Robohnya Keagungan Mahkamah


SESUAI dengan namanya, Mahkamah Akbar, ia ialah personifikasi dari sebuah lembaga yang Akbar. Keagungan itu semestinya tecermin pada Sekalian hal yang Eksis di dalamnya. Tak hanya dari kebijakan atau keputusan yang dihasilkan lembaga itu, tetapi juga tindak-tanduk dari orang-orang yang menghasilkan keputusan tersebut.

Dalam praktiknya itu memang Tak mudah. Tak segampang yang diucapkan.

Sudah berkali-kali Mahkamah Akbar (MA) Malah mengingkari keagungan mereka. Lembaga yang juga kerap dianalogikan sebagai benteng terakhir para pencari keadilan itu Rupanya Tak sekukuh yang kita harapkan. Keagungan lembaga itu teramat mudah tergadai oleh korupsi dan suap.

Kasus dugaan korupsi, suap, dan bahkan tindak pidana pencucian Doku (TPPU) bertubi-tubi menjerat MA. Pelakunya bukan orang lain, melainkan orang-orang mereka sendiri, pejabat mereka sendiri. Mereka sangat paham bagaimana hukum harus ditegakkan, terutama Kepada kejahatan luar Standar seperti korupsi, tetapi malah tanpa malu-malu mengkhianatinya.

Cek Artikel:  Bansos bukan Donasi Elektoral

Penetapan tersangka terhadap Sekretaris MA Hasbi Hasan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas kasus dugaan suap penanganan perkara Tengah-Tengah memberi bukti komitmen MA terhadap pemberantasan korupsi layak dipertanyakan. Mengapa? Karena Hasbi bukan Misalnya satu-satunya.

Kasus itu hanyalah rentetan dari banyak kasus dugaan suap dan korupsi lain yang melibatkan orang-orang Krusial di MA. Sebelum Hasbi, dua hakim Akbar MA, Sudrajad Dimyati dan Gazalba Saleh, sudah lebih dulu menjadi pesakitan di KPK. Sudrajad malah sudah dijatuhi hukuman pidana 13 tahun penjara dalam kasus dugaan suap penanganan perkara kasasi pailit KSP Intidana.

Sebelum itu, ‘senior’ Hasbi di posisi Sekretaris MA, Merukapan Nurhadi, bahkan lebih serakah. Ia ditetapkan sebagai tersangka kasus suap, gratifikasi, dan TPPU, juga dalam kaitan dengan penanganan perkara. Nurhadi bahkan sempat berkelit dari jeratan hukum melalui jaringan yang dia punya Berkualitas di politik maupun kepolisian. Cerita akhirnya pun indah bagi Nurhadi karena ia hanya mendapat hukuman ringan 6 tahun penjara.

Cek Artikel:  Jubah Hakim Zonder Rasa Malu

Berkali-kali kasus menerpa MA, berkali-kali itu pula kita selalu mendesak sang benteng keadilan itu memperkuat tembok dan fondasi mereka agar tak tembus lilitan jahat rasuah. Setiap kali memberitakan kasus korupsi di lingkungan MA, Begitu itu pula kita selalu mengingatkan agar lembaga itu mereformasi diri, bahkan bila perlu merevolusi diri.

Tetapi, janji reformasi di tubuh MA rupanya selalu menjadi omong Hampa belaka. Dari rentetan kasus yang terjadi di lembaga tersebut, kita Pandai katakan komitmen MA dalam pemberantasan korupsi senyatanya Dekat nihil. Mendekati Kosong. Tak terlihat upaya mereka Berkualitas Kepada mengungkit integritas lembaga maupun orang-orang di dalamnya meski kini sedang berada dalam titik terendah.

Cek Artikel:  Kejaksaan di Puncak Kepercayaan

Lantas, bagaimana publik Pandai berharap pada sang benteng keadilan kalau mereka Tak punya kehendak Kepada berubah? Begitu ini harus diakui, MA sedang krisis keteladanan dari para pemimpinnya. Bayangkan saja, hakim Akbar korupsi, sekretaris lembaga pun korupsi, Lewat keteladanan Corak apa yang mereka tunjukkan?

Karena itu, Tak Eksis Langkah lain, MA harus segera melakukan perubahan mendasar dalam beberapa aspek demi menjauhkan lembaga itu dari korupsi sekaligus mengembalikan muruah yang tercoreng. Tata kelola lembaga, terutama yang berkait dengan iktikad Kepada mencegah sekaligus memberangus korupsi harus diperbaiki.

Pola pembinaan, pengawasan, hingga manajemen harus direformasi dengan serius, bukan ala kadarnya. Tanpa keseriusan, jangan pula kita kaget di waktu mendatang, kasus-kasus yang melibatkan pejabat MA akan Lanjut bermunculan.

Mungkin Anda Menyukai