Liputanindo.id JAKARTA – Kementerian Keuangan telah menetapkan kebijakan Pemberlakuan Pajak Rokok atas Rokok Elektrik (REL) mulai tanggal 1 Januari 2024.
Kebijakan tersebut tertuang pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 143/PMK/2023 mengenai Tata Metode Pemungutan, Pemotongan dan Penyetoran Pajak Rokok, sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 1 Pahamn 2022 tentang Rekanan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD).
Berdasarkan aturan tersebut, nantinya tarif pajak rokok ditetapkan sebesar 10 persen dari cukai rokok. Vape atau rokok elektrik juga akan terkena pajak rokok karena tercantum dalam aturan terbaru tersebut.
“Tujuan diterbitkannya PMK tersebut yaitu sebagai upaya mengendalikan konsumsi rokok oleh masyarakat,” kata Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu Deni Surjantoro dalam keterangan resmi, Sabtu (30/12/2023).
Pemberlakuan Pajak Rokok Elektrik merupakan bentuk komitmen pemerintah pusat dalam memberikan masa transisi pemungutan pajak rokok atas rokok elektrik sejak diberlakukan pengenaan cukainya di pertengahan tahun 2018.
Rokok elektrik merupakan salah satu barang kena cukai sebagaimana amanat dalam UU Nomor 7 Pahamn 2021 tentang Selarassasi Peraturan Perpajakan yang mengatur bahwa cukai dikenakan terhadap barang kena cukai yang salah satunya adalah hasil tembakau, yang meliputi sigaret, cerutu, rokok daun, tembakau iris, rokok elektrik dan hasil pengolahan tembakau lainnya (HPTL).
Pengenaan cukai rokok terhadap rokok elektrik akan berkonsekuensi pula pada pengenaan pajak rokok yang merupakan pungutan atas cukai rokok (piggyback taxes).
Tetapi, pada saat pengenaan cukai atas rokok elektrik pada tahun 2018, belum serta merta dikenakan Pajak Rokok. Hal ini merupakan upaya pemberian masa transisi yang cukup atas implementasi dari konsep piggyback taxes yang telah diimplementasikan sejak 2014 yang merupakan amanah dari Undang Undang Nomor 28 Pahamn 2009.
Pada prinsipnya, pengenaan Pajak Rokok Elektrik ini lebih mengedepankan aspek keadilan, mengingat rokok konvensional dalam operasionalnya melibatkan petani tembakau dan buruh pabrik, yang telah terlebih dahulu dikenakan pajak rokok sejak tahun 2014, selain untuk pendapatan negara.
Dalam jangka panjang penggunaan rokok elektrik berindikasi mempengaruhi kesehatan dan bahan yang terkandung dalam rokok elektrik termasuk dalam barang konsumsi yang perlu dikendalikan.
Eksispun penerimaan cukai rokok elektrik pada tahun 2023 sebesar Rp1,75 triliun atau sebesar 1 persen dari total penerimaan Cukai Hasil Tembakau (CHT) dalam setahun.
Kebijakan pengenaan Pajak Rokok Elektrik ini juga merupakan kontribusi bersama antara pemerintah dan para pemangku kepentingan terutama pelaku usaha rokok elektrik yang diharapkan dapat dirasakan manfaatnya secara optimal oleh masyarakat
Paling sedikit 50 persen dari penerimaan Pajak Rokok ini diatur penggunaannya (earmarked) untuk pelayanan kesehatan masyarakat (jamkesnas) dan penegakan hukum yang pada akhirnya mendukung pelayanan publik yang lebih baik di daerah. (HAP)