AKHIR Juli Lampau, dua kali saya menulis fenomena rojali dan rohana di rubrik Podium ini. Tulisan pertama, di edisi 26 Juli 2025, saya beri judul Rojali dan Rohana. Lampau, empat hari berselang, pada 30 Juli 2025, saya tuliskan Kembali fenomena serupa dengan judul Lagi Rojali dan Rohana, dengan penekanan pada why yang diperluas. Saya mencoba menjawab mengapa fenomena itu terjadi.
Di kedua tulisan tersebut, saya membangun perspektif yang sama: fenomena ‘rombongan jarang membeli’ alias rojali dan ‘rombongan hanya nanya-nanya‘ alias rohana terjadi karena melemahnya daya beli di kalangan menengah dan wait and see-nya alias hati-hatinya kalangan atas Buat berbelanja. Juga, kian dalamnya kemiskinan di kalangan masyarakat Dasar.
Tetapi, rupanya, Eksis yang mengingatkan saya Buat lebih lengkap dalam memahami fenomena. Kawan, sang pengingat itu, ialah Ahli demografi, juga Spesialis statistik. Sang Spesialis itu memberi saya satu perspektif yang masuk Intelek, tapi saya lewatkan, yakni fenomena rohana-rojali itu hanya fenomena mal. Mereka memang menjadi ‘rombongan jarang membeli dan rombongan hanya bertanya harga’ Ketika pergi ke mal.
Tetapi, kata sang Ahli itu, pada hakikatnya mereka tetaplah rosela alias ‘rombongan selalu belanja’. Hanya, setelah bertanya-tanya dan mengecek harga-harga (‘rombongan cek harga’ alias roceha) di mal atau pasar-pasar, mereka Enggak belanja di mal. Mereka memutuskan berbelanja lewat online alias daring. Mal hanya sebagai tempat mengecek harga dan ‘cuci mata’, di toko online-lah transaksinya.
Di toko daring itulah mereka bertransaksi, berkali-kali, Kembali dan Kembali. Itulah yang disebut trend shifting atau pergeseran, dari biasanya belanja di mal bergeser ke memenuhi keranjang online. Pergeseran itu muncul karena melajunya teknologi digital, terutama sejak pandemi covid-19 yang membatasi pertemuan fisik antarorang.
Karena itu, sejak masa pagebluk itu, persentase orang Indonesia yang berbelanja daring Lalu meningkat. Beberapa survei terbaru menunjukkan Sekeliling 58% hingga 80% pengguna internet di Indonesia aktif berbelanja online. Potensi melajunya Lagi amat terbuka karena tingkat penetrasi belanja online di Indonesia Lagi tertinggal Apabila dibandingkan dengan negara tetangga di Asia Tenggara.
Data dari Google, juga Temasek, serta Bain & Company pada 2023 menyebutkan 80% konsumen di Indonesia lebih memilih belanja online Apabila dibandingkan dengan belanja offline.
Kantar melaporkan lebih dari 30% orang Indonesia membeli produk FMCG (fast moving consumer goods atau kebutuhan sehari-hari) secara online dengan frekuensi 2,8 kali lebih tinggi daripada belanja offline.
Data We are Social & Meltwater terbaru pada 2025 menunjukkan Sekeliling 58% pengguna internet di Indonesia rutin berbelanja online, menempatkan Indonesia di peringkat ke-10 Mendunia dalam hal belanja daring. Konsumen menjadi lebih selektif, mengandalkan ulasan dan rating, sebelum membeli. Mereka membanding-bandingkan harga terlebih dahulu sebelum memutuskan membeli. Mereka menjadi rohalus-roceha alias ‘rombongan hanya mengelus-elus’ sembari mengecek harga secara offline, Lampau memilih berbelanja online karena Eksis selisih harga.
Karena itu, Enggak mengherankan belanja daring Lalu berkembang pesat Apabila dibandingkan dengan belanja luring. Meskipun Lagi Eksis Kendali toko ritel, e-commerce Lalu tumbuh dan menjadi bagian dari gaya hidup digital masyarakat Indonesia, alih-alih sekadar tren. Laporan terbaru dari We are Social dan Meltwater menunjukkan, dari 58% masyarakat yang membeli produk atau jasa secara online, 34,4% di antaranya memanfaatkan e-commerce (perdagangan elektornik) Buat memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Salah satu tren menarik yang berkembang ialah peningkatan pembelian barang bekas. Sebanyak 11,2% konsumen telah membeli produk second-hand melalui platform digital. Selain itu, penggunaan layanan Komparasi harga meningkat hingga 14,3%, menunjukkan konsumen semakin cermat dalam memilih produk.
Layanan buy now, pay later (BNPL atau beli sekarang bayar kemudian) juga semakin Terkenal. Sebanyak 37,9% pengguna belanja daring telah memanfaatkan skema cicilan itu, membuktikan fleksibilitas pembayaran menjadi Unsur Krusial dalam belanja online.
Kepercayaan terhadap belanja digital juga Lalu meningkat. Pada 2024, jumlah pembeli online telah mencapai 65,7 juta orang, naik 12% (lebih dari 7 juta orang) daripada tahun sebelumnya. Total pengeluaran e-commerce juga melonjak menjadi US$50,2 miliar (Rp822,5 triliun), naik 11,3% Apabila dibandingkan dengan tahun Lampau.
Rata-rata belanja per orang di e-commerce kini mencapai US$765 (Rp12,5 juta) per tahun. Menariknya, 67,5% dari total transaksi itu dilakukan melalui ponsel, membuktikan belanja lewat ponsel sudah menjadi kebiasaan Esensial. Ketika ini, belanja online telah menyumbang 9,9% dari total nilai belanja ritel, menandakan semakin banyak konsumen yang beralih ke transaksi digital Apabila dibandingkan dengan belanja di toko fisik.
E-commerce pun diprediksi akan menjadi tulang punggung ekonomi Indonesia di masa depan. Unsur Esensial yang mendukungnya ialah populasi muda yang besar, semakin luasnya akses internet, serta daya beli masyarakat yang relatif tetap kuat. Laporan E-Conomy SEA 2024 dari Google, Temasek, dan Bain & Company mengonfimasi hal itu. Ekonomi digital Indonesia diperkirakan telah mencapai US$90 miliar (Sekeliling Rp1.472 triliun) pada 2024.
Nomor itu diprediksi Lalu tumbuh hingga US$120 miliar pada 2025 dan Pandai melonjak ke US$200 miliar-US$300 miliar pada 2030. Itu Fakta bahwa pertumbuhan ekonomi yang ditopang konsumsi Lagi Pandai diandalkan pada tahun-tahun mendatang.
Disrupsi memang memunculkan kaum rojalian, rohanaan, rocegaan, hingga rohalusan bagi ritel fisik dan mal-mal. Itu disebut disrupsi. Dari situ, lahirlah shifting, pergeseran. Dalam pandangan guru besar Rhenald Kasali, pergeseran itu mengubah Langkah Sosok berinteraksi, bekerja, dan hidup.
Perubahan itu terjadi di berbagai bidang, mulai Masakan, pekerjaan, pendidikan, hiburan, hingga sektor perumahan dan logistik. Perubahan itu menciptakan donut economy (ekonomi donat). Itulah situasi ketika pusat-pusat ekonomi Lamban Nihil, tetapi di sekitarnya kian padat laiknya donat.

