangan malu bekerja sama dengan Kejagung untuk memerangi para pencoleng uang negara, salah satunya dugaan korupsi penggunaan dana penyaluran kredit di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia. Jangan kasih kendor perang melawan koruptor.

Mungkin Anda Menyukai