SUDAH 20 tahun terakhir berbagai organisasi masyarakat sipil mengajukan dan memperjuangkan RUU PPRT ke DPR. Selama dua dekade berjalan, RUU PPRT ini sudah mengalami berbagai proses kajian, studi banding, berbagai proses dialog, revisi dan pembahasan, hingga posisi terakhir RUU PPRT ini telah menjadi RUU inisiatif DPR pada 21 Maret 2023. Tetapi, hingga kini belum ada tanda-tanda bahwa RUU itu akan dibahas dan disahkan.
Menyantap hal itu, aktivis dari Emancipate Indonesia Nabila Tauhida mengungkapkan, sikap DPR yang membuat RUU PPRT terlunta-lunta tidak berpihak pada perempuan anak yang mayoritas bekerja di usia muda.
“Selain itu juga melanggarkan praktik-praktek perbudakan modern bahkan praktik perdagangan orang yang dikonsultasi oleh negara melalui ketiadaan payung hukum dan tidak adanya perlakuan terhadap kerja kerja yang dilakukan oleh pekerja rumah tangga,” kata Nabila, Kamis (12/9).
Baca juga : Pekerja Rumah Tangga Alami Penindasan Berlapis, Negara Harus Hadir dengan Absahkan RUU PPRT
Menurut dia, jika DPR bisa dengan mudah mengesahkan RUU Ciptaker dalam waktu 2 minggu dan juga melakukan revisi undang-undang Pilkada dalam dalam 2 hari, maka sudah saatnya DPR kembali ke marwahnya untuk melindungi kepentingan rakyat dengan mengesahkan RUU PPRT yang seharusnya dilakukan pada September 2024 ini.
“Apabila DPR tidak ingin melanggarkan praktek perbudakan modern dan juga perdagangan orang maka kami meminta DPR untuk menghentikan permainan terhadap nasib pekerja rumah tangga dengan segera mengesahkan kita lagi mengoper-over baru UU PPRT Jadi kami akan terus melakukan aksi di gedung DPR,” tegas dia.
Nabila menyatakan, adanya UU PPRT merupakan langkah untuk melindungi karena kekerasan dan perdagangan orang makin terus meningkat bahkan banyak pekerja rumah tangga yang usia anak.
“Karena bekerja di sektor domestik maka PRT rentan terhadap kekerasan dan eksploitasi tanpa pengawasan yang memadai, ketiadaan regulasi justru memperjelaskan situasi menjadikan PRT rentan terhadap pelanggaran hak asasi manusia,” jelasnya.