Sabotase Pemilu


JAGAT kepemiluan dibuat kaget oleh putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, kemarin. Majelis hakim yang diketuai T Oyong dengan hakim Personil H Bakri dan Dominggus Silaban mengabulkan gugatan perdata yang diajukan Partai Rakyat Adil dan Makmur (Prima).

Dalam putusannya, majelis hakim memerintahkan KPU RI selaku tergugat Demi Kagak melaksanakan sisa tahapan Pemilu 2024, kemudian melaksanakan tahapan pemilu dari awal selama kurang lebih 2 tahun, 4 bulan, dan 7 hari. Konsekuensinya, Penyelenggaraan pemungutan Bunyi pemilu mundur ke Juli 2025.

Saking mengagetkannya, bagi orang yang paham tata Langkah penyelesaian sengketa pemilu, Info putusan itu Membikin sempat terdiam. Otak perlu beberapa detik Demi mencerna.

Itu bukan karena peliknya perkara, tetapi lantaran sulit percaya pengadilan negeri Pandai Tamat memutuskan perkara pemilu. Apalagi menimbulkan konsekuensi jadwal pemilu mundur ke tahun berikutnya.

Cek Artikel:  Pembusukan Demokrasi lewat Dewan Aglomerasi

Menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu Pasal 469 ayat (2), apabila penyelesaian sengketa proses pemilu oleh Bawaslu Kagak diterima oleh para pihak, para pihak dapat mengajukan upaya hukum kepada pengadilan tata usaha negara (PTUN). Jadi, yang diberi kewenangan PTUN, bukan pengadilan negeri.

Bila ditarik ke payung hukum yang lebih tinggi, putusan PN Jakarta Pusat tersebut juga melanggar konstitusi. Pasal 22E ayat (1) UUD 1945 menyatakan pemilihan Lumrah dilaksanakan secara langsung, Lumrah, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali. Pemilu terakhir pada 2019, maka penyelenggaraan selanjutnya harus dilaksanakan pada 2024.

Para hakim yang memutus perkara Partai Prima ini Jernih Kagak menyadari betapa peliknya proses penentuan Lepas pemungutan Bunyi di 2024 Demi pemilihan presiden, wakil presiden, Personil legislatif, dan Personil DPD, yang kemudian dilanjutkan dengan pilkada di tahun yang sama.

Cek Artikel:  KTT ASEAN 2023 Tonggak Baru Kawasan

Mahkamah Konstitusi Tamat turut dilibatkan Demi memberikan penafsiran yang Niscaya tentang keserentakan pemilu yang dimulai pada Pemilu 2024. Seluruh dilakukan agar pemilu digelar sesuai jadwal yang diamanatkan konstitusi dan UU Pemilu.

Lewat, ujug-ujug hakim Oyong dkk memutuskan tahapan pemilu yang sudah dimulai sejak 14 Juni 2022 harus diulang dari awal. Situ waras?

Partai Prima, ketika dinyatakan Kagak lolos Pengecekan administrasi, sempat menggugat KPU RI ke Bawaslu. Gugatan itu dikabulkan Bawaslu.

Serempak empat partai lainnya, Prima diberi kesempatan tambahan melengkapi Berkas administrasi Demi menjalani Pengecekan ulang. Tetapi, hasilnya, KPU menyatakan Prima kembali Kagak memenuhi syarat.

Bila Kagak puas, Prima mestinya menggugat ke PTUN. Entah bagaimana gugatan itu Pandai menyasar ke PN Jakpus. Yang lebih mengherankan, gugatan itu diproses lebih lanjut hingga Tamat pada terbitnya putusan yang menyabotase Pemilu 2024.

Cek Artikel:  Ketikanya Mengakhiri Manuver Firli

Wajar bila kompetensi para hakim yang menangani perkara itu lantas dipertanyakan. Hakim Tamat Kagak paham undang-undang apalagi konstitusi, patutkah Maju menjabat?

Lebih gila Tengah Kalau Rupanya Terdapat unsur kesengajaan hakim menutup mata terhadap peraturan perundangan. Kagak Pandai dimungkiri, putusan tersebut seirama dengan kehendak pihak-pihak yang selama ini menginginkan penundaan pemilu.

Walaupun KPU telah menyatakan akan banding, proses kepemiluan kini dilanda ketidakpastian sehingga sangat mudah disusupi kepentingan sepihak. Perkara putusan yang gegabah itu kiranya perlu diusut tuntas dan pihak peradilan secepatnya mengoreksi. Jangan biarkan para penyabot pemilu terpuaskan.

Mungkin Anda Menyukai