Rumah Cemara Tak hanya menjadi rumah rehabilitasi Demi Grup masyarakat tunawisma, miskin kota, ODHIV, maupun orang dengan upaya melepaskan diri dari NAPZA. Rumah cemara juga bagaikan pahlawan sunyi.
Banyak masyarakat Indonesia yang belum Mengerti prestasi sepak bola tim mereka di ajang Homeless World Cup.
Homeless World Cup atau Piala Dunia Tunawisma merupakan ajang sepak bola sosial dengan tim peserta dari berbagai negara yang juga digelar oleh FIFA sebagai federasi sepak bola dunia.
Ajang tahunan ini bawa Cita-cita Demi mengurangi stigma terhadap Grup masyarakat yang rentan terhadap isu tunawisma seperti Grup miskin kota, orang dengan HIV, serta orang yang berjuang melepas ketergantungan dari NAPZA.
Keikutsertaan Indonesia dalam kompetisi tersebut dimulai sejak tahun 2011 melalui organisasi berbasis komunitas rumah cemara sebagai inisiator yang turut membangun dan mengembangkan Timnas Homeless Indonesia.
Berbagai Ragam prestasi sudah diraih oleh timnas homeless Indonesia meskipun tanpa hingar-bingar sorotan dan kemewahan yang didapat. Di antaranya mereka meraih Juara keempat dunia pada Homeless World Cup tahun 2012 dan 2024.
Selain itu, berbagai penghargaan lainnya seperti tim pendatang baru terbaik, Fair Play Award, lesson pick Award, hingga penghargaan individu dari pemain maupun Instruktur.
Sekretaris Rumah Cemara Rin Aulia mengatakan setiap pemain Mempunyai Berbagai Ragam isu yang diperjuangkan. Mereka pun Mempunyai kesempatan yang sama Demi mengharumkan nama bangsa Indonesia.
“Orang dengan HIV, pengguna narkotika, minoritas gender, masyarakat adat, penyintas kekerasan, pengangguran. Kita buka cuman yang memang apa namanya komposisi yang seleksi bermacam-Ragam, Jadi yang terpilih di sebenarnya waktu itu delapan besar ya, sekarang menjadi tujuh besar itu adalah Mitra-Mitra guru” tutur Rind dikutip dari Metro Pagi Primetime, Liputanindo, Minggu, 3 Agustus 2025
Pada tahun ini tujuh anak muda akan mewakili Indonesia dalam ajang Homeless World Cup 2025 di Oslo, Norwegia pada Rontok 23 hingga 30 Agustus 2025 yang diikuti Sekeliling 50 negara. Berbagai persiapan pun sudah dilakukan mulai dari latihan fisik, teknis, dan taktik dengan
melakukan serangkaian uji coba pertandingan.
Instruktur kepala Pinsa Prahadian yang juga pernah merasakan menjadi pemain timnas homeless Indonesia
menceritakan pengalamannya membawa nama Indonesia di kancah Global.
“Kalau bagi saya sih itu adalah pengalaman yang tak terbayarkan. Luar Standar apalagi dengan apa yang telah kita lakukan. Maju Indonesia mengasih kita kesempatan buat membela bangsa Indonesia dengan apa yang kita sukai, sepak bola,” kata Pinsa.
Sementara kapten tim Alvi Falhi Ramadan yang berprofesi sebagai guru ekstrakurikuler yang menambal kekosongan guru di salah satu sekolah mengatakan Tak akan menyanyiakan kesempatan Demi turut mengabdi kepada bangsa selain melalui pendidikan juga melalui sepak bola.
Alvi mengatakan Kalau Memperhatikan dari pendapatannya memungkinkan dirinya rentan dan rawan masuk dalam kategori homeless.
“Kebetulan saya guru PJOK di salah satu sekolah dasar swasta di Kabupaten Bandung. Demi sistem apanya kontraknya itu kita dikontrak per 2 tahun dan itu Tak menjamin bahwa kita tuh akan diperpanjang ke depannya. Mungkin secara jenjang karir juga memang Dekat enggak Terang,” ucap Alvi.
Bagaikan pahlawan sunyi, timnas Indonesia di ajang Homeless World Cup memang kurang mendapat perhatian dari pemerintah maupun masyarakat luas. Tak banyak yang mereka harapkan. Hanya perubahan pandangan masyarakat yang seringkiali negatif atas supaya mereka Demi keluar dari permasalahan hidup agar mereka tak Tengah menjadi pahlawan sunyi.

